[40]When We Reveal The Truth

474 30 19
                                    

Seneng gak ada notif apdet?
18+
Baiknya tidak dibaca pas puasa, tp serah sih, wkwk

Matahari masih terang benderang, jam menunjuk ke angka 11. Entah ini kemenangan bagi siapa, tapi Ada dan Leon telah berhasil memenangkan banyak waktu untuk mereka berdua, setelah banyak hal yang terjadi. Mereka bergelung di ranjang, Ada menumpukan kepalanya di atas dada Leon, mendengar detak jantung lelaki itu.

Mungkin untuk benar-benar berhenti dari dunia yang selama ini mereka jalani akan sulit, tapi mereka sudah saling memahami bahwa mereka berhak hidup dengan nyaman dan berbahagia. Mereka berhak merasakan apa yang orang-orang juga rasakan.

"Bagaimana rasanya mengandung buah cinta kita?" Leon mengusap rambut hitam yang sedikit berantakan di dadanya. Kepala itu sedikit mendongak, hingga mata mereka saling bertemu.

Ada memindah kepalanya hingga kini terbaring nyaman di atas lengan Leon. Perempuan itu tersenyum, lalu mengusapkan tangannya pada pipi lelakinya. "Luar biasa. Gugup tapi sangat menyenangkan,"

"Eum, aku kesusahan. Dia usil sepertimu, suka sekali membuatku kelimpungan di pagi hari. Tapi anehnya aku jadi merasa tidak sendirian lagi sejak itu. Tiap pagi kami akan berjemur di balkon, karena dengan begitu dia akan tenang seharian. Terkadang, dia begitu merindukan dirimu, jadi mau tidak mau aku harus membuang gengsi untuk dekat-dekat. Padahal sebenarnya mana sudi aku begitu," lanjutnya.

Leon terkekeh pelan. Ia kecup puncam kepala perempuan di hadapannya. "Dia tahu bagaimana menjatuhkan harga diri seorang Ada Wong yang punya ego setinggi langit. Dia memang anakku,"

Ada tiba-tiba menunduk karena merasa dadanya masih berdesir mendengar Leon mengklaim janin yang ia sembunyikan dari lelaki itu dulu. Leon mengangkat dagu perempuan itu, lalu menggeleng pelan. "Kita sudah berjanji, tidak akan menangisi ini lagi," Leon berusaha menguatkan perempuannya. Tidak, mereka tidak boleh rapuh lagi. Mereka harus terus bergerak maju, bukan?

Gerak tangan Ada menarik Leon mendekat, memeluknya. Ia berusaha bernafas perlahan, dalam pelukan lelaki itu. Berusaha kembali memahami bahwa ia harus berhenti menyalahkan dan membenci dirinya sendiri. Leon membalas pelukannya lebih erat.

"Kamu tidak perlu mengikhlaskan dendammu, Ada. Bukan semata karena anak kita, tapi karena semua rasa sakitmu pantas untuk sembuh. Jika balas dendam adalah harganya, aku akan mendukungmu bagaimanapun nanti jadinya. Aku yakin, kita berdua bisa mengalah—"

"No, Leon. Listen, I have lived in this world for many years and I know exactly how this world ran. It's darker than we thought. Sekalipun rasanya mampu, orang-orang seperti Benjamin terlalu jauh untuk digapai. Benar katanya, ada kekuasaan yang lebih besar yang bahkan tidak pernah bisa kita bayangkan dibalik ini semua," Ada mengurai pelukan, lalu tidur terlentang. Matanya menatap langit-langit kamar, mulai kembali mengurai semua.

"Sejak kegagalan misi balas dendam kemarin, hingga harus mengorbankan anak kita, aku jadi menyadari sesuatu. Kita tidak pernah benar-benar tahu siapa musuh, dan apa yang yang sebenarnya kita perangi selama ini, karena barangkali semua ini juga rekayasa orang-orang di atas sana. Aku berhenti karena balas dendam terbaik adalah dengan tidak kembali tenggelam dalam permainan mereka,"

Ada menelengkan muka ke samping, membalas tatapan Leon yang sangat khusyuk mendengarkannya. "Mulai sekarang, aku akan bekerja dan hidup untuk diriku sendiri," Leon teesenyum, entah mengapa merasa bangga dengan pilihan perempuannya.

"Ah, jadi Ada Wong akan segera pensiun dari dunia peragenan rahasia ini?"

"Cih, siapa bilang?"

"Terus apa maksudnya?" sewot Leon bingung dengan maksud dari kalimat panjang calon istrinya itu. "You better learn again, Rookie,"

Resident Evil Angsty LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang