9 : The Leaving

541 51 10
                                    

Ada melangkahkan kaki keluar kamar masih dengan usaha mengeringkan rambut basahnya setelah keramas. Selain terkejut karena mendapati dirinya yang bisa tertidur cukup lama, ia juga sedikit tersentuh ketika mendapati handuk dan kaus berwarna navy tersampir rapi di depan pintu kamar mandi seolah memberi pesan untuk segera membasuh tubuhnya yang semalaman bekerja keras.

Ada berhenti untuk memindai sejenak apartement yang sudah dua kali ia kunjungi ini. Tirai-tirai penutup jendela ceiling to floor telah dibuka dan tertambat rapi di tempatnya, sangat berbeda dengan tirai di dalam kamar yang tadi ketika ia bangun masih tertutup rapat. Serta terdapat beberapa pot tanaman hias berupa daun pachira dan calathea di sudut-sudut jendela.

Ada berjalan mengitari ruang tamu yang berisi sofa-sofa berwarna abu, sebuah meja kaca, dan satu single couch berwarna merah di sudut ruangan yang berbatasan langsung dengan sliding door ke arah balkon. Sungguh bukan gaya Leon sekali,pikir Ada namun tiba-tiba hatinya menghangat ketika ia menyadari bahwa Leon mungkin sengaja menghadirkan satu warna merah diantara perabotannya yang didominasi monokrom. Ada melangkah lagi menuju meja kabinet di samping single couch yang diatasnya tersusun beberapa pigura berisikan foto-foto Leon.

"So cute, handsome"

Lalu ia melangkah ke tujuan awalnya, dapur. Ia melihat sesuatu menempel di pintu lemari pendingin, Ada menghampiri dan mendapati kalau itu adalah pesan dari Leon.

"Hey, madam. I have a lil work at office but it wont take much time, I promise. Enjoy your breakfast, or brunch, maybe? I prepared salad for u, inside. Just wait me home, I'll buy you some pizza.

Kiss your sexy lips, and neck, and shoulder, and omg I have to run to kiss you again after write this,
-Your handsome Agent

Ada terkikik geli sekaligus tersipu malu. Ia jadi membayangkan bagaimana tadi Leon menciumnya dengan hati-hati karena tidak ingin membangunkan dirinya. Lagi-lagi Leon dengan segala tingkah aneh lelaki itu mampu membuat Ada tersenyum senang. Ia segera membuka lemari pendingin yang hanya terdapat satu wrapped bowl berisi salad dan banyak botol air mineral.

"Aku menduga pasti tadi dia buru-buru membuang semua sampah di lemari pendingin ini, he is so funny"

Ada mengambil mangkuk berisi salad itu, lalu menuang kopi dari coffe machine untuk ia bawa ke single couch. Ia duduk dengan menyilangkan kaki sembari menikmati brunchnya.

Ada merasa aneh, ia memang tidak jarang makan sendirian sambil menatapi langit di rumahnya, tapi mengapa rasanya berbeda. Seolah-olah beginilah hidup seharusnya. Tidur yang panjang, pesan hangat dari seseorang yang tidak membahas tentang pekerjaan, dan makan dengan tenang hanya untuk menunggu seseorang pulang membawakan pizza.

Ada menyelami perasaan baru yang sedang menghinggapinya, hampir-hampir ia merembeskan air mata haru namun sayangnya terdistraksi suara yang ia benci, PDA*nya. Satu detik. Dua detik. Lima detik. Ia mencoba mengabaikannya, namun di detik ke enam ia berlari untuk mengambil alat itu. Setidak ingin apapun dirinya untuk membuka alat yang memuat informasi mengenai pekerjaan baru, Ada tidak bisa mengingkari prinsipnya. Pekerjaan akan selalu menjadi nomor satu di hidupnya, begitulah ia hidup selama lebih dari 15 tahun ini.

Ada keluar dari kamar Leon mengenakan pakaian lengkap dengan menarik koper kecil yang kemarin ia bawa. Ia menengok kearah mangkuk yang isinya masih banyak karena tadi ia baru makan dua sendok. Ada hendak pergi namun ia tidak bisa. Ia berlari mengambil mangkuk salad, lalu memakannya secepat yang ia bisa dengan hati pedih. Dengan segera ia membawa mangkuk dan cangkirnya ke sink, mencucinya sebelum benar-benar keluar dari apartement Leon.

"Sorry, Leon"ucap Ada ketika mulai melajukan mobilnya.

-
Senyum Leon semakin lebar setelah berkasnya diterima Hunnigan. Ternyata pekerjaannya selesai lebih cepat dari yang ia perkirakan, ia jadi mengurutkan apa-apa saja yang nanti bisa ia lakukan dengan Ada di apartement.

"Kamu terlihat berbeda, Leon?"tegur Hunnigan yang sedari terheran-heran dengan wajah Leon yang terlalu berseri-seri.

"Huh? Perasaan aku tidak mengubah penampilanku,"

"Maka dari itu, ini mencurigakan! Cepat katakan! Apa yang membuatmu begitu berseri-seri hari ini?"cecar Hunnigan hingga ia menggeser kursinya mendekati Leon.

"It's not your bussines. Sudah aku mau pulang dannn...tidur siang,"

Hunnigan mencegah Leon pergi. Rautnya semakin terlihat curiga. Ia tersenyum mengejek lalu bibirnya bergerak menyebutkan satu nama.

"Close your mouth, Hunnigan!"bisik Leon panik berusaha memastikan kalau tidak ada yang mengetahui apa yang baru saja Hunnigan katakan.

"Okay! You owe me tomorrow breakfast, lunch, and dinner, Leon! Titip salam untuknya! Ingat, manfaatkan waktu dengan baik, mungkin nanti tiba-tiba saja kuberi bertita buruk!"ejek Hunnigan sekali lagi ketika Leon berjalan keluar ruangan.

Walaupun sempat panik, sekeluarnya Leon dari ruangan control office, tempat dimana Hunnigan bekerja, ia kembali tersenyum lebar. Ia bahkan bisa bersiul girang ketika berjalan menuju basement untuk mengambil mobil.

Apartement Leon hanya berbeda satu blok dari gedung tempatnya bekerja, biasanya Leon lebih suka berjalan kaki karena jaraknya yang sangat dekat, namun tadi pagi ia memutuskan untuk membawa mobil karena ia ingin pergi ke suatu tempat dulu sebelum pulang.

Ia mengarahkan mobilnya ke chinatown yang dapat ditempuh sekitar 10 menit dari kantornya. Tadi ketika ia berangkat ke kantor, tiba-tiba saja ia berbikir kalau makan pizza terlalu biasa. Leon ingin memberikan Ada kejutan, hingga ia terpikir untuk membeli pho dan dimsum yang terkenal di chinatown.

Setelah membungkus beberapa makanan dari chinatown, Leon bergegas melajukan mobilnya untuk kembali ke apartement. Sungguh, ini baru beberapa jam namun dirinya sudah rindu perempuan itu.

"Kira-kira dia sudah bangun belum ya? Kalau sampai belum, aku punya cara yang ampuh untuk membangunkannya"kikik Leon.

Leon sangat bersemangat. Ia sampai berlari dari tempat parkir hingga unit apartementnya. Walaupun sedikit kewalahan ia tetap bersemangat membawa banyak makanan ke kitchen island, tidak menyadari bahwa heel hitam di rak sepatu sudah menghilang.

Setelah meletakkan semua makanan, Leon berjalan perlahan menuju kamarnya. Ia menduga bahwa perempuannya belum lah bangun, hingga ia sangat bersemangat untuk melancarkan aksi membangunkannya. Namun ketika ia buka perlahan pintu kamarnya, ia hanya menemukan ruangan lenggang. Matanya membulat, dan jantungnya mulai berdetak cepat.

Ia menolak asumsinya, sehingga segera berlari kecil ke kamar mandi, dan ternyata kosong. Ia hanya menemukan kaus dan handuk yang tadi pagi ia sengaja siapkan sudah masuk basket pakaian kotor. Pakaian Ada pun lenyap, padahal tadi sedang ia jemur. Leon panik. Ia berlari mengitari seluruh apartement. Nihil.

Leon mencoba memindai sekali lagi, mencoba mencari barangkali ada pesan yang perempuan itu tinggalkan, namun nihil. Apartementnya benar-benar kosong tanpa sedikitpun tanda yang menunjukkan kemana Ada Wong. Leon mengambil handphonenya, masih enggan menyerah, ia menelepon nomor Ada, namun sudah tidak tersambung.

"Ada"desah Leon lemah.

Ia berjalan menuju makanan yang ia beli dari chinatown, lalu membuang semuanya ke dalam tempat sampah. Tubuhnya bersimpuh lemas. Leon lagi-lagi ditinggalkan tanpa sedikitpun penjelasan.

-
1080 words
260723
Gale

*segini dulu ya, kalau mood barangkali besok bisa update lagi

*segini dulu ya, kalau mood barangkali besok bisa update lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Si paling hobi kabur-kaburan🥹🧎‍♀️(cr. Ada Wong archive)

Resident Evil Angsty LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang