40. Cinta dan marah

4.3K 364 3
                                    

Suara dentang sendok beradu dengan piring menjadi pengisi keheningan meja makan malam ini. Rianda tak selera makan, ia mengaduk-aduk makanannya dengan wajah murung. Bude yang memperhatikannya sejak tadi pun menegur rianda.

"Kamu harus makan, anak kamu butuh nutrisi juga dari ibunya" tegur bude, rianda memperbaiki duduknya dan kembali menyuap makanan ke mulutnya.

"Biarin saja dia mau bagaimana, bukannya itu mau dia?, gak usah diurusi" sahut ibu di sela makannya. Bude dan rianda serempak melirik ibu yang masih terlihat kesal.

"Udah dek, kalau kamu gak suka ya sudah. Rianda juga pasti ngerti" ujar bude menenangkan ibu.

"Ya sudah gimana kak?, ini bukan hal sepele. Aku udah pusing mikiri dia yang bakalan punya anak tanpa suami, ditambah lagi mikirin dia yang punya hubungan sesama perempuan itu gimana?, emang kamu gak pusing?" Tanya ibu, emosi ibu kembali naik. Rianda menghentikan makannya, ia sudah lama tak melihat ibu marah, kali ini ibu tak bisa mengontrol emosinya.

"Tenang dek" sahut bude

"Aku gak bisa tenang kak, aku gak bisa bayangin gimana nasib dia nanti, gimana anaknya kalau nanyain ayahnya?, siapa yang mau jawab itu. Lebih baik dia menikah saja dengan laki-laki yang hamilin dia ini" ujar ibu lagi, matanya memerah. Mendengar itu emosi rianda juga ikut kepancing.

"Gak akan bu, aku gak akan menikah dengan andre"

"Kenapa?, ibu tanya alasannya apa?. Andre kalau kamu kasih tahu ini anaknya juga pasti akan tanggung jawab"

"Aku gak cinta sama andre bu"

"Apa pentingnya lagi cinta kalau sudah begini ha?, kamu pikirin anak kamu. Kamu jangan egois, kamu bakal jadi ibu, pikirin anak kamu yang bakal tumbuh tanpa ayah. Kamu lebih baik menikah dengan andre dibanding kamu harus hidup bersama alana"

"Aku gak akan bahagia kalaupun menikah dengan dia"

"Lalu apa sekarang kamu bahagia?, kamu hamil mengurung diri di rumah, kamu kehilangan teman, pekerjaan, kamu bahkan gak bisa leluasa bersosialisasi dengan siapapun. Ibu juga gak bisa seperti ibu yang lain, mamerin kehamilan putrinya, pamerin cucunya"

"Intinya ibu malu karena aku?" Tanya rianda, ibu terdiam menahan ucapannya.

Bude yang berada di antara mereka pun segera melerai perdebatan mereka, melihat perdebatan mereka yang semakin panas. Bude membawa rianda kembali ke kamarnya, rianda tak sanggup menahan tangisnya, sesampainya di kamar ia menangis tersedu.

"Sudah nak, jangan begini. Nanti kamu stres" bude duduk disisi rianda menenangkannya.

"Akhirnya aku bisa tahu isi hati ibu sebenarnya bude, selama ini aku mikir kalau ibu seperti malaikat yang bisa maafin kesalahan yang aku buat. Tapi ternyata ibu mendam semuanya, seolah terlihat baik"

"Ibu seperti itu karena mentingin kamu, ibu gak mau kamu stres dan drop, bohong kalau ibu kamu gak kecewa, tapi itulah cara ibumu agar kamu tetap berdiri disini sama ibu dan bude" ujar bude.

Bude keluar dari kamar setelah rianda tenang. Bude menghampiri ibu yang membersihkan meja makan. Bude menghela napas berat, ini pertama kalinya ia melihat adik dan ponakannya bertengkar seperti itu.

"Dek, aku rasa lebih baik masalah ini gak diperpanjang" ujar bude sembari membantu meletakkan bekas peralatan makan ke wastafel. Ibu lanjut mencuci piring tanpa menggubris bude.

"Memang alasan dan hubungan mereka gak bisa diterima oleh orang lain, tapi kita sebagai orangtua harus coba pahamin perasaan mereka" lanjut bude, ibu menghentikan kegiatannya dan menoleh ke bude.

"Pahamin perasaan mereka, ini gila kak" jawab ibu

"Tapi dek.."

"Udah deh kak, gak usah ikut campur. Ini urusan ibu dan anak"

Light in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang