2 Bulan Kemudian
Buliran air membasahi dedaunan dan rumput di belakang rumah keluarga Alfaranda. Seorang pria kecil berlarian dibawahnya tanpa menggunakan jas pelindung hujan, namun hanya memakai celana pendek berwarna biru laut. Dari kejauhan sang mama mengawasi bersama nanny di bagian rumah yang tidak terkena air hujan.
"Orin, aku bener-bener terima kasih udah bantu mendidik Aldean." Alsha tersenyum melihat Aldean yang berlarian dibawah hujan siang itu.
"Ah Ibu, saya tidak melakukan apapun" Orin menggeleng. "Saya hanya melakukan tugas dari Ibu."
"Tidak" Alsha kini memandang kearah Orin. "Aldean dulu susah berbicara dan gampang takut. Aku senang kamu dapat merubah Aldean secepat itu. Sekarang ia jago mengomel dan ya kejadian kucing dua bulan lalu, wah aku sampai kaget di jalan mendengarnya. Dia tuh takut sama hewan, apalagi yang berbulu gitu. Kok bisa dia kasian sama kucig sampai nangis-nangis."
"Bu, Aldean memang pintar. Saya hanya menemaninya saat belajar dan mengajarinya sedikit."
"Pokoknya aku berterima kasih" ucap Alsha tersenyum kearah Orin.
"Baik Bu, saya juga berterima kasih sudah menerima saya berkerja di keluarga Ibu." Orin tersenyum tipis. "Saya dulu putus asa karena saya tidak dapat pekerjaan dimanapun karena saya hanya mendapat ijazah SMP."
Alsha tahu jika asal-usul Orin yang kurang beruntung, kedua orang tua Orin meninggal saat ia berada di bangku SMA. Saat itu ia tak memiliki apapun, uang yang ia simpan digunakan untuk menutupi hutang-hutang kedua orang tuanya dahulu. Akibatnya ia putus sekolah karena tak lagi memiliki biaya.
"Papa! Sini hujan-hujan ama De!" pekik Aldean saat mendapati kehadiran sang papa.
Alsha yang mendengar Aldean memanggil sang papa lantas menengok ke belakang. Ia melihat Pramudipa sudah berdiri di belakang kursi yang ia duduki sambil melambai kearah Aldean.
"Aldean udah yuk?" pinta Alsha mengambil handuk yang ada di sebelah kiri kursi.
"Dia daritadi?" Tanya Pramudipa yang diangguki Alsha. "Udahan De, nanti masuk angin." ucap Pramudipa bersandar di kursi Alsha sambil mengamati Aldean yang asik sendiri disana.
"Orin, ajak masuk aja langsung mandi air hangat. Aku kedalam dulu." Alsha berdiri lantas mengambil tas Pramudipa. "Ayo Mas, aku siapin baju kamu."
Nanny Orin mengangguk lantas mengambil handuk yang Alsha berikan dan juga payung menyusul Aldean yang masih betah berlarian di taman belakang. Bukannya diam saat Nanny Orin menghampirinya, Aldean malah berlari menjauh menjahili sang pengasuh. Pekikan suara yang keluar dari mulut Aldean membuktikan jika pria kecil itu senang menjahili sang Nanny dibawah guyuran air hujan.
Berbeda suasana di taman belakang dengan kamar Alsha dan Pramudipa, kamar sepasang suami istri itu sangat hening, hanya suara gemerincing ikat pinggang yang baru saja di lepas dan tas kulit yang bertemu dengan meja kayu yang Alsha letakkan.
Sebuah kecupan hinggap di pipinya saat Alsha membantu sang suami melepaskan kancing kemeja yang Pramudipa pakai.
"Apa nih cium-cium" Alsha mendorong pelan perut Pramudipa.
"Kamu kok keliatan cantik sih sayang?"
Alsha mendengus sebal karena ucapan Pramudipa seolah seperti ejekan baginya.
Pasalnya ia baru saja ikut membersihkan storage room dengan Bi Mirnah lalu menunggu Aldean hujan-hujanan. Alsha pun belum mandi sore, ia yakin saat ini wajahnya sedang kusam.
"Ngejek?" ucap Alsha ketus, menarik kasar kemeja Pramudipa lepas dari tubuh kekarnya, menyisakan kaos dalam saja.
"Loh aku serius" balas Pramudipa tertawa kecil melihat wajah sang istri memerah. "Kalau suami lagi muji kamu harusnya kamu seneng dong? Kok malah bilang ngejek. Kamu beneran keliatan lagi cantik-cantiknya Cha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearly Household [✔]
General FictionTentang cerita keluarga kecil Pramudipa Khai Alfaranda (Pram) dan Alsha Bitha Valencia (Acha). vrene | mature (21+) | marriage ©statetruly, 2023.