"I love you" bisiknya sambil mengusap perutnya. "Mama sayang kamu, sayang banget. Maaf ya beberapa hari ini mama banyak pikiran, tapi mama berusaha buat kamu tetap jadi anak sehat di perut mama."
Alsha menaikkan kedua sudut bibirnya, memandang tulus kearah perutnya yang kini jelas terlihat buncitnya. Ini kali kedua Alsha mengandung menjadi seorang ibu untuk anak yang masih dalam perutnya. Mendapat gelar itu tidaklah mudah. Meskipun nyawa menjadi taruhannya, Alsha sangat menantikan kehadiran bayi yang ia lahirkan datang dihadapannya dengan memanggil 'mama'.
"Mama akan disamping kamu terus, jaga kamu, cintai kamu. Hmm apa? Papa?" Telunjuk Alsha menggambar garis abstrak diatas kulit perutnya. "Mama ga yakin bisa terus lama sama papa. Bukan berarti mama ga sayang papa, mama sayang banget sama papa. Tapi kalau papa ga bisa bertahan sama mama, ya mama bakal lepasin."
"Mama ga bisa memaksa orang untuk mencintai mama. Kalau memang sudah ga cinta, mama akan pergi sebelum mama sakit hati. Kamu tau kan gimana sayangnya mama ke papa? Iyakan sayang?"
Alsha terdiam memandang langit-langit kamarnya membayangkan jika nanti ia menghadapi kemungkinan terburuk di keluarga kecilnya.
"Maaf ya sayang, kamu belum ngerti apa-apa udah harus dengerin permasalahan mama. Nanti kalau kamu udah lahir walaupun cuma sama mama kuat ya sayang, mama akan berusaha jaga kamu."
Tok.. tok.. tok..
Pandangan Alsha teralihkan saat pintu kamarnya terbuka, disana ia melihat Pramudipa baru saja muncul dengan kruk di kanan-kiri nya. Akhir-akhir ini Pramudipa memang lebih suka berjalan sendiri dibantu dengan kruk, alasannya memang ia takut membahayakan janin Alsha karena menumpu berat badan Pramudipa yang semakin bertambah.
Bibir Pramudipa melengkung keatas saat mendapati sang istri belum tidur. Setelah lama berbincang dengan Maya dan Laura, dan membiarkan dua wanita itu pulang diantar Bi Mirnah. Pramudipa segera menyusul Alsha yang sudah berada di kamar.
"Oh udah selesai?" tanya Alsha setelah hanya melirik singkat Pramudipa dan kembali fokus ke layar iPadnya.
"Udah" Jawab Pramudipa, dengan senyuman terlukis diwajahnya Pramudipa menyusul keatas ranjang demi memeluk Alsha yang sedang mengusap perutnya. "Kenapa tadi kamu pergi? Aku bilang kan gapapa kamu disana tadi, orang kamu itu keluarga aku, ga masalah kamu tau pekerjaan aku." imbuh Pramudipa.
"Kan tadi dia bilang kalau urusan kerjaan yang sifatnya rahasia. Ya aku pergi lah, aku ga ada kepentingan sama mereka."
"Padahal ga terlalu rahasia juga." Pramudipa mengecup perut Alsha.
"Aku ga mau bikin ribut di rumahku, nada dia tadi aja jelas kalau dia mau ngajak ribut. Aku ga mau bikin mantan kamu itu ga nyaman yang malah nanti berdampak di pekerjaan kamu."
"Heh ga boleh pikiran kayak gitu," bantah Pramudipa. "Mereka bener-bener ngomongin pekerjaan kok tadi, dan—ya memang aku agak kaget karena Maya jadi pindah ke kantorku."
Entah kenapa mendengar nama wanita itu membuat dada Alsha terasa sesak dan sakit. Alshs mengusap sudut matanya yang terasa basah.
"Hei... Kenapa nangis?" tanya Pramudipa menyadarinya.
Alsha menggeleng, air matanya mengalir lebih deras saat Pramudipa bertanya.
Tangan Pramudipa membelai lembut rahang Alsha lalu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.
"Maaf, kamu ga suka ya?" ucapnya memandang penuh kedua mata indah milik sang istri yang menatapnya sendu.
Alsha lagi-lagi menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dearly Household [✔]
General FictionTentang cerita keluarga kecil Pramudipa Khai Alfaranda (Pram) dan Alsha Bitha Valencia (Acha). vrene | mature (21+) | marriage ©statetruly, 2023.