[30] When We Got Emotional

387 37 28
                                    

.
- When We Got Emotional-
.
-
Maaf banget aku lupa kalo kemarin tiba-tiba udah hari Jumat aja😭 Eh kebablasan sampai hari ini, mian
-

Leon mengecupi pundak telanjang yang semalam secara sekilas ia rasa terdapat cukup banyak luka. Kali ini luka-luka tersebut dapat ia lihat dengan jelas berupa bilur-bilur kemerahan yang terbentuk dari gesekan benda yang memiliki permukaan kasar. Leon mengusap pelan luka-luka itu dan mengecupinya satu persatu.

"Banyak sekali lukanya. Kamu terjatuh berapa kali?"

Ada mengangsurkan tangan kirinya untuk menarik tangan kanan Leon yang masih mengusapi luka goresan di pundaknya, lalu mengecup tangan itu lama. Ada memundurkan badannya hingga bisa bersandar di dada Leon dan melingkarkan tangan Leon ke pinggangnya.

"I am fine, you have already checked it, right?" balas Ada dengan gurauannya. Leon mendengus lalu tertawa kecil.

Leon memeluk Ada dengan erat dari belakangan, lalu menumpangkan kepalanya ke pundak Ada. Mereka tengah berendam di bathtub yang hanya berjarak beberapa senti dari shower box tempat mereka baru saja bercinta.

Mereka saling diam, namun koneksi mereka tetap terjalin melalui hembusan nafas yang saling menghela dengan tenang, juga melalui detak jatung mereka yang saling bertaut, serta gesekan kulit mereka di dalam rendaman air hangat yang terasa sangat normal bagi hidup mereka berdua. Kehidupan yang seharusnya sangat tidak mungkin untuk mereka dapatkan.

"Tidak bisakah kita hidup normal seperti ini, Steph?" desah Leon lirih di ceruk leher Ada, merasakan ketegangan yang tiba-tiba terasa dari tubuh perempuan dalam pelukannya.

Ada menyingkirkan tangan Leon dan beranjak keluar dari bathtub, mengambil handuk yang tersampir di dekat wastafel. Ia keluar dari toilet dan kembali lagi setelah mengenakan bathrobe lalu mengangsurkan satu lainnya ke Leon.

"Wake up, I know you have to go," Ada segera berlalu, meninggalkan Leon yang hatinya terasa sedikit tercubit karena Ada tak memberinya waktu sejenak saja untuk berandai-andai. Leon beranjak menyusul Ada yang tengah sibuk mengenakan pakaian di walk in closet.

"Steph," panggil Leon.

"Stop, Leon. Please!" pinta Ada lirih dengan tangan yang sibuk mengacingkan kaitan strapless branya.

"Jangan gunakan nama itu,"

Leon tidak bisa tidak terkejut. Ia masih ingat betul bagaimana perempuan itu dengan bersemangat menceritakan tentang nama aslinya ketika mereka kembali bertemu setelah perpisahan pahit yang lalu. Juga tentang beberapa waktu yang sudah Leon habiskan untuk membiasakan diri sesekali memanggil nama asli perempuan itu,  yang akan dihadiahi senyuman lebar dan kecupan tiga kali di pipinya.

"You like it,"

"No, no, you loved your name. Your real name,"

"Leon, please," pinta Ada dengan wajah yang tegang seperti tengah berperang melawan perasaannya sendiri, yang entah sedang memperdebatkan banyak hal di kepalanya karena kalimat sederhana yang sempata Leon ucapkan.

"Kenapa?" tanya Leon. Ia masih memperhatikan setiap gestur kecil yang Ada lakukan. Leon merasa aneh, karena Ada seperti bukan Ada. Entah mengapa, kali ini raut wajah perempuan itu dapat mudah sekali ia baca. Perempuan itu tengah resah, terhadap sesuatu yang besar.

"Aku hanya lelah," jawab Ada sembari memutar tubuh untuk memunggungi Leon, seolah-olah ia sibuk memilih baju padahal ia hanya tak sanggup untuk menatap Leon. Pikirannya kembali carut marut mempertimbangkan misi balas dendam atau terus hidup dengan tenang bersama Leon.

Resident Evil Angsty LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang