13. Execution

44 1 0
                                    

Happy reading 🌻

Dalam sebuah mobil box mereka sejak tadi menyimak layar di hadapan mereka, menampilkan punggung Diga yang masih sibuk bekerja.

Sudah selama seminggu Anton terjebak di dalam mobil box itu. Anton memiliki ide untuk memasang kamera di dalam kantor Diga dan meminta akses untuk seluruh cctv yang berada di kantor pria itu. Berencana memantau Diga dari jauh, untuk mengetahui kapan Zidan akan datang dan disaat itu dia akan menangkapnya.

Galang sudah sangat muak berada pada posisi ini, dimana mereka hanya berada di ruangan sempit ditambah tidak ada perkembangan apapun di monitor.

"Ini masih lama? Gue mau jajan es cekek dulu,"

Anton menahan pergerakan Galang. "Kalo lo keluar kita ketauan,"

Kepala Leo rasanya sebentar lagi akan pecah menghapi tinggah Galang."Disini gak ada es cekek, mending lo diem sebelum gue tinju deh," Ancam Leo sembari menunjukkan kepalan tangannya.

"Besok gue gak ikut deh, bosen banget gak ada ps,"

"Tidur aja lo sono di apart, biar di coblos jantung lo pake anak panah," Usir Leo.

Galang mendengus."Lo kata pemilu pake coblos,"

Diga hanya bisa geleng-geleng kepala dengan kelakuan sahabatnya, meributkan hal apapun memang sudah menjadi kebiasaan Galang sepertinya.

Pukul 23:00 Diga masih berkutat dengan pekejaannya, seisi kantor kini sudah kosong, hanya tersisa dirinya. Diga memerintahkan seluruh karyawamnya untuk pulang pukul 17:00, hingga Zidan masuk ke dalam kurungan.

Pintu ruangan Diga terbuka paksa, menampilkan pria tinggi, dengan setelan seluruhnya hitam, ditambah masker dengan warna senada. Pria itu berdiri di bingkai pintu, menggenggam pistol di tangan kanannya.

Jantung Diga mendadak berdetak dua kali lebih cepat, meski sudah memperisiapkan situasi tersebut tapi dirinya tidak bisa berbohong jika khawatir akan keselamatannya. Tidak membiarkan lawan membaca raut khawatirnya, Diga mengembangkan senyumnya, seolah menyambut teman bukan musuh, meski tau nyawanya kini tengah di ujung tanduk, meski tau jika dirinya kini juga takut.

"Long time no see,"

Ketiganya menatap layar monitor serius kini, sejak tadi Anton tidak melihat ada siapapun yang masuk ke kantor, itu artinya Zidan sejak pagi bersembunyi diantara para karyawan. Bahkan rencana pria itu lebih rapi dari dirinya.

"Anjir. Lo ketemu musuh Ga, bukan meet and great,"

Diga terkekeh, menyilangkan satu kakinya. "Lo repot-repot kabur cuma buat nemuin gue? So sweet,"

Anton mengambil hate disampingnya, memberi arahan. "Semuanya di posisi masing-masing,"

Melihat Diga akan bangkit dari posisinya, Anton kembali memberi instruksi. "Ga, jangan bangun. Lo tetap di posisi,"

DORRR!!!

Saat Diga lengah, pria itu terlebih dahulu melepaskan satu peluru. Diga tersungkur kebelakang dari kursinya, pisol itu tepat mengenai dada pria itu. Cairan merah mewarnai kemejanya yang semula berwarna putih.

"DIGAAAA,"

"Ga jawab gue Ga,"

Tidak ada jawaban dari pria itu, semuanya hening. Menyaksikan itu semua membuat mereka panik, sedih, marah semuanya menjadi tidak karuan.

"ANJING," maki Leo sembari membuka pintu mobil.

Anton lagi-lagi menanahan siapapun yang akan turun dari mobil, jika mereka turun dan bernasib sama dengan Diga, usaha mereka akan sia-sia. "Lo mau kemana?"

Alysa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang