Sastra kini sudah selesai mandi dan berpakaian santai. Setelah selesai mengeringkan rambutnya, Sastra segera keluar kamar untuk menemui Kavy yang entah sedang apa.
Sastra menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Kavy yang tengah berbaring dengan santai dikarpet berbulu sembari menonton televisi ditemani dengan minuman soda milik Sastra.
"Ekhemm, serasa dirumah sendiri ya Bund." Ujar Sastra menyindir.
Kavy menyengir tanpa dosa menatap Sastra, dan Sastra hanya bisa memutar bola matanya malas melihat kelakuan Kavy. Ia lalu segera bergabung dengan Kavy duduk bersama.
"Tumben-tumbunen main kesini, mau ngapain emang?" Tanya Sastra heran.
Kavy langsung menatap sinis Sastra, "lah emangnya kenapa? Gak boleh? Yaudah gue balik!".
Kavy pun segera beranjak dari duduknya namun Sastra tidak tinggal diam, ia segera mencekal tangan Kavy supaya Kavy tidak bisa pergi.
"Aelah, gitu aja ngambek si Yang." Rajuk Sastra.
Sialan! Kenapa harus panggilan itu si, Kavy lebih baik dipanggil Bogel saja dari pada seperti itu. Karena hanya dengan dipanggil Sayang oleh Sastra, bisa membuat jantung Kavy serasa sedang marathon.
Kavy pun segera memalingkan wajahnya kearah lain untuk menutupi rona merah yang mulai muncul di pipinya. Ia sengaja berpura-pura merajuk untuk mengerjai Sastra.
"Lagian emang salah kalo gue mau main ketempat pacar gue sendiri?" Sahut Kavy lirih.
"Iya-iya, Lo gak salah. Gue yang salah disini. Udah dong jangan ngambek gitu." Ujar Sastra lembut, lalu tangannya terangkat menarik Kavy lebih mendekat padanya dan memeluknya erat.
"Padahal gue kesini bela-belain gak sarapan dulu biar bisa sarapan bareng Lo, tapi respon Lo malah kayak gini." Ujar Kavy dramatis.
Sial! Alay banget gue anjirr!!
Kavy mati-matian menahan diri untuk tidak tertawa. Untung saja Sastra tidak bisa melihatnya, karena Kavy menyembunyikan wajahnya di dada bidang Sastra.
"loh, jadi Lo belum sarapan? Terus ngapain pake minum soda segala?" Sastra berujar datar sembari melepaskan pelukannya pada Kavy dan menatap Kavy tajam.
"Siapa suruh di kulkas Lo gak ada cemilan apa-apa cuma ada minuman doang, jadi gue ambil aja." Sahut Kavy santai.
"Kavy Lo sadar gak sih? Ini masih pagi mana Lo belum sarapan. Udah gak usah diminum lagi!" Ujar Sastra tegas.Tangannya segera menjauhkan semua minuman yang ada dihadapan Kavy.
"Duh, mana didapur gak ada bahan makanan apa-apa lagi!!" Ujar Sastra frustasi.
"Santai aja kali bang, gue udah bawa makanannya kok." Sahut Kavy.
"Masa? Perasaan dari tadi Lo gak bawa apa-apa deh." Balas Sastra heran.
Kavy termenung sejenak, "lah iya ya! Barang bawaan gue pada kemana ya?" Ujar Kavy heran.
Sastra pun gak tahan untuk tidak meraup kasar muka Kavy yang sedang terbengong-bengong itu. "Ya elah udah tua si, jadi pikun." Ledek Sastra.
"Heh! Tua'an Lo ya dari pada gue. Enak aja bilang gue tua!" Balas Kavy sewot.
"Terus dimana Lo naro makanannya Sayang?" Ujar Sastra gemas.
"Sebentar, gue inget-inget dulu." Kavy berfikir sejenak, "oh iya. Kayaknya ketinggalan dimobil deh!" Lanjutnya.
"Yaudah gue ambil dulu ya kebawah." Baru saja Kavy hendak berdiri namun Sastra lebih dulu mencekal tangannya.
"Eh gak usah, ntar Lo capek bolak-baliknya. Biar gue suruh satpam aja yang ngambil, siniin kuncinya." Pinta Sastra.
"Ceilah perhatian banget deh abangnya." Kavy tersenyum tidak jelas menatap Sastra.
"Najis Vy" ujar Sastra menyentil dahi Kavy pelan.
Senyum Kavy langsung luntur seketika, ia pun segera menyerahkan kunci mobilnya pada Sastra dengan kasar. Sastra pun segera menerimanya dan berlalu untuk mencari satpam yang bisa ia mintai tolong.
***
Sekarang Kavy dan Sastra tengah sarapan bersama diruang tamu sembari menonton televisi. Ah ya tadi Sastra juga sekalian minta tolong pada satpam yang mengambil barang bawaan Kavy untuk sekaligus membelikan berbagai cemilan untuk Kavy supaya ia bisa betah berlama-lama di apartnya.
Sastra tampak sangat menikmati masakan buatan Kavy, buktinya ia begitu lahap menyantap nasi gorengnya. Dan membuat Kavy tersenyum senang.
"gimana Sa? Enak kan nasi goreng buatan gue?" Tanya Kavy antusias.
"Hm! Lumayan." Sahut Sastra acuh, tangannya terus memasukkan nasi gorengnya kedalam mulut dengan tergesa-gesa.
Kavy hanya memutar bola matanya malas menatap Sastra, "bikin pacar seneng dikit, bisa gak sih?" Ujar Kavy kesal.
Sastra langsung tersenyum geli menatap Kavy, "bercanda sayang, nasi goreng nya enak banget malah. Nanti kapan-kapan bikinin gue lagi ya." Ujar Sastra seraya tersenyum manis.
Kavy bahkan sampai dibuat menahan napasnya sejenak melihat senyuman Sastra yang begitu manis itu.
Sastra!! Gue karungin juga Lo ya!!
Kavy hanya menganggukkan kepalanya guna menanggapi Sastra, lalu mereka pun kembali melanjutkan sarapannya denga tenang. Setelah selesai sarapan, Kavy pun segera mencuci peralatan yang ia dan Sastra gunakan tadi. Sedangkan Sastra hanya berdiri bersandar meja pantry menonton Kavy melakukan pekerjaannya dengan cekatan.
"Vy, gue serasa udah punya istri tau. Liat Lo kayak gitu" ucap Sastra tiba-tiba.
"plis deh! Kurang-kurangin dulu halunya mas." Sarkas Kavy.
"Lo kenapa sih, setiap gue ngomongin kayak gini, respon Lo selalu kagak gak mau?" Jawab Sastra lesu.
"Kita berdua tuh masih sekolah Sastra, ngapain pake ngomongin hal kayak gitu segala. Lagian emang Lo punya apa buat nafkahin hidup gue, hah?" Ujar Kavy realistis. Bukannya Kavy tidak mau, tapi Kavy diumur mereka yang masih muda ini terlalu jauh untuk membicarakan hal seperti itu. Menurut Kavy menikah itu harus ada persiapan yang matang, entah itu diri kita ataupun finansial kita untuk hidup kedepannya.
"Heh! Walaupun gue masih sekolah, tapi gue udah bisa kalo cuma buat nafkahin Lo sama anak-anak kita nanti. Gue itu calon CEO perusahan terbesar se Asia kalo lu lupa." Balas Sastra tak mau kalah.
"iya-iya, percaya deh yang calon CEO muda." Sahut Kavy malas. Kavy pun kembali melanjutkan pekerjaannya.
Suasana hening sejenak...
"Sa iketin rambut gue dong, ribet banget nih." Pinta Kavy menoleh kebelakang untuk menatap Sastra.
Sastra tak langsung menyahuti perkataan Kavy ia seperti tengah menimang-nimang sesuatu. Setelah itu baru ia melangkah mendekati Kavy hingga kini sudah berada tepat dibelakang Kavy.
"Mana iket rambutnya?" Pinta Sastra dan Kavy segera menyodorkan pergelangan tangannya yang terdapat ikat rambut berwarna hitam.
Sastra pun segera mengumpulkan rambut Kavy menjadi satu lalu mencepolnya asal. Setelah semuanya beres Sastra tak langsung menjauhkan tubuhnya dari belakang Kavy, ia terpaku sejenak.
Sialan, ternyata bener kata Saka, Lo kalo diginiin malah tambah cantik Vy. Mana lehernya Mulu banget anjir!!
"Vy, leher Lo mulus banget dah, jadi pengen gue tandain".
***