30. Panas

7.6K 427 3
                                    

Rianda sedang bersiap di kamarnya memilih baju yang akan ia kenakan di liburan singkatnya. Ibu dan bude juga sibuk membantunya. Lagi, rianda mengeluh dengan pakaiannya. Tak ada pakaian yang ia anggap layak dipakai bersama alana, apalagi ini adalah liburan pertamanya setelah sekian tahun hidup.

"Ibu dan bude ada hadiah untuk kamu" ujar ibu mengeluarkan bungkusan.

"Dalam rangka apa bu?" Tanya rianda, ibu dan bude saling pandang dan tersenyum.

"Gak ada, ibu dan bude ada rezeki lebih buat kamu" jelas bude. Rianda pun membuka bungkusan itu, lalu sumringah. Ibu dan bude memberinya dua pasang dress cantik. Ia teriak girang berdiri di depan cermin.

"Aku pakai liburan boleh bu?" Tanyanya, ibu dan bude ngangguk bersamaan.

Hari sudah larut, rianda masih belum tertidur mengingat perjalanannya besok. Karena ini liburan pertamanya pakai pesawat dan keluar negeri, rianda gugup dan antusias.

*****
Pagi-pagi seorang pria yang sangat rianda kenal sudah berdiri di depan rumah. Ia adalah supir keluarga alana, ia jemput rianda dan akan mengantarkan ke bandara.

Rianda semakin gugup ketika sudah sampai di bandara. Tak jauh dari tempatnya turun, ia melihat wanita tinggi di sudut berpakaian serba putih, alana berdiri menyilangkan kedua tangannya depan dada. Kaca mata hitamnya jadi penghalang buat rianda untuk menatap matanya.

"Kamu udah lama?" Tanya rianda, alana menggeleng. Ia menggandeng tangan rianda mengajaknya masuk untuk chek in. Imigrasi mereka pun lancar dan cepat. Kini mereka duduk di ruang tunggu vip, ada beberapa orang menunggu di ruang yang sama. Rianda memperhatikan sekitar, orang-orang ini tampak wajah orang berduit seperti alana.

Tak lama mereka boarding masuk pesawat. Alana tentu saja ambil firstclass, rianda tampak ragu duduk di kursinya. Alana dengan sigap membantu rianda mengenakan seatbeltnya, ia juga menjelaskan beberapa hal agar rianda mengerti.

Rianda mulai gugup ketika pilot beri tahu akan take off. Alana tersenyum melihat wajah rianda yang menegang, ia menggenggam erat tangan rianda.

"Its ok" bisik alana, rianda pun mencoba santai namun menggenggam tangan alana lebih erat. Perjalanan mereka hanya butuh kurang dari 1 jam. Alana senang melihat Rianda menikmati penerbangan dengan hal-hal yang baru ia alami, seperti menikmati makanan yang disediakan pesawat, mencoba menonton film dan mendengarkan musik.

Sesampainya di singapur alana membawa rianda ke pusat perbelanjaan di negara itu. Rianda takjub melihat deretan toko dengan merek terkenal, alana membawanya masuk ke beberapa toko yang mereka lewati. Alana meminta rianda untuk memilih yang ia mau. Tapi rianda selalu menolak, ia tak sampai hati memilih barang di toko itu walau yang termurah sekalipun. Karena baginya harga termurah saja sudah berapa kali lipat gajinya sebulan.

"Sayang, kamu yakin gak mau beli apa-apa?" Tanya alana, rianda menggeleng. Ia merangkul alana dan mengajaknya pergi dari toko terakhir yang mereka singgahi.

"Sayang aku punya uang" ucap alana

"Aku tahu, tapi aku gak butuh apa-apa" balas rianda kembali menarik alana keluar. Alana menggeleng kuat, ia melepas rangkulan alana dan kembali ke barisan tas itu. Ia menunjuk satu buah tas dan wanita yang melayani alana segera mengambilnya. Alana kembali mengitari tas yang di pajang, ia kembali menunjuk satu tas.

"Na, udah yuk" bisik rianda. Alana tak menggubris

"Aku marah loh kalau kamu nunjuk lagi" ucap rianda dengan tegas. Alana berhenti melangkah, ia berbalik menatap rianda yang kesal padanya. Tak ingin liburan mereka kacau, alana pun berhenti. Ia ke kasir dan membayar dua tas yang ia tunjuk.

"Jangan marah, aku cuma mau jadi pacar yang berguna buat kamu" ujar alana ketika mereka sudah di luar toko

"Kamu gak perlu beliin ini itu biar berguna buat aku Na, begini saja cukup" ucap rianda kembali merangkul lengan alana dan menyenderkan kepalanya di bahu alana.

Light in YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang