16 : The Connection

471 38 9
                                    

Di dalam ruangan yang temaram, mata lelaki berambut pirang itu tiba-tiba terbelalak karena gerakan kecil di sebelahnya. Ia mudah terlelap, namun juga mudah terbangun karena biasanya ia berada di tempat yang mengharuskannya untuk selalu siap siaga. Gerakan perempuan yang merangsek ke dalam pelukannya sering kali membuatnya terkejut, seolah ia masih berada di tempat-tempat berbahaya namun ketika mendapati wajah damai di hadapannya tengah tertidur pulas Leon kembali tenang.

Leon merasa sedikit dongkol karena setiap ia sudah terbiasa tidur dengan bersama Ada, ia harus kembali ditugaskan di tempat yang tak dapat menjangkau perempuannya dalam waktu yang lama. Hingga dirinya harus selalu kembali menyesuaikan kebiasaan tidur.

Entah Leon sadari atau tidak, hal itu nyatanya juga dialami oleh perempuan yang kini masih lelap. Namun bagi Ada, pelukan Leon adalah obat bagi segala mimpi buruknya selama ini. Sekalipun ia mudah terbangun karena gerakan kecil lelaki itu, ia juga mudah untuk kembali terlelap hanya dengan menyerukkan tubuh kecilnya ke dalam dekapan Leon atau sebaliknya.

Leon mengamati kedua mata sipit yang sedang tertutup rapat di hadapannya. Mata yang dinaungi alis dan bulu mata lebat. Lalu turun ke hidung yang tidak terlalu mancung, terkesan mungil namun sangat proposial di wajah perempuan itu. Hingga tatapannya berhenti di bibir yang dulu pertama kali menyapanya terlebih dahulu, untuk memperkenlkan rasa hangat. Leon tersenyum. Ia usap pipi pucat perempuannya menggunakan ibu jari.

"Ngghh...Jam berapa ini?"suara serak menyapa Leon disertai gerakan, namun mata sipit di hadapannya belum terbuka meski bulu matanya sudah bergerak kecil.

"Hmm...Masih jam 3 pagi. Tidur lagi, hm?"Ada merangkulkan tangannya erat. "You too?"sahut perempuan itu tanpa bersusah payah membuka matanya.

Leon masih menikmati kedekatan mereka. Suasana hati Ada entah mengapa sedang baik, hingga perempuan itu tidak malu untuk berperilaku manis ataupun manja. Ada seperti sudah benar-benar dapat Leon taklukkan.

"Kenapa memperhatikanku?"tanya Ada tiba-tiba dengan mata yang terbuka sepenuhnya. Bola matanya terarah tepat ke bola mata Leon, seperti sedang menyapa dan hendak kembali merayu.

"Kamu cantik"puji Leon dengan menyarangkan satu kecupan di pipi Ada. Ada memutar bola matanya, namun bibirnya sedikit tertarik, menandakan perempuan itu sedang salah tingkah namun berusaha menutupinya. "Omong kosong"jawabnya.

"Ada, bolehkah aku meminta sesuatu?"

Perempuan itu mengernyitkan dahi sebelum bergumam, "Hmm?"

Leon mendudukan tubuhnya sehingga selimut tebal yang menutupi ketelanjangan mereka pun tersingkap. Lelaki itu menyingkirkan selimut mereka sepenuhnya hingga dapat melihat badan telanjang Ada dari atas sampai bawah.

"Hmm...Untuk masalah 'itu' kenapa kaku sekali? Bukankah biasanya—"ucapan Ada terhenti ketika menyadari tatapan Leon bukan terarah ke tubuh telanjangnya, melainkan menatap satu titik. Satu titik yang ketika Ada amati membuat dirinya tidak nyaman. Ia angsurkan tangannya untuk mengusap pundak kanannya.

"Apa yang—"

"Jangan ditutup. Aku hanya ingin melihatnya"

"Leon"desah Ada tidak nyaman ketika Leon menyingkirkan tangannya namun perempuan itu tidak menolak.

"Boleh aku menciumnya?"pinta Leon. Ada menatap pias dan di dalam hatinya bertanya, untuk apa? namun akhirnya ia hanya bungkam. Lama ia diam, hingga anggukan kecil yang terlihat ragu membuat Leon bergerak mendekat.

Tatapan lelaki itu lembut menitik ke dalam netra Ada Wong, lalu teralih pelan ke arah tonjolan kecil di pundak kanannya, sebelum kembali fokus ke matanya. Bibir hangat Leon mengecup luka itu dengan lembut, sekali. Entah mengapa tiba-tiba saja lelaki itu terpejam lalu memeluk erat tubuh Ada yang masih berada di bawahnya.

Resident Evil Angsty LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang