Terhitung sudah satu Minggu Kavy terbaring koma dirumah sakit, dan sampai saat ini masih belum ada perkembangan signifikan dari kondisi Kavy. Selama itu pula Sastra selalu bolak-balik ke rumah sakit untuk menjaga Kavy, sesekali bergantian dengan orang tua Kavy. Teman-teman Sastra maupun Kavy juga tak pernah absen menjenguknya. Mereka selalu menyempatkan hadir kerumah sakit setelah pulang sekolah.
Selama satu minggu itu pula, sosok dingin Sastra seakan muncul kembali. Ia sudah tidak pernah memperhatikan penampilannya, berbicara jika ada hal yang penting saja, dan untuk tersenyum, seperti Sastra saja sudah lupa bagaimana caranya tersenyum. Sastra hanya akan menampilkan wajah datarnya jika sedang bersama orang lain atau pun para sahabatnya. Memang begitu pengaruhnya Kavy dihidup Sastra.
Sastra sering kali membolos sekolah demi menjaga Kavy bahkan selama ini Sastra jarang pulang ke Apartnya. Ia hanya akan meninggalkan rumah sakit saat sekolah atau saat orang tua Kavy yang menjaga Kavy. Selebihnya Sastra habiskan waktunya dirumah sakit, menunggu Kavy bangun dari tidur panjangnya.
Seperti saat ini, Sastra tengah menemani Kavy seorang diri dirumah sakit. Dengan tangan yang senantiasa menggenggam tangan Kavy yang ia rasa begitu kecil ditangannya, sesekali juga ia mengecupnya dengan lembut. Kavy bingung dengan dirinya sendiri, mengapa ia bisa jadi selemah ini dihadapan Kavy. Melihat Kavy hanya bisa terbaring lemah seperti ini, rasanya Sastra ingin marah. Berhari-hari ia mencoba untuk tidak menangis dihadapan Kavy. Tapi sepertinya Kavy sudah tidak bisa menahannya lagi. Hatinya begitu sakit.
"Kavy." Ujar Sastra lirih.
"Lo beneran gak mau bangun?".
"Lo gak kangen apa sama gue? Ayo dong buka mata Lo, gue kangen liat Lo ngomelin gue lagi".
"Kavy, mimpi Lo indah banget ya? Sampe tidurnya lama banget kayak gini".
"Sayang" lirih Sastra.
Sastra tekekeh hambar sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "Lo pasti seneng kan gue panggil sayang, kayaknya gue emang beneran udah sayang banget deh sama Lo".
"Lo udah berhasil buat gue lemah dihadapan Lo, Kavy cuma Lo, cuma Lo yang bisa buat gue kayak gini." Lirih Sastra serak karena menahan tangis.
"Bangun sayang, gue gak sanggup liat Lo kayak gini terus." Air mata Sastra seketika meluruh tanpa bisa ia cegah. Sudah cukup ia pura-pura kuat didepan semua orang. Hari ini saja, Sastra ingin melampiaskan segala sesak didadanya yang begitu menyiksa.
Sastra segera mengusap kasar pipinya yang sudah dibanjiri olih air mata, ia segera memasang wajah datarnya lagi saat mendengar ada orang yang membuka pintu ruang rawat Kavy. Dan ternyata kedua orang tua Kavy yang datang, mereka tersenyum menatap Sastra yang selalu setia menjaga Kavy.
"Sastra!"panggil Mama.
Sastra hanya menaikan sebelah alisnya menatap Mama yang berjalan mendekati brankar Kavy. Sedangkan Papa ia langsung mengambil duduk disofa yang memang tersedia disana.
"Kamu lebih baik pulang dulu ya, mandi, makan, istirahat dirumah. Biar Kavy Mama sama Papa yang jaga, kamu juga belum pulang kerumah kan" ujar Mama yang melihat Sastra masih berseragam sekolah walaupun sudah acak-acakan.
Sastra tak langsung menjawab, ia memikirkan terlebih dahulu saran dari Mama Sitha. Setelah yakin dengan keputusannya, Sastra pun menganggukkan kepalanya menatap Mama.
"Tapi kalo ada apa-apa langsung telfon Sastra ya Tan." Ujar Sastra.
"Pasti kok!" Jawab Mama.
Sastra hanya menganggukkan kepala menanggapinya lalu segera beranjak dari duduknya, tak lupa ia juga mengecup sekilas kening Kavy yang membuat Mama tersenyum haru melihatnya. Setelah menyalami kedua orang tua Kavy, Sastra pun pergi.
***
Sebenarnya Sastra tak sepenuhnya mengikuti perkataan Mama. Buktinya bukannya pulang ke Apart dan beristirahat, Sastra malah pergi ke markas Aodra untuk menanyakan perihal pelaku yang telah menabrak Kavy.
Tak butuh waktu lama. Sastra kini sudah sampai di markas dan segera turun dari motornya, lalu melangkahkan kakinya memasuki markas yang sedang ramai. Terbukti dengan banyaknya motor-motor yang terparkir rapi dihalaman rumah berlantai dua itu.
"Eh pak bos dateng nih, tumben gak dirumah sakit? Pasti kangen kan sama gue?" Sapa Aska yang pertama kali menyadari kedatangan Sastra.
Sastra tak menggubris perkataan Aska, ia langsung mendudukkan dirinya disofa. Sedangkan anggota yang lain hanya tersenyum sekilas menatap sang ketua sebagai sapaan lalu kembali melanjutkan kegiatannya masing-masing.
"Gimana keadaan Kavy?"tanya Saka pada Sastra.
"Masih sama" jawab Sastra datar.
"Eh, btw Lo gak mandi berapa hari si Sa? Dandanan Lo udah kayak gembel yang ada dilampu merah anjir!" Ucap Aska menelisik penampilan Sastra uang begitu memprihatinkan baginya.
"Gak usah bacot! Gue kesini cuma mau nanya. Kalian udah tau siapa yang nabrak Kavy?" Tanya Sastra to the point.
"Kok pada diem?" Tanya Sastra lagi.
"pelakunya Dinda yang waktu itu ribut sama Kavy dikantin." Sahut Devan tiba-tiba.
Sastra mengepalkan tangannya dengan raut yang begitu menyeramkan, bahkan Aska saja sampai bergidik ngeri melihat ekspresi Sastra saat ini.
"Anjing! Dia belum tua siapa gue." Geram Sastra dengan tatapan elangnya.
"Lo tenang Sa, biar Dinda kita aja yang ngurusin. Lo mending fokus jagain Kavy dirumah sakit." Ujar Saka.
"Gak perlu Lo kasih tau pun gue akan ngelakuin itu, lagian gue gak sudi nyentuh orang yang udah ngusik milik gue. Gue punya cara sendiri buat ngehancurin dia, tanpa perlu ngotorin tangan gue." Ujar Sastra seraya tersenyum miring.
"Kalo perlu gue bakal hancurin keluarga dia sampai ke akar-akarnya." Lanjut Sastra.
Tiba-tiba ponsel Sastra berdering, Sastra segera mengangkatnya setelah mengetahui bahwa Mama nya Kavy lah yang menghubunginya.
"halo." Sapa Sastra.
"....."
"Saya segera kesana!" Balas Sastra.
Sastra langsung buru-buru beranjak dari duduknya. Tapi sebelum Sastra pergi, Saka terlebih dahulu menahan pergerakan Sastra.
"Kenapa?" Tanya Saka penasaran.
"Kavy udah sadar dan sekarang gue mau ke rumah sakit." Jawab Sastra.
"Gue ikut!" Balas Saka.
Sastra hanya menganggukkan kepalanya menanggapi lalu mereka berempat pun segera pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi Kavy.
***
Sastra sampai berlari-lari dikoridor rumah sakit untuk bisa sampai lebih cepat keruangan Kavy. Bahkan teman-temannya pun tertinggal jauh dibelakangnya.
Sastra membuka pintu dengan kasar, dan benar. Kavy nya sudah sadar. Ia tengah duduk bersandar dibrankar dengan suster yang tengah memeriksa infus disamping Kavy, Sastra tersenyum menatap Kavy, sedangkan Kavy hanya menatap kosong kedepan tanpa membalas senyumnya.
Sastra tak memusingkan hal itu, ia segera berjalan mendekati brankar Kavy.
"Kavy akhirnya lo sadar juga." Ujar Sastra yang tidak mendapat respon dari Kavy.
"Gimana? Ada yang sakit?" Masih tak ada respon apapun dari Kavy.
Sastra tak menyerah, ia lebih mendekatkan dirinya pada Kavy.
"Lo butuh sesuatu gak?" Tanya Sastra lagi. Dan berhasil, akhirnya Kavy mau menatap Sastra, namun dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Lo siapa?" Tanya Kavy.
Deg.
***