pt. 35 - airplane [END]

4.6K 189 14
                                    

Bagaikan penumpang di pesawat terbang, Alsha mengenal Pramudipa secara acak dan tak terduga. Ia tak pernah tau siapa yang akan duduk disampingnya nanti saat berada di dalam pesawat, siapa yang akan bersanding dengannya sepanjang perjalan di udara yang memiliki resiko tinggi dibandingkan kendaraan darat lainnya. Karena jika terjadi satu saja kendala, maka sembilan puluh persen keduanya tak akan terselamatkan.

Ia tak pernah menyangka akan berdampingan dengan seorang Pramudipa, pria yang ia temui di bar. Pria yang menjadi ayah dari dua anaknya.

Yang dulu ia pikirkan adalah karir dan menyenangkan dirinya sendiri. Ia tak terpikirkan untuk menjadi seorang ibu dan memilih untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Entah apa dipikiran Alsha waktu itu menerima lamaran Pramudipa, ia memberanikan diri menerima Pramudipa untuk duduk disampingnya selama perjalanan.

Beberapa kali pesawat yang ia tumpangi bergoyang karena terjadi turbulens, disana Pramudipa setia menggenggam tangannya dan berusaha menenangkannya walaupun sebenarnya dalam hati Alsha ketakutan. Alsha sendiri sadar bahwa ia bukanlah wanita yang tegar, ia adalah seorang penakut. Ia takut akan hal buruk akan terjadi.

"Percaya sama aku. Apapun hal buruk yang ada dipikiran kamu itu, ga akan terjadi."

Setelah beberapa jam Alsha merasakan sakit luar biasa, suara nyaring tangisan bayi mungil berjenis kelamin perempuan mengisi ruang operasi di bulan Maret. Beberapa perawat segera mengurus sang bayi setelah berhasil dikeluarkan dari rahim sang ibu. Sementara itu dokter beserta para asisten segera menangani Alsha yang masih lemas setelah berusaha sekuat tenaga mengeluarkan sang buah hati.

"Bayi kita cantik sayang. Kata dokter dia sehat." Bisik Pramudipa sembari mencium pelipis Alsha yang berkeringat. "Terima kasih sudah berjuang" imbuhnya tersenyum memandangi Alsha yang masih terdiam mengatur nafas melalui mulut.

Tepat setelah Alsha kembalui ke ruang inap, ia disambut dengan dekorasi balon berwarna merah muda dan biru muda. Tak hanya keluarganya yang datang, teman-temannya dan teman Pramudipa ikut berada disana untuk menyambut sang bayi.

"Bayinya masih di ruang bayi" Ucap Alsha saat Camilla memberi pelukan padanya.

"Nope, aku cari mamanya." Camilla menangkup wajah Alsha, "Gimana keadaan kamu? Ada yang sakit? Kamu mau apa? Tadi gue ama Rangga beliin pasta kesukaan lo." Imbuh Camilla lalu menunjukkan sebuah box alumunium foil ditengah-tengah box lainnya.

"Mama juga bawain kamu puding sama tiramissu" ucap Alinka.

"Aku juga bawain buah strawberry sama apel, itu baik buat kamu abis melahirkan." Ucap Dahlia tak mau kalah menyodorkan mangkuk keramik.

"Acha, karena aku pikir bakal banyak makanan. Ini aku beliin alat pijat." Ucap Fiona ikut mengerumuni Alsha.

Alsha terharu melihat semua perhatian yang ditujukan padanya. Percayalah saat seorang ibu melahirkan, hal yang pertama kali ia ingin dengar adalah keadaan sang ibu. Tidak muluk-muluk, hanya bertanya soal keadaannya dan men-supportnya akan memperbaiki keadaan mental seorang ibu sehabis berjuang antara hidup dan mati.

"Terima udah luangin waktu buat datang."

Alsha terkejut saat tiba-tiba ada suara derit pintu terbuka begitu pula cahaya dari lorong perlahan terlihat menerangi ruang remang-remang kamarnya. Hal pertama yang Alsha lihat adalah kepala Aldean yang mengintip dengan wajah sayu mengantuk. Aldean yang mengerti sang mama terjaga lantas membuka lebih lebar pintu kamar orang tuanya lalu masuk ke dalam.

"Mama" ucap Aldean lirih, pria kecil itu berjalan sempoyongan setengah mengantuk bak zombie. "Adek bangunin mama?" tanya Aldean saat melihat ternyata sang ibu sedang menggendong sang adik Olivia.

Dearly Household [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang