35. Menyesal

4.2K 405 16
                                    

Rianda menjalani harinya dengan susah, ia banyak mengeluh karena ini hal pertama untuknya. Hamil muda dan kondisi tubuhnya yang lemah sejak awal. Perutnya menolak segala macam makanan, ia juga bolak balik masuk rumah sakit.

Menginjak umur kehamilan 20 minggu, perut rianda mulai membesar. Ibu dan bude sangat memanjakannya, sejak hamil ia banyak diam dirumah. Ia ingin membantu ibu dan bude di warung, namun tak diizinkan. Bahkan sekedar cuci piring pun ia tak boleh. Akibatnya rianda merasa bosan dirumah. Selain itu Ia menyesal tak bisa membantu ibu dan bude dalam ekonomi, ia merasa menjadi beban.

Hal itu dilakukan ibu dan bude tentu bukan tanpa alasan. Rianda sejak awal kehamilan selalu kesusahan karena mual terus-terusan, ia susah makan, berat badannya juga turun banyak. Tiap kontrol ke dokter selalu dinasehati untuk tidak stress dan capek.

Bagaimana tidak stress, tiap sedang merenung dikamar. Rianda selalu menangis mengingat alana. Ia menyesal dan rindu. Sejak hari itu, alana tak lagi datang menemuinya, alana menghilang dari kehidupannya sesuai ucapan rianda saat itu, ia sendiri yang bilang bahwa ia akan lebih baik hidup tanpa alana, namun nyatanya hidupnya jauh lebih buruk dari dugaannya.

Ia melewati minggu ke minggu masa kehamilan dengan susah payah. Ibu dan bude tak selalu bisa menemaninya karena harus bekerja. Ia juga tak punya teman untuk bicara. Tentu saja ia menyembunyikan kehamilannya dari siapapun, termasuk andre sang ayah.

Ia juga menyesal pada bayinya, ia selalu menyampaikan maaf pada kandungannya. Maaf karena tak bisa membanggakannya pada orang, maaf selalu menyembunyikannya, maaf masih menyesali keadaan, maaf karena sebagai ibu ia tak merasa bahagia.

Pagi-pagi rianda merasa bosan, ia pergi ke pasar bertemu bapak tempat ia biasa beli buku. Ia selalu pergi kesana ketika ia bosan atau ketika ia rindu wanita yang menemaninya menghabiskan waktu di tempat ini.

"Bagaimana kabar kamu nak?" Tanya bapak menyambut rianda

"Baik pak" jawab rianda

"Hmm, kamu jangan sering kesini lagi. Perutnya makin gede, kasian nanti kamu capek" ucap bapak mengelus perut rianda

"Gak apa pak, saya selalu senang main kesini" ujar rianda

"Bapak juga gak sabar nih liat si kecil, halo nak?, lagi apa kamu?" Ujar bapak berbicara dengan perut rianda, rianda tertawa kecil melihat tingkah bapak.

Rianda berkeliling dan berhenti diujung rak, tangannya menyentuh jejeran buku dongeng anak. Sekilas ia mengingat waktunya bersama alana disudut rak buku ini. Tanpa sadar ia tersenyum sekaligus sedih.

Usai menghabiskan waktu sejenak di toko buku, rianda lalu berjalan ke taman di ujung pasar. Ia duduk disana melepas lelah. Semilir angin memberinya rasa segar, begitu juga dengan jus yang sedang ia minum. Hari mulai sore, taman juga terlihat mulai ramai. Rianda tersenyum melihat orang-orang disekitarnya yang menikmati waktu santai mereka.

Tiba-tiba rianda merasa otot kakinya mengencang dan sakit. Ia pun inisiatif melepas sneaker yg ia gunakan karna kakinya mulai bengkak. Ia mensejajarkan kakinya sembari mengurut kakinya agar bengkaknya berkurang.

Langit yang semula cerah berubah gelap. Rianda buru-buru hendak pergi, ia memakai sepatunya lagi, tapi ia kesusahan karena kondisi kursi dan tanah sekitarnya yang tak rata. Ia sulit memposisikan tubuhnya untuk mengikat tali sepatunya. Ia berdecak kesal karena mendengar suara gemuruh tanda akan hujan. Rianda pun menyerah, ia akan mencari tempat teduh lebih dulu.

Namun belum rianda beranjak. Saat itu alana sudah berdiri di depan rianda. Bola mata rianda membesar melihat alana, alana menatapnya sekilas lalu menurunkan pandangannya. Perlahan alana berjongkok di depan rianda, ia mengikatkan tali sepatu rianda. Seketika rianda mencium bau parfum alana, matanya pun berkaca-kaca menyadari wanita yang dirindukannya hanya berjarak beberapa sentimeter darinya.

"Kenapa kamu jalan sendirian?, gak baik buat ibu hamil pergi sendirian" ujarnya sambil mengikat tali sepatu rianda. Mendengar suara serak alana membuat rianda berdebar, ia ingin berteriak dan memeluk wanita di depannya ini. Beribu penyesalan ingin ia ungkapkan pada alana, ingin ia bilang maaf berulang-ulang sebagai rasa penyesalannya. Ia telah menyia-nyiakan seseorang yang sangat menghargainya.

"Terima kasih" ucap rianda pelan. Tanpa kata mereka beranjak mencari tempat untuk berteduh karena rintik hujan mulai turun.

Mereka berhenti di teras sebuah cafe yang tak jauh dari taman. Alana mematung memandangi Rianda mengibaskan pakaiannya dan rambutnya yang terkena rintikan hujan. Tatapan mereka bertemu dan bealih seperkian detik, mereka berdua terlihat kaku.

"Mau masuk?" Tanya alana karena hujan mulai deras, jika masih tetap di depan mereka akan terkena tempias hujan. Rianda pun setuju.

"Ah" keluh alana menggosok kedua lengan dengan telapak tangannya. Alana juga merasakan hawa dingin ketika masuk cafe, mereka yang baru terkena rintik hujan tentu saja merasa lebih dingin memasuki cafe yang ber AC.

"Pakai ini" ucap alana melepas blazernya dan langsung memakaikannya ke rianda. Rianda tak menolak, harum parfum dari blazer alana membuatnya senang.

Alana memesan kopi untuknya dan air mineral untuk rianda, alana juga memesan cake untuk rianda. Ini pertemuan pertama mereka setelah berpisah, walau terlihat kaku, keadaan saat ini jauh lebih baik.

Mereka tak ada bicara, mereka hanya duduk berhadapan menikmati waktu sembari menunggu hujan reda. Namun hujan tak kunjung reda, hari mulai malam. Rianda harus segera pulang. Ibu dan bude juga sudah menelponnya.

"Kamu tunggu disini, aku ambil mobil" ujar alana ketika mereka sudah di teras cafe. Alana tak menunggu jawaban rianda, ia segera berlari menuju mobilnya yang ada di parkiran taman. Alana menerobos hujan, ia lari dengan cepat menuju mobilnya.

Rianda gelisah melihat alana berlari begitu, ia tak ingin merepotkan alana lagi. Ia tak akan mungkin tega lakuin itu setelah apa yang ia perbuat ke alana. Setelah berpikir dan menimbang rianda pun beranjak dari cafe, menerobos hujan yang deras menyusul alana.

Alana memarkirkan mobilnya di parkiran cafe, ia meraih payung dan segera keluar menghampiri rianda. Ia panik melihat rianda yang sedang berlari kecil di bawah hujan.

"Rianda!!"panggil alana dengan keras, rianda yang mendengar itu pun berhenti dan berbalik. Ia terkejut karena alana berlari cepat ke arahnya dan hampir menabraknya.

Rianda menatap alana yang mengatur napasnya, ia sudah berlari kesana kemari membuat napasnya cepat naik turun. Wajah dan pakaian alana basah, kini mereka berada di bawah payung yang alana bawa.

"Kamu mau kemana?, kamu mau pergi?, setelah kamu nyuruh aku pergi, sekarang kamu yang mau pergi hah??" Ujar alana dengan marah. Matanya memerah. Rianda berkaca-kaca menatap alana. Bukan karena alana membentaknya, tapi karena hatinya. Melihat alana saat ini membuatnya menyadari bahwa ia sangat merindukan gadis ini, dan sangat menyayanginya. Melihat perlakuan alana membuatnya semakin sadar bahwa benar ia tak pantas untuk alana, tapi bagi alana ia berharga.

Matanya yang semula berkaca-kaca kini berlinang dengan deraian air mata. Alana yang semula marah berubah jadi panik melihat rianda menangis.

"Maaf Nda" ucap alana sadar karena telah membentak rianda. Rianda tak bergeming, ia malah semakin terisak.

"Kamu mau pulang sendiri ya?, ok. Aku pesankan taxi ya. Kamu tunggu, pakai payung ini" ujar alana memindahkan gagang payung dari tangannya ke tangan rianda.

"Kamu jangan kemana-mana, jangan nangis!, sebentar ya" ujar alana lagi. Ia pun beranjak dari hadapan rianda.

"Na!!" Tahan rianda ketika alana sudah berlari beberapa langkah. Alana berhenti dan berbalik. Rianda jalan perlahan mendekat, tatapan mereka menyatu. Rianda masih menangis sesenggukan, mereka kembali berdiri di bawah payung yang sama.

"Kenapa?" Tanya alana lirih. Rianda tak menjawab, ia mengembalikan gagang payung itu ke alana. Wajah alana berubah sedih, ia takut alana akan menyuruhnya pergi lagi. Tapi pikiran itu sirna seketika. Rianda semakin mendekat, ia menenggelamkan wajahnya di dada alana, tangannya pun melingkar di pinggang alana sembari ia nangis sesenggukan disana. Alana tertegun, ia mengerjapkan matanya tak percaya rianda memeluknya. Jantungnya seketika berdebar, ia seperti kembali jatuh cinta dengan orang yang sama.

Light in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang