Bab 19

929 73 9
                                    

Bila pertanyaan tersebut dibalik, mungkin Jake juga tidak dapat memberi jawaban pasti. Sesungguhnya masalah ini juga sudah lama berputar-putar dalam benaknya sampai tidak bisa mengantarkan Jake ke dalam ketenangan malam. Setiap kali memejamkan mata, pikirannya akan terpecah belah seolah-olah dunia memaksa Jake untuk memilih mana yang pantas menjadi mahkota hati. Di satu sisi, dia teringat bahwa ada cincin yang mengikat dirinya bersama Aria, perempuan yang selama tiga tahun ini telah menjadi tunangan Jake atas dasar kesepakatan bisnis antara keluarga Luciano dan Rogmana.

Jalan yang dipijaki Jake tak lagi mulus semenjak Anna hadir dalam hidupnya. Rasa kesetiaan yang dijunjung tinggi kepada Aria kini mulai goyah bagai diombang-ambing ombak sebelum karam membentur karang. Jujur saja, selama 38 tahun hidup sebagai pria berpikiran konservatif, belum pernah dia merasakan perasaan menggebu-gebu seperti ini. Bagaimana dia begitu ingin memiliki perempuan lain selain Aria.

Orang bilang, hubungan jarak jauh akan selalu dihadapkan berbagai masalah terutama kepercayaan dan komitmen. Awalnya Jake menyangkal, menyebut dirinya tidak mudah tergoda oleh pesona perempuan-perempuan lokal. Menganggap hanya Arialah yang bisa membuatnya mabuk kepayang.

Sekarang, apa karena kesombongan Jake, dia dijejali karma? Pertemuannya bersama Anna nyatanya tidak bisa berhenti pada satu hubungan formal, melainkan berlanjut hubungan-hubungan yang terkesan intim yang hanya bisa dirasakan oleh mereka berdua. Bagaimana sorot mata Anna penuh semangat dan gairah terselubung itu menarik Jake dari zona nyamannya. Bagaimana suara dan tawa Anna berhasil meluluhkan Jake. 

Dia meremas tangan di bawah meja masih terus mengamati dan menanti jawaban apa yang akan keluar dari bibir sensual Anna. Namun, dia bisa merasakan percikan-percikan hasrat yang mereka nyalakan mulai menemukan ujung, bahwa hubungan yang dicoba dijalani sebagai pertemanan 'normal' nyatanya tak bisa berjalan sesuai harapan. 

"Nggak ada yang bisa menebak ke mana kehidupan manusia, Jake," jawab Anna menimbulkan kerutan di kening Jake. Gadis itu memotong ikan nila yang diolah dengan cara dipepes dan dibungkus daun pisang sebelum disajikan di atas piring keramik yang cantik. Tak berani membalas tatapan penuh tanda tanya yang dilayangkan Jake padanya.

Pertanyaan menjebak macam apa itu! Dia mau aku nyatain cinta? rutuk Anna gemas.

"Tapi, kamu setidaknya tahu keputusanmu sendiri," balas Jake masih ingin mencari-cari maksud tersembunyi dari jawaban Anna. 

Kalimat itu terlalu abstark dan tak terjangkau. Dia ingin memastikan ke mana tujuan hubungan pertemanan ini bagi Anna. Apakah itu salah? pikir Jake. Makanan di depannya tak lagi menarik minat dibanding kalimat-kalimat yang meresahkan hati. Dia melipat kedua tangan dan menyandarkan diri di kursi tak melepaskan tatapan selidik dari gadis itu. 

"Pertemanan yang dibumbui cinta akan rusak, Jake," tukas Anna. Ada sorot kesedihan terpancar dari iris cokelat yang memantulkan bias cahaya lampu di restoran Batukaru. Ekspresi cerianya mendadak lenyap berganti kegundahan yang menyakitkan. Dia menundukkan kepala, mengamati makannya dalam diam kemudian memandang Jake dan berkata, "Aku ... nggak mau seperti itu. Apalagi ... kamu sudah punya Aria. Kami adalah perempuan dan aku tahu rasanya diselingkuhi."

What?

Jake menyipitkan mata tak terima. Dia mencondongkan tubuhnya dan tahu kalau ucapan Anna sekadar bualan di bibir. Tidakkah gadis itu sadar bahwa sekarang banyak perempuan yang saling melempar pisau demi mendapatkan satu pria? Apa dia mencoba sok suci?

"Tapi, ada sesuatu yang terjadi di antara kita, Anna," ujar Jake merendahkan suaranya. "Sesuatu yang nggak bisa kita padamkan sekali pun kita sudah berusaha keras." 

"Aku nggak berani bilang," timpal Anna menggelengkan kepala pelan seraya menggigit bibir bawahnya. "Aku takut."

"Anna." Jake hendak menarik tangan Anna namun dihindari gadis itu.

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang