19

1.4K 175 8
                                    

Sastra sebenarnya sudah sampai dirumah sakit beberapa menit yang lalu, tapi ia tidak langsung masuk karena menunggu Kavy terbangun sendiri dari tidurnya. Ia tidak tega membangunkan Kavy. Melihat Kavy tidur dengan begitu pulasnya.

Sastra sedari tadi hanya diam sambil memandangi wajah cantik Kavy yang sedang tertidur. Senyuman tipis tak pernah luntur dari bibir Sastra hanya dengan melihat wajah Kavy.

"Lo tidur aja cantik banget Vy, heran gue." Ujar Sastra lirih. Tangannya terangkat untuk merapikan anak rambut yang menutupi wajah cantik Kavy.

Tiba-tiba Kavy mengerjapkan matanya, Sastra pun segera menghalangi cahaya lampu yang menyorot kewajah Kavy menggunakan telapak tangannya supaya tidak terlalu silau saat Kavy membuka matanya.

"Lah udah sampai? Kenapa gak bangunin gue?" Tanya Kavy.

Bukannya menjawab, Sastra malah balik bertanya pada Kavy. "Udah kenyang tidurnya?".

"Hmm. Loh ini kok bukan dirumah gue?" Tanya Kavy bingung.

Kavy mengernyitkan pandangannya menatap sekeliling yang menurutnya malah seperti rumah sakit bukan rumahnya.

Sebelum menjawab Sastra terlebih dahulu membenarkan posisinya yang semula membungkuk menatap Kavy menjadi kembali duduk tegap.

"Ini dirumah sakit, tadi Saka ngasih tau katanya dia masuk rumah sakit. Jadi kita jenguk dia dulu, baru nanti gue nganterin Lo pulang." Ujar Sastra menjelaskan.

Kavy menganggukkan kepalanya mengerti, "yaudah kalo gitu, ayo masuk." Ajak Kavy.

"Kepalanya pusing gak?" Tanya Sastra.

"Nggak, cuma dikit doang." Jawab Kavy.

"Mau minum dulu?" Tanya Sastra lagi.

"Nggak Sastra. Udah ayo masuk" balas Kavy yang sudah jengah dengan sikap Sastra.

"Yaudah ayo".

***

Sastra dan Kavy kini tengah berjalan dikoridor rumah sakit yang sudah sepi. Mungkin karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, jadi sudah jarang orang berlalu-lalang dikoridor. Tadi mereka juga sempat menanyakan pada resepsionis dimana letak kamar Saka, jadi mereka tidak perlu bersusah payah untuk mencari dimana ruangannya.

"Sa kok gue merinding ya" ujar Kavy pelan.

"Kenapa? Takut?" Tanya Sastra.

"Dih siapa yang takut? Orang gue bilangnya merinding kok!" Sewot Kavy.

"Sama aja bogel!!" Ujar Sastra gemas.

Kavy hanya bisa memutar bola matanya malas mendengar panggilan itu terus terdengar dari mulut Sastra. Ia sudah lelah melarang Sastra untuk tidak memanggilnya dengan sebutan itu.

"Kalau takut, sini dong deketan." Sastra berujar sembari tangannya menarik Kavy supaya lebih dekat dengannya.

"Dih. Modus Lo!" Walaupun begitu, Kavy tetap mendekat pada Sastra dan mengapit tangan Sastra dengan manja.

Sastra terkekeh gemas melihat Kavy. Ia mengelus kepala Kavy dengan sayang. Lalu mereka pun melanjutkan kembali langkahnya menuju ruangan Saka. Setelah menemukannya, mereka pun langsung masuk kedalam.

Didalam ruangan hanya ada empat orang, yaitu Saka, Aska, Devan, dan juga Gilang yang merupakan anggota Aodra dari SMA Merah putih. Mereka semua kompak menoleh kearah pintu melihat siapa yang datang.

"Eh, paketu udah dateng!" sapa Aska, "wah ibu bos ikut juga nih." Lanjutnya.

Sastra pun berjalan mendekati para sahabatnya sambil terus menggandeng tangan Kavy. Saat sudah dekat mereka swmua langsung melakukan tos ala pria. Sedangkan Kavy, ia memilih duduk disofa yang tersedia disana.

"Gimana keadaan Lo?" Tanya Sastra saat sudah berada disamping brankar tempat Saka duduk bersila diatasnya. Sastra pun duduk disebuah kursi yang ada disamping brankar.

"Lumayan lah, btw itu si Kavy kok bisa ikut?" Tanya balik Saka.

"Dia tadi abis dari rumah gue, jadi sekalian aja gue ajak kesini." Jawab Sastra.

Saka menganggukkan kepalanya guna menanggapi. Sastra terus memperhatikan Saka membuat Saka mengernyitkan dahinya heran.

"Lo kenapa sih ngeliatin gue sampai segitunya? Jangan-jangan Lo suka ya sama gue?" Seru Saka tiba-tiba.

"Dih! Ngawur Lo!" Balas Sastra.

"Ya lagian, Lo ngapain ngeliatin gue terus?" Sewot Saka.

"Gue heran aja, padahal Lo gak parah-parah amat dah. Kenapa pake masuk rumah sakit segala, belagu lo!" Ujar Sastra santai.

"emang siapa yang ngeroyok Lo Ka?" Tanya Sastra serius.

Mereka semua pun segera mengentikan tawanya saat Sastra sudah dalam mode serius.

"Siapa lagi kalo bukan gengnya si Kevan." Jawab Saka.

"Keknya dia balas dendam karena waktu itu Lo ngehajar si Kevan diclub deh." Ujar Aska.

Sastra berpikir sejenak kemudian menatap Saka dengan raut wajah bersalah.

"Sorry Ka, gara-gra gue malah Lo yang dihajar." Ujar Sastra merasa bersalah.

"Elah, santai aja kali. Masalah ini mending kita omongin lagi nanti, sekarang Lo Anter Kavy pulang aja. Kasian dia kayaknya udah ngantuk banget tuh." Saka berujar seraya melirik Kavy yang duduk disofa dengan mata yang menahan kantuk.

Sastra pun mengikuti arah pandang Saka, ia baru ingat bahwa masih ada Kavy disini. "Yaudah kalo gitu gue anterin Kavy pulang dulu, nanti gue balik kesini lagi".

Sebelum beranjak dari duduknya, Sastra menepuk bahu Saka sekilas. "Sekali lagi gue minta maaf, gara-gara gue Lo yang yang jadi imbasnya".

"Sans aja. Lagian kalo kaya gini doang mah udah biasa gue. Kan gue kuat orangnya" ujar Saka.

"Heleh! Kuat-kuat kok liat jarum suntik doang nangis." Ledek Aska.

"Diem Lo Nyet!" Sinis Saka.

Akhirnya Sastra pun pergi mengantar Kavy pulang kerumahnya.

***

Suasana diruang rawat Saja sangat hening, hanya ada suara dari televisi yang menyala mengisi keheningan ruangan itu. Devan dan Gulang sedang pergi sebentar ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan, sedangkan Sastra masih belum balik dari mengantar Kavy pulang. Jadilah hanya ada Aska dan juga Saka yang asik menonton televisi.

"Kalo gue lihat-lihat, sikap Lo sama Kavy tuh beda banget ya Ka. Jangan-jangan Lo suka ya sama Kavy?" Tanya Aska to the point.

"Nggak lah, ngaco Lo!" Alibi Saka.

"Udahlah gak usah bohong. Kelihatan banget dari cara Lo natap si Kavy aja udah beda." Ujar Aska.

"Kalo iya emang kenapa?" Balas Saka.

"Nggak. Gue cuma mau ngingetin aja, Lo jangan main-main deh sama si Sastra. Lo tau sendiri kan gimana dia kalo udah cinta sama satu cewek." Ujar Aska serius.

"Iya gue tau. Gue gak bakal rebut Kavy dari Sastra kok, gue juga akan berusaha buat buang perasaan ini. Gila aja, gue masih sayang nyawa cuy." Balas Saka.

"Bagus kalo Lo tau." Ucap Aska.

"Kecuali kalo gue khilaf." Kata Saka dalam hati.

***

SastraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang