Bab 33

624 74 20
                                    

Jake terpaku pada paper bag yang tergeletak di atas meja di ruang kerja pribadinya usai pulang dari kantor Lagom. Saat ditilik isinya ternyata sebuah sweter yang pernah dipinjamkan kepada seorang gadis yang sempat mengisi relung hati dan pikiran Jake. Tidak ada satu surat terselip di dalam sana saat dia bertanya ke pegawainya mengapa bukan gadis itu saja yang datang. 

"Saya ndak tahu, Pak," ujar pegawainya bernama Gede. "Tapi, kayaknya dia lagi ada masalah cuma saya ndak berani tanya."

Masalah? Masalah atau karena gadis itu terlalu gengsi mengaku salah? cibir Jake dalam hati. 

"Oh ... oke, nggak apa-apa. Matur suksma, Pak!"

Namun, berlembar-lembar kenangan indah seketika tumpah ruah tanpa henti seperti jutaan bintang memenuhi galaksi. Bagai orang yang baru mengisap kokain, euforia yang dirasakan Jake mengantarkannya ke suatu tempat di mana momen-momen menakjubkan bersamanya berputar. Hingga tanpa sadar ada segelintir rindu mencoba menelusuk masuk, mendobrak-dobrak berusaha menghancurkan pintu hatinya yang tertutup rapat. 

Dia menyandarkan diri ke sandaran kursi seraya menengadahkan kepala mengamati langit-langit ruang kerja bercat putih berhias lampu kristal yang menggantung rendah. Sudah berapa lama sejak kejadian itu? tanya Jake dalam hati. Dia mengira akan ada permintaan maaf secara langsung dari Anna mengingat neneknya sempat kritis akibat ada pembengkakan di saluran napas juga tekanan darahnya menurun drastis. Tapi, hingga detik ini pun gadis itu masih setia bersembunyi di balik dinding rumahnya alih-alih datang tuk mengaku salah. 

Beruntung beberapa hari mendapat perawatan intensif, Barbara berangsur pulih dan Jake meminta agar neneknya segera kembali ke Tuscany. Bukan bermaksud mengusir Barbara melainkan Jake tidak ingin ada hal-hal buruk terjadi lagi pada wanita tua itu. Lagi pula, sudah ada dokter pribadi yang lebih berkompeten memberikan pengobatan maupun mengecek kesehatan Barbara daripada Anna.

Anna. 

Entah mengapa Jake terasa asing menyebut namanya, padahal dulu satu kata itu berhasil melambungkan hati hingga ke langit. Bagaimana suara dan iris mata cokelat yang berapi-api terhadap sesuatu selalu menarik minat. Belum lagi wangi tubuh wood, fruity, dan vanila khas milik Anna menjadi aroma favoritnya sampai enggan beranjak dari ceruk leher jenjang gadis itu. Namun, sekarang setelah kejadian nahas tersebut, semua menjadikannya berada di tempat berbeda. 

Ada gelombang emosi perlahan-lahan merangkak memenuhi darah saat Jake ditarik melintasi lorong waktu di mana Oslo menyalak kencang tuk memberitahu bahwa Barbara tergeletak tak berdaya seraya tersengal-sengal kehabisan napas. Tentu saja hal tersebut mengejutkan Jake dan buru-buru membawa neneknya ke rumah sakit terdekat sembari menghubungi si pembuat onar. 

Di sisi lain, bongkahan-bongkahan sebesar meteor seolah-olah menyempal dada Jake selama berhari-hari. Apa pun yang dilakoninya seperti tak lantas membuat hatinya lega. Kadang tiba-tiba kerisauan datang lalu menghilang beberapa detik dilanjut rasa benci menjalar cepat ke ubun-ubun padahal tidak ada yang menyulut amarah. 

Dia mencoba menghilangkan perasaan tersebut, menghabiskan waktu untuk berolahraga sekadar mengalihkan pikiran tapi tetap saja perasaan itu terus membayang. Tak berhenti di sana saja, gelenyar tak mengenakkan itu juga mengganggu malam-malamnya sampai tak bisa beristirahat tenang meski dibantu obat tidur. 

Alhasil, tubuhnya mudah lelah, fokusnya mudah terpecah, dan emosinya gampang terpancing hanya karena masalah sepele. Sekeras mungkin dia mencoba mencari jawaban tentang apa yang membuatnya dilanda gelisah. Namun, tidak ada satu petunjuk yang melegakannya. 

Apakah ini tentang Anna? batin Jake mengetuk-ngetukkan jemari di permukaan meja. 

"Jake?" 

Suara lembut Barbara membuyarkan lamunan panjang Jake. Wanita tua yang mengenakan setelan kasual berwarna cerah tersebut melempar senyum tipis seraya berjalan masuk ke dalam ruang kerja cucunya. Lantas mendudukkan diri di sofa bergaya tuxedo berbahan kulit yang senada dengan interior modern ruangan ini. 

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang