pt. 21 - undangan pernikahan

1.8K 172 18
                                    

Sekali lagi Alsha memutar tubuhnya di depan cermin, dress brokat berwarna biru muda membalut tubuh mungil Alsha. Ia tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin. Sudah lama ia tak memegang alat-alat make-up, biasanya ia hanya memoles wajahnya dengan bedak dan tambahan lip tint. Kali ini ia berdandan lebih dari biasanya dan hasilnya cukup memuaskan.

"Cantik sekali kamu Cha" pujinya sendiri sambil menepuk pipinya dan kembali berputar.

Kemarin saat tiba di Jakarta, Pramudipa mendapat kiriman undangan dari teman kuliahnya dulu yang menikah. Sebenarnya cukup dadakan karena memang keduanya tak sengaja bertemu di sebuah restoran. Untungnya hari pernikahan mereka diadakan tiga hari sebelum Pramudipa berangkat dinas ke luar kota.

"Mas, kok luka?" Alsha terkejut saat mendapati luka di dagu Pramudipa yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Tadi buru-buru cukurnya" Pramudipa meringis lantas menarik tisu yang ada di samping Alsha dan segera menempelkan di dagunya untuk menghentikan pendarahan. "Kamu ada plester ga?"

"Aku ambilin salep luka dulu sebelum di plester"

Alsha segera berjalan keluar kamar. Kotak obat berada di dekat dapur, jadi ia perlu turun terlebih dahulu. Tak lama kemudian Alsha kembali dengan membawa sekotak P3K.

"Kenapa kamu bawa semua?" tanya Pramudipa yang kini duduk di tepi ranjang masih memegangi tisu di dagunya.

"Lukamu harus dibersihin dulu pakai alkohol. Kan kamu ga tau mesin cukur kamu ada bakterinya apa engga." Alsha duduk disamping Pramudipa sambil membuka lebar kotak berwarna putih. "Sini" titah Alsha.

Pramudipa melepaskan tisu dan mengarahkan wajahnya menghadap Alsha.

Di depannya kini hanya terpampang wajah cantik Alsha yang dipoles dengan make-up berbeda seperti biasanya. Kelopak mata sang istri berwarna merah muda dan berkilau, entah apa yang digunakan sang istri tapi kilauan itu menambah cantik mata bambi milik Alsha.

"Rasanya aku ga mau berangkat deh— Auch!" Pramudipa meringis sakit saat Alsha meneteskan alkohol.

Alsha sendiri terkejut mendengar ucapan Pramudipa. Ia menurunkan tangannya menghentikan kegiatan mengobati Pramudipa. "Kenapa ga jadi? Gara-gara ini?" Alsha menunjuk dagu Pramudipa.

"Bukan. Kamu cantik banget. Aku takut nanti kamu ditaksir cowok lain."

Alsha mendengus kesal lantas kembali meneteskan alkohol dan mengusapnya perlahan dengan cotton bud. "Aku memang cantik. Kamu harusnya beruntung kalau aku pilih kamu. Kamu harus pamerin aku."

Pramudipa mengambil tangan Alsha lalu menciumnya lembut. "Jelas, aku dari awal jadian sama kamu kan aku selalu pamerin kamu. Pengangguran kayak aku aja masih ada yang mau. Aku bener-bener bahagia sama kamu Cha."

Hati Alsha mencelos mendengarnya. Tatapan tulus Pramudipa berikan saat mengatakannya. Alsha tak pernah meminta lebih dari Pramudipa, ia hanya ingin sang suami selalu berada disampingnya dan menyayanginya. Terkadang Alsha merasa bahwa dirinya kurang untuk Pramudipa yang selalu memberinya apapun entah itu penting atau tidak penting, ditambah kejadian beberapa bulan lalu sungguh menggoyahkan Alsha. 

Semua perasaan takut dan kecewa memudar saat ia mendengar jika kehadirannya adalah kebahagiaan Pramudipa.

"Maafin aku pernah nyakitin kamu waktu kamu terpuruk, itu beneran ga bakal aku ulangi lagi Cha. Aku akui aku salah. Setelah kejadian itu aku sadar kalau kamu Cha satu-satunya kebahagiaan aku, perasaanku ga tenang lihat kamu marah sama aku dan aku selalu kebayang jika yang aku lakuin itu salah, ga seharusnya aku—"

"Iya udah Mas, udah aku maafin. Aku udah ga butuh penjelasan lagi, aku udah ga mau inget masalah itu lagi. Kepalaku rasanya mau pecah kalau inget itu." potong Alsha sambil menghela nafas kasar.

Dearly Household [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang