10 SALAH PAHAM

739 44 0
                                    

Nanda terdiam,  jiwanya terhanyut dalam lautan kerinduan.  Dia berencana akan jarang tidur dan bermain lagi ke tempat Nenek Arumi.  Sudah ada Rachel yang menemani nya,  menghangatkan sepi di hatinya.

Kemarin,  saat Nenek menyuruh Nanda untuk tidur bersama Rachel,  gadis itu pergi diam-diam pulang ke rumahnya.  Nanda sempat menelpon Dewi,  tapi beberapa kali tak ada jawaban.  Nanda baru teringat sahabatnya itu sedang larut dalam pelukan asmara,  menikmati manisnya cinta.

Nanda akhirnya pulang ke rumah.  Rumah yang sunyi senyap,  hanya ada dirinya dan foto-foto kenangan lama bersama ibunya dulu.  Kenangan itu berbisik lembut,  mengingatkannya akan kasih sayang yang telah pergi.

Nanda pergi ke kamar ibunya,  kamar yang selalu ia rawat setiap hari.  Kamar itu dipenuhi aroma harum kenangan,  menyeruak ke dalam relung hatinya,  membuatnya terhanyut dalam lautan kenangan.

"Enak ya punya keluarga yang lengkap,"  gumam Nanda,  suaranya bergetar menahan tangis,  sambil memandangi album lama milik keluarganya.

Tanpa sadar,  air mata gadis cantik itu jatuh di pipi nya,  mengalir deras seperti sungai yang meluap.  Nanda yang sadar kembali menyapu mandiri air matanya,  mencoba untuk tegar,  menahan gejolak kesedihan yang menggerogoti hatinya.

Akhirnya ia tertidur di kamar ibunya,  mencari ketenangan dalam pelukan kenangan,  mengharapkan mimpi indah yang bisa mengobati luka di hatinya.

Nanda POV

Bermula dengan Nanda yang dibuat geram oleh Dewi, sahabatnya. Dewi, yang tengah dilanda bad mood karena kembali menjalani hubungan jarak jauh dengan Ayana, tak membalas pesan Nanda sejak semalam. Keduanya pun terlambat ke sekolah. Suasana hati Dewi yang buruk terlihat jelas sepanjang hari. Ia tak tersenyum dan enggan menyapa teman-temannya.

"Lo mau kemana lagi Nan?" tanya Dewi dengan nada sedikit memaksa sambil menahan tangan Nanda[1].

"Kalo lo masih badmood juga, gue mau cari temen lain," ancam Nanda.

Dewi, yang biasanya ceria dan penuh semangat, seketika berubah. Ia langsung bersemangat kembali dan berkata, "Ayo kita rekrut anggota baru"

Nanda pun tersenyum. "Ini Dewi yang gue kenal," gumamnya dalam hati.

Sore itu, OSIS mengadakan seleksi anggota baru. Nanda, sebagai ketua OSIS, sudah menyiapkan daftar calon anggota. Namun, ia masih ragu dengan nama Rachel, seorang gadis tomboy yang terkenal keren dan selalu berpakaian modis.

"Tak ada salahnya semua siswa ikut mencoba, termasuk Rachel," kata Reina dan Farel, teman-teman Nanda, saat ditanya soal Rachel.

Saat seleksi dimulai, Rachel pun hadir. Dewi, yang tak bisa menahan diri, langsung menunjuk Rachel dan berkata,

"Nanda, ada pacar mu tuh"

Nanda hanya tersenyum kecut. Ia memang sempat dekat dengan Rachel, namun hubungan mereka tak pernah terdefinisi.

Satu per satu calon anggota memperkenalkan diri dan menyampaikan alasan mereka ingin bergabung dengan OSIS. Mayoritas dari mereka memberikan alasan yang terkesan dibuat-buat dan ingin menunjukkan citra positif.

"Halo semuanya, Aku Rani dari MIPA 1 kelas 10. Aku ingin menjadi anggota OSIS, Karena ingin mengayomi teman teman yang lain agar menjadi lebih baik. Terimakasih," kata Rani dengan nada lembut.

"Aku Maila. Dari MIPA 1 kelas 10. Singkat saja aku punya tujuan yang tak bisa di sampaikan hihi. Terimakasih," ucap Maila dengan senyum manis.

Nanda hanya diam dan memperhatikan mereka. Ia merasa ada yang berbeda dengan Rachel.

"Halo, Aku Rachel dari MIPA 1 kelas 10," ujar Rachel.

Rachel terdiam sejenak dan menatap Nanda.

"CIEE CIEE" sorak teman-teman Nanda dan calon anggota OSIS lainnya. Rumor tentang Nanda dan Rachel ternyata sudah menyebar.

"Kenapa diam? Silahkan lanjutkan," desak Nanda dengan sedikit gusar sambil membalas tatapan Rachel.

"Alasan ku masuk OSIS, karena... karena kak Nanda," jawab Rachel dengan suara pelan.

"WTF" Nanda tercengang mendengar jawaban Rachel.

"Bukan, Aku ingin menjadi karakter yang baik untuk contoh masyarakat sekolah. Sekian terimakasih," Rachel buru-buru meralat pernyataannya.

"Hahaha Rachel terlalu jujur ya guys" Dewi malah mendukung sorakan teman-temannya.

Setelah sesi perkenalan, Nanda memberikan waktu istirahat. Ia duduk bersama teman-temannya dan membicarakan kegiatan selanjutnya, yaitu tes KBB (Keterampilan Baris Berbaris).

Nanda mengamati calon anggota yang sedang berlatih. Ada yang bermain-main, ada yang serius, dan ada juga yang terlihat terpikat oleh Rachel.

"Apa yang kalian lakukan, Awasi calon yang lain," tegur Nanda kepada teman-temannya.

"Iya Nanda maaf nih ayang Lo," Dewi meledek lagi. Ia mengajak Reina, Farel, dan beberapa teman lainnya pergi, meninggalkan Nanda berdua dengan Rachel.

Nanda menguji Rachel dengan tingkat kesulitan tertinggi. Ia takjub melihat kemampuan Rachel yang luar biasa.

"Bagaimana kemampuan gue?" tanya Rachel dengan nada sedikit menantang.

"Biasa saja," jawab Nanda dengan nada datar. Dalam hatinya, ia ingin memuji Rachel, namun entah kenapa ia merasa berat untuk melakukannya.

"Apa tujuan lo masuk OSIS? Kalau cuman buang-buang waktu saja lebih baik pergi dari sekarang," tanya Nanda lagi.

"Lo masih aja suuzon," Rachel menyeringai senang.

"Kalo gak gue terima gimana?"

"Gue bakal berusaha sampe ke terimalah," tantang Rachel.

"Sampai kapan mau di OSIS kalo gue terima?" tanya Nanda.

"Sampai gue lihat senyum Lo," jawab Rachel dengan penuh percaya diri.

Nanda mengakhiri percakapan itu. Ia merasa percuma meladeni Rachel yang tak kunjung berhenti bersikap menantang.

Setelah semua kegiatan selesai, Nanda mengumumkan bahwa hasil seleksi akan diumumkan esok di majalah dinding depan ruangan OSIS. Ia pun membubarkan acara tersebut.

Saat hendak pulang bersama Dewi, Nanda terkejut karena Dewi sudah pulang bersama Reina. Reina mengirim pesan kepada Nanda, meminta Dewi untuk menemaninya ke pasar.

"Harus malam begini? Nanti Papa Mama nya bagaimana?" batin Nanda.

"Mau pulang bareng gue?" Rachel menghampiri Nanda sambil membuka kaca jendela mobilnya.

Nanda sudah menunggu Dewi beberapa menit, namun Dewi tak kunjung muncul. Ia pun mendapat pesan dari Dewi.

"Dewi Bajingan," gerutu Nanda dalam hati.

"Eh, Kak Nanda belum pulang juga?" sapa seorang cowok yang seangkatan dengan Nanda.

"Mau bareng aku aja kak?" tawarnya.

Rachel keluar dari mobilnya dan membukakan pintu mobil sebelah.

"Lo pulang aja udah ada gue disini," ucap Rachel dengan nada arogan.

Nanda sebenarnya menyukai Rachel, namun ia tak suka dengan sikap Rachel yang arogan dan tidak sopan.

"Tidak apa, Gue sama Rachel aja," jawab Nanda.

"Cih," cowok itu meludah kesal kepada Rachel dan melaju dengan motornya dengan kecepatan tinggi.

"Tumben Lo mau bareng gue," ujar Rachel.

"Karena kita searah," jawab Nanda singkat.

"Semoga nanti sehati," kekeh Rachel dengan nada yang tak menyadari betapa tidak sopannya ucapannya.

"Udah berhenti sini aja," ucap Nanda saat mereka sampai di depan rumahnya.

"Ga kerumah Nenek? Nenek nanyain loh," tanya Rachel.

"Ngga, Gue mau sendiri," jawab Nanda sambil segera turun dari mobil dan berjalan menuju pintu rumah tanpa membalikkan badan.

Perpisahan mereka di tutup dengan ucapan terimakasih. Layaknya teman biasa.

Kisah Nanda, Dewi, dan Rachel masih berlanjut.  Nanda masih penasaran dengan Rachel. Ia bertanya-tanya, apa sebenarnya tujuan Rachel masuk OSIS? Dan bagaimana kelanjutan hubungan mereka?


Nanda POV End

Rachel POV

Aku banyak mendengar cerita dari Nenek soal Nanda,  menyerap kisah pilu di balik senyumnya yang dipaksakan.  Rasanya,  ketika aku datang,  seolah-olah Nanda yang harus pergi karena sudah selesai melakukan tugasnya.

Nenek bercerita,  Nanda adalah orang yang sangat baik,  tapi juga menyimpan banyak rasa sesak di dadanya.  Nanda pernah bilang ke Nenek,  dia jarang di rumahnya sendiri dan lebih sering di rumah Dewi dan rumah Nenek.  Alasannya karena rumahnya menyimpan banyak sekali duka sekaligus kenangan.  Nanda selalu meratap ketika terduduk sendiri di rumahnya.

Gaya nya saja si ketua OSIS itu sok cool tegas bak Kulkas 100 pintu,  namun kita tak tahu apa yang di simpan seseorang di dalam hatinya.  Dia memang bisa tersenyum,  tapi senyumnya itu dipaksa,  menutupi luka yang tersembunyi di baliknya.

Karena cerita Nenek tadi,  aku mencoba mengajak Nanda berbaikan.  Aku pergi berjalan kaki ke rumahnya.  Rumahnya tampak tertutup,  tapi dari jendela nya terbuka.  Akhirnya aku memanjat sedikit dan mengintip apakah ia ada di dalam atau tidak.

"Kalau ada ibu sekarang lagi apa ya?"  gumamku,  merasa iba dengan kesedihan yang terpancar dari rumah ini.

DUGG!

"Heh,  Siapa?  Maling ya?"

"Sial,"  Aku malah terpeleset salah pijakan.

Kini tubuhku terhempas ke tanah,  menimbulkan rasa sakit yang menusuk.

"Lo ngapain sih Rachel.  Kalau mau masuk tinggal ketok pintu juga,"  kata Nanda,  suaranya sedikit kasar,  namun ada nada khawatir di baliknya.  Meskipun terlihat marah,  Nanda memapah ku masuk ke dalam rumahnya lalu ia mengobati luka di kakiku.

"Aww,  pelan-pelan dong,"  rengekku,  merasa nyeri.

"Mau gue patahin sekalian?"  Nanda menatap mataku,  suaranya datar,  namun matanya memancarkan rasa iba.

"Ngga,  Galak amat makin cantik Lo,"  jawabku,  mencoba untuk bercanda.

"Bacot Lo,"  balas Nanda agak kasar,  namun ada sedikit senyum di sudut bibirnya.

"Duhh,  duhh,"  Aku mengerang kesakitan.

"Diem,  biar gue urut,"  kata Nanda,  suaranya lembut,  tangannya bergerak lembut mengurut kakiku.

Krekkkkkkk !

"AAAAAHHH,  Fiks patah,  Gue cacat,"  teriakku,  merasa ngilu.  Sejak kapan Nanda punya keahlian mengatasi kaki keseleo?

"Sudah,"  kata Nanda,  wajahnya sedikit berkeringat,  namun senyum tipis terukir di bibirnya.

"Wah betulan sembuh,  ga sakit lagi kaki gue,"  ujarku,  terkejut dengan keajaiban yang baru saja terjadi.

Aku langsung mencoba berdiri dan berlari,  namun yang ada kaki ku kembali sakit.

"Heeh bodoh,  Ini perlu beberapa hari untuk sembuh malah di pake lari,  gak sekalian terbang Lo,"  kata Nanda,  suaranya sedikit kesal,  namun ada nada geli di baliknya.

"Hahaha!  Maaf,"  ujarku,  mencoba untuk meminta maaf,  menyadari kesalahanku.

"Aduhh Nanda gara gara Lo,  Gue gabisa jalan lagi.  Kayaknya gue harus tinggal sama Lo biar ada yang rawat,"  rengekku,  mencoba untuk bermanja.  Sungguh bodoh,  tapi akan seru melihat Nanda mengomeliku.

"Hmmph,  jangan berlebihan nanti cacat betulan baru tau rasa,"  kata Nanda,  menggelengkan kepalanya,  namun matanya menunjukkan rasa sayang.  Nanda pergi ke dapur lalu membuatkan teh hangat untukku.

Tak beberapa lama dia mengantarku kembali ke rumah Nenek.

Aku merasa iba dengan Nanda.  Dia menyimpan banyak luka di hatinya,  namun tetap berusaha tegar.  Aku ingin menjadi teman yang baik untuknya,  menemani dia melewati masa-masa sulitnya.

BE CONTINUED


YOURE IN MY AREA (GXG)(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang