[39] When We Are on The Borderline

419 31 26
                                    

.
- When We Are on The Borderline-
.
-
Hola, we are back! Dah siap ber angst-angst an? Let's go!
-

Tubuh Ada terbaring di atas hospital bed yang berada di klinik pribadi yang terletak tepat di depan unitnya. Selang bening tertancap di tangan kirinya yang kurus dan pucat. Selang lain yang tersambung dengan tabung oksigen menempel di hidungnya diiringi gerak nafas yang perlahan. Sementara itu, dua orang lelaki tengah berdiskusi serius tidak jauh dari ranjang.

"Dia overdosis anti-depresan," jelas Dr. Freeman. Leon menelengkan kepalanya, terkejut. "A-anti-depresan? Se-sejak kapan Ada mengonsumsinya?"

Jawaban Leon malah membuat Dr. Freeman juga terkejut. "Kamu tidak tahu? Hmm, aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa, Leon. Sama seperti terakhir kali kita bertemu, aku tidak akan menceritakan apapun yang bukan kewenanganku, karena jika Ada menyembunyikannya darimu, ia pasti punya alasannya sendiri,"

Leon berbalik. Ia berjalan mendekati ranjang tempat Ada berbalik. Matanya menatap wajah yang tengah terpejam dan nampak lemah itu. "A-apakah..." Leon menghela nafasnya, berat sekali pertanyaannya.

"Apakah itu berarti, Ada sedang mencoba untuk...huh," ucapannya terhenti. Leon tidak sanggup meneruskan pertanyaannya, namun Dr. Freeman menangkapnya dengan baik. "Hmmm, aku tidak berpikir Ada orang yang seperti itu," Lelaki tua itu berjalan mendekat, berdiri di sisi lain ranjang ikut memandangi perempuan yang sudah ia anggap anaknya sendiri.

"Dia memang pernah beberapa kali meminta untuk meningkatkan dosisnya. Ya, kuperbolehkan dengan catatan hanya di waktu-waktu dimana dia sudah tidak sanggup menahan gejolak di dirinya sendiri yang mungkin bisa membahayakan dirinya. Itupun hanya satu butir. Selama ini, ia tidak pernah melanggarnya,"

Leon duduk lemas di kursi yang berada di samping ranjang. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan pucat milik Ada, membawanya dalam dekap. Ia merapalkan nama Ada lirih, berharap perempuan itu segera sadar. "Itu berarti Ada tengah kesakitan. Sangat kesakitan," simpul Leon.

Dr. Freeman bergerak memperhatikan infus yang tinggal seperempat. Tangannya kembali bergerak membuka mata Ada, mengecek pupilnya. "Leon,"

"Sungguh, aku tidak ingin ikut campur di dalam hubungan kalian. Tapi, yang aku inginkan setelah puluhan tahun menjadi satu-satunya orang yang dia miliki, hanyalah melihat Ada hidup dengan nyaman dan bahagia. Anak ini memendam terlalu banyak hal sendirian, dan dia tidak sadar bahwa dia sedang menyakiti dirinya sendiri-,"

"-Aku tahu, pasti sangat sulit bagimu memaafkan apa yang terjadi dengan janin yang dikandung Ada, tapi dunianya terlalu rumit untuk dengan mudah menerima keberadaan janin itu. Aku tidak ingin membelanya, aku hanya ingin kamu tahu bahwa sebenarnya Ada tidak pernah benar-benar membenci kehamilannya. Dia mencintainya, sebesar mencintai dirimu,"

Ruangan itu lenggang, hanya suara mesin ekg yang terdengar. Leon merasakan nyeri ketika masalah yang selama beberapa waktu terakhir ini membuatnya sedikit menjauh dari Ada dibicarakan. Masalah yang belum pernah ia dan Ada buka, apalagi selesaikan.

Leon kembali memutar ingatan, tentang malam-malam dimana Ada yang merangsek memeluknya namun ia balas seadaanya lalu ketika perempuan itu tertidur, ia akan melepas pelukan mereka. Atau ketika Ada yang mengajaknya bersantai sambil menonton film, ia akan mencari berbagai alasan.

"Padahal kita sudah saling berjanji untuk memulai lagi hubungan ini dengan benar. Sesulit itu mempercayaiku, hingga membuatnya menahan sendirian seperti ini. Hingga kita saling menyakiti lagi,"

Resident Evil Angsty LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang