36. Menerima

4.5K 381 18
                                    

Alana dan rianda sudah tiba di depan rumah. Mereka saling menatap tanpa bicara. Ibu dari dalam yang mendengar suara mobil alana pun segera keluar menghampiri mereka.

"Aduh kenapa pada di luar, sini masuk!" Teriak ibu dari teras rumah. Alana dan rianda pun tersadar, mereka segera masuk menghampiri ibu.

"Kenapa pada basah gini?" Tanya ibu. Ibu memeluk dan menggosok bahu rianda.

"Ayo masuk, ganti baju dulu" ujar ibu menuntun rianda masuk, alana pun mengikuti. Ibu memberi handuk pada mereka berdua.

"Sudah sana ganti baju dulu, biar ibu buatin teh" ucap ibu. Mereka pun masuk ke kamar sepeninggal ibu. Alana memperhatikan kamar rianda yang tak berubah, rasanya ia sudah lama tak masuk kamar ini.

"Ini baju ganti kamu" ujar rianda memberi alana piyama. Alana menerima baju itu. Rianda kaget karena alana langsung membuka baju di depannya, ia spontan berbalik badan. Ia pun merasa malu karena sempat tertegun menatap tubuh alana.

"Kamu gak ganti baju?" Tanya alana

"G..g..ganti" ucap rianda beranjak masuk ke toilet tanpa melihat alana. Ia masih merasa malu jika berganti pakaian di depan alana, walaupun mereka sendiri sudah lebih dari saling melihat.

Tok..tok... alana membukakan pintu kamar untuk ibu rianda. Ibu masuk membawa nampan berisi segelas teh hangat, segelas susu dan cemilan.

"Ibu tinggal ya Nak, rianda suruh habisin susunya" ujar ibu sebelum kembali menutup pintu. Alana memperhatikan susu itu, ia yakin bahwa susu itu adalah susu kehamilan.

Rianda keluar dari toilet dengan mengenakan dasternya. Mata alana terfokus pada perut rianda yang membesar. Rianda merasa tak nyaman saat alana menatapnya begitu.

"Minum gih susunya sebelum dingin" ujar alana sembari meminum tehnya. Rianda pun duduk disisi ranjang bersama alana, ia mengambil gelas itu dan menghabiskan susunya.

"Kamu minum susu, ibu dan bude juga pasti sangat baik merawatmu, tapi kenapa kamu malah kurusan?, harusnya ibu hamil itu gemukan" ucap alana, rianda hanya diam memijit tengkuk lehernya.

"Kamu capek?, mau aku pijitin?" Tanya alana, rianda menggeleng cepat.

"Aku baik-baik aja kok" ucapnya. Mereka pun kembali diam.

"Na!"

"Hmm"

Rianda terdiam kembali saat alana menatapnya, ia tak sanggup untuk bicara, ia pun mengalihkan tatapannya.

"Sorry.."

"Maaf..."

Satu kata itu terlontar bersamaan dari mulut mereka. Tatapan mereka semakin dalam, mata mereka berkaca-kaca. Rianda menggigit kuat bibirnya, menahan tangis.

"Aku yang harusnya minta maaf lebih dulu ke kamu Na" ujar rianda bergetar. Rianda menundukkan kepalanya.

"Maaf udah kecewain kamu..." lanjutnya "maaf karena aku gak bisa jelasin apapun ke kamu dari awal, aku marah, aku takut, aku bersalah, aku menyesal, aku terlalu buruk untuk jadi pasangan kamu"

"Jika aku diposisi kamu, mungkin aku akan lakuin hal yang sama" ujar alana menghela napas berat "aku juga menyesal nyerah gitu aja, pergi ketika kamu suruh pergi, andai aku cari tahu. Pasti aku gak akan pergi. Tapi yang berlalu biarlah jadi pelajaran untuk kita Na. Jadi.. cukup untuk merasa bersalahnya, yang terpenting sekarang kesehatan kamu dan kandungan kamu" ucap alana membelai lembut perut rianda.

"Walau tidak sebagai pasanganmu, aku tetap sahabatmu seperti dulu Nda, aku akan selalu ada buat kamu. Jadi tolong, jangan pernah lagi minta aku pergi dari hidup kamu" ucap alana tulus, ia menggenggam erat tangan rianda. Hati mereka tak pernah bohong, ikatan yang mereka punya sejak sekolah dulu tetap sama, mereka nyaman bersama, rindu ketika berpisah.

Light in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang