32. Gulana

3.8K 360 38
                                    

Besok harinya mereka ke kantor seperti biasa. Mereka bertemu di depan lift, mata mereka bertemu sekilas dan saling mengalihkan tatapan. Sejak pertengkaran itu, mereka tak saling bicara, tak juga bertukar pesan. Saat di kantor pun mereka masih diam.

Rianda tak enak badan sejak kemarin, namun ia merasa masih sanggup untuk bekerja. Ia membuat teh hangat dan memakan biskuit yang ada di pantry, ia tak selera sarapan di rumah karena ia masih merasa mual.

Hari ini rianda ikut meeting bersama alana & risa ke kantor utama. Ia menghabiskan teh hangatnya sebelum pergi, ia merasa teh ini membantu mengurangi rasa mualnya.

Dalam perjalanan tak ada suara di antara mereka. Rianda yang duduk di kursi belakang hanya duduk bersender menatap ke luar jendela. Alana memperhatikan rianda sesekali dari kaca. Ia khawatir namun enggan memulai percakapan.

Meeting berlangsung seperti biasa, mereka selesai saat jam makan siang.

"Kita makan siang dulu sebelum balik kantor"ucap alana ketika mereka menunggu lift yang akan membawa mereka turun. Namun tiba-tiba rianda kembali mual. Alana dan risa memandang rianda serentak.

"Maaf" ucap rianda pergi berlari ke toilet. Risa mengikuti rianda, alana hendak berlari namun menahan kakinya karena disapa seorang karyawan excecutiv mamanya dan diajak bicara.

Rianda kembali memuntahkan semua makanannya, risa menunggu rianda di balik pintu. Setelah mualnya mereda rianda keluar mencuci tangan dan mulutnya. Risa memberi tissue padanya.

"Kamu sakit?" Tanya risa, rianda mengangguk.

"Wajah kamu pucat, pulang aja ya!" Ujar risa. Rianda pun setuju, ia terlalu memaksa dirinya untuk masuk kantor. Mereka pun keluar menghampiri alana yang sudah menunggu di lobi gedung.

Alana menatap rianda yang berjalan ke arahnya, ia memperhatikan rianda yang pucat.

"Bu, kita antar rianda pulang dulu ya" ujar risa

"Risa, kamu ke kantor naik taxi aja bisa?, biar saya aja yang antar rianda pulang" ucap alana, ia ingin punya waktu berdua dengan rianda agar bisa berbicara tentang keadaannya, risa pun mengangguk setuju.

Alana dan rianda jalan beriringan menuju mobil, namun baru beberapa langkah rianda kehilangan keseimbangannya, ia ambruk tepat dalam pelukan alana yang sigap menangkap tubuh rianda. Risa yang masih disana berteriak melihat rianda jatuh, security disekitar berlari membantu alana dan risa.

Alana panik. Ia mengemudikan mobil dengan cepat menuju rumah sakit. Risa juga sama paniknya di jok belakang memangku rianda yang masih tak sadar.

Rianda langsung disambut para tenaga medis di IGD. Alana dan risa menunggu di kejauhan, memberi dokter dan yang lainnya memberi perawatan pada rianda. Alana menggigiti ujung kukunya. Kakinya bergerak gelisah. Ia melihat perawat membawa beberapa alat, mengambil darah dan memasang infus untuk rianda.

Setelah menunggu. Dokter menghampiri alana dan risa.

"Anda keluarganya?" Tanya dokter pada alana, alana tak langsung menjawab. Dokter menoleh ke risa.

"Kita temannya dok" sahut risa

"Untuk sekarang pasien butuh observasi, dan saya butuh berbicara dengan keluarganya" jelas dokter.

"Bagaimana kalau pasien di rawat saja dok, sambil saya hubungi keluarganya"

"Baik, silahkan di urus keperluan rawatnya" ujar dokter lalu meninggalkan mereka.

"Sa, kamu jaga rianda. Biar saya urus yang lain" ujar alana. Ia pun pergi setelah melihat rianda sebentar, hatinya sedih melihat rianda yang berbaring di bed dengan selang infus.

Light in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang