7. Pertengkaran kecil

5.1K 485 2
                                    

Setelah kelas berakhir, rianda menemani alana untuk mengikuti ekskul pertamanya. Mereka berada di aula, aula seluas ini bukan hanya diisi oleh anak tari. Rianda memperhatikan orang yang bergabung di ekskul ini, mereka tampan dan cantik. Walau serempak mengenakan seragam olahraga, tak menutupi aura anak tajir.

Rianda duduk tak terlalu jauh dari perkumpulan anak tari. Rianda memilih duduk yang tak menghalanginya mengamati alana. Sesekali rianda juga memperhatikan ekskul lain, seperti basket, tarkwondo. Mereka tampaknya masih masa pengenalan ekskul.

Pertemuan ekskul pertama alana tak berlangsung lama. Ekskul tari ini memiliki dua fokus team, tari traditional & modern dance. Mereka bertepuk tangan mengakhiri pertemuan. Ketika alana akan pergi, seorang pria yang menepuk bahunya waktu itu pun mendekat.

"Hai, kamu alana kan?" Tanya pria itu. Alana mengangguk.

"Aku Brian" ujarnya mengulurkan tangan, alana menyambut uluran tangan itu. Alana masih ingat nama senior ini, kan baru saja mereka mengenalkan diri. Brian adalah wakil ekskul tari, ia fokus di dance team.

"Bagaimana hari pertama ikut kegiatan ekskul, bosenin gak?" Tanya brian

"Hmm, gak sih kak. Asik kok" jawab alana

"Minggu depan kita mulai latihan dance ya" ujarnya, alana pun mengangguk. Usai brian pergi, alana menghampiri rianda yang masih setia menunggu.

"Bosen ya?" Tanya alana, rianda menggeleng. Ia bangkit dari duduknya dan menggandeng alana.

"Ayo pulang, aku lapar" ujarnya.

Dalam perjalanan pulang mereka berdua tampak lelah, jalanan yang macet membuat mereka kehabisan energi, alana tertidur bersender di bahu rianda. Rianda juga memiringkan kepalanya bersender di kepala alana.

"Non, sudah sampai non" panggil pak wan. Alana terbangun, membuat rianda terkejut dan sadar penuh. Mereka berdua turun sembari membawa barang masing-masing. Mereka saling melambai ketika berpisah di bawah tangga.

"Ibu, aku pulang" ujar rianda, ia langsung ke dapur mengambil makanan. Ibu tak bersuara. Rianda membuka sedikit pintu kamar, ibu ternyata tidur. Walau heran melihat ibu tidur jam segini, tapi rianda tak berniat membangunkan. Rianda duduk di meja makan, sembari makan matanya tertuju pada plastik putih di dekat teko. Plastik itu berisi obat-obatan.

Malam ini rianda memilih berdiam diri mengerjakan tugas sekolah di kamarnya, alana mengirimnya pesan bahwa ia lelah dan ingin tidur lebih awal. Rianda menatap hampa buku di depannya, ia juga lelah namun baginya disaat begini ia lebih butuh bersama alana dibanding sendirian.

"Nda, kamu dikamar?" Rianda menoleh ke ibu yang membuka pintu kamarnya

"Ibu baru bangun?" Tanya rianda, ibu masuk dan duduk disisi ranjang menghadap rianda.

"Maaf ya, ibu ketiduran"

"Gak apa bu, ibu sakit?" Tanya rianda mendekat

"Biasa udah tua" ujar ibu dengan tawanya. Rianda memijit bahu ibu

"Maaf ya bu, ibu capek karena aku" ucapnya. Kadang rianda merasa bersalah dengan ibu, ibu yang selalu dirumah mengerjakan pekerjaan rumah, tiba-tiba harus berperan menjadi ayah dan ibu untukku.

"Ibu cuma punya kamu, ibu senang lihat kamu bisa menikmati waktu kamu seperti anak lain. Apalagi sekarang kamu dengan non alana, ibu bersyukur non alana baik sama kamu. Kamu juga harus baik ya"

"Iya bu"
Rianda terus memijit sampai ibu merasa lebih baik dan kembali ke kamarnya. Rianda yang mulai ngantuk pun tak menyelesaikan tugasnya dan memilih tidur.

*****
"Bagi yang tidak mengerjakan tugas saya, silahkan keluar kelas" ujar ibu guru kimia. Mata tajamnya menyisir seisi kelas, suara derekan kursi memecah keheningan kelas. Rianda bergerak keluar mengikuti dua teman keluar kelas. Ekor mata alana mengikuti rianda yang berjalan keluar.

Light in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang