[38] When We Have a Deep Talk

347 24 17
                                    

Mata Leon membulat sempurna mendengar jawaban dari perempuan yang lebih muda 7 tahun itu. Namun belum sempat Leon menyanggah, mengomentari, atau bereaksi apapun, Bella sudah kembali berbicara.

"Jawaban seperti apa yang kamu harapkan, Le? Aku yakin kamu lebih tahu jawabannya, ketimbang aku. Yeah, but, you just deny it because your ego,"

Leon bungkam. Wajahnya baru saja serasa ditampar dengan keras. Saat ini ia bahkan tak sanggup membalas tatapan juniornya, hingga hanya bisa menunduk lalu menghela nafas kasar. Ia tidak menyangka, juniornya yang sehari-hari terlihat tidak pernah serius bahkan senang sekali menggodanya dengan hal-hal konyol bisa berkata demikian tepat.

"It's not that easy," balas Leon lirih pada akhirnya.

"Why don't you make it easy? Kamu mengakui kalau ini permasalahanmu dengan pasanganmu? Woah, tidak menyangka orang sepertimu punya pasangan juga, kasian sekali orang itu,"

"Memang apa yang salah denganku?" Leon bertanya tidak terima. Bella memincingkan mata sebelum terkekeh. "Kamu mungkin manusia yang baik, Le, tapi belum tentu kamu pasangan yang baik juga. Kulihat-lihat, kamu cukup ceroboh menghadapi perempuan, hehe, maaf,"

"I mean, listen, di dalam hubungan itu kita harus selalu bertukar peran dan posisi. Terkadang kita harus sabar sebagai seseorang yang menunggu, tapi terkadang kita harus menjadi seseorang yang bergegas mengejar dan berlari. Kita harus pandai meletakkan posisi, begitu kan, Senior? Biasanya, aku yang harus mendengarkanmu begini begitu, mengomel ini dan itu. Tapi ternyata ada waktu seperti ini, waktu dimana aku yang berbicara panjang lebar, dan dirimu hanya mendengarkan dengan perasaan kacau seperti habis aku kuliahi," imbuh Bella.

Perempuan itu lalu berdiri. Arah pandang Leon ikut bergerak karena terkejut dengan gerakan tiba-tiba di tengah perbincangan serius mereka.

"Ah, aku bukan tipe orang yang suka berbincang serius. Lebih baik lupakan apa yang baru saja aku katakan, dan mulailah cari wanita baru," ucapnya sembari mengangkat cup kopinya, lalu beranjak tidak lupa senyuman penuh tanda tanya yang membuat Leon semakin berpikir keras.

"You better move, Mr. Kennedy! Kutunggu sandwich dan obrolan menyenangkan seperti biasanya, besok pagi!" teriak Bella dari pintu kafetaria. Leon seketika tersadarkan, ia bangkit dan bergegas ke tempat dimana ia seharusnya berada: di sisi Ada.

***

Ada bergelung lemah di atas ranjang. Kepalanya pening, mungkin efek terlalu banyak meminum wine malam ini. Perutnya terasa tidak nyaman, namun tidak sampai membuatnya harus berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Ada bahkan lupa dia seharian ini sudah memasukkan makanan apa saja.

Ada tengah menerka-nerka bagaimana jika sejak awal dia tidak gegabah membenci bayinya. Apakah Leon akan bahagia? Oh tidak, yang benar adalah apakah dirinya akan bahagia? Ia menghela nafasnya berat. Kenapa semua penyesalan harus ia rasakan sepedih ini? Dirinya sungguh lelah.

Lamunannya terdistraksi suara derit pintu. Ia bergerak pelan, enggan merespons apapun, meskipun ia tahu, lelaki yang ia kira tidak akan kembali malam ini datang. Mungkin karena ia tidak memperkirakan kedatangan pria itu, sehingga ia bingung harus berbuat apa dengan kondisinya yang menyedihkan saat ini.

Sebuah pelukan bersarang di pinggangnya, disertai kecupan ringan di pipi. "Drunk?" sapa suara berat yang entah mengapa terasa kembali hangat setelah beberapa waktu terakhir. Ada hanya menggumam. Lelaki itu memutar tubuh Ada, ingin memastikan wanitanya baik-baik saja.

Resident Evil Angsty LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang