Bab 3

2.7K 176 17
                                    

Jake menutup sambungan telepon usai memberikan beberapa gagasan kepada ayahnya terkait aksi turis yang meresahkan. Dia berpikir, kalau perlu membatasi jumlah tur wisata juga memasang pagar kawat di kebun anggur yang ada d Tuscany, Italia. Selama ini, Jake tahu Fabio selalu membebaskan kedatangan mereka selama musim panas berlangsung sampai tanpa sadar peluang itu dimanfaatkan orang-orang jahil untuk mencuri anggur yang siap panen. Namun, jika Fabio masih menginginkan kedatangan orang asing untuk menarik konsumen mencicipi olahan anggur terbaik Tuscano, maka perlu adanya tindakan khusus dengan menyortir berdasar paspor mereka.

"Itu tidak masuk akal menurutku, Jake," ucap Fabio menolak tegas ide anaknya. "Mereka pasti protes dan mengecam karena merasa dibatasi akses untuk berkunjung ke sini. Aku tidak mau rating kita turun."

"Jadi, apa jalan keluarnya kalau kita tidak memberi peraturan ketat, Papa?" tandas Jake mengetuk-ngetukkan jemari kiri di atas meja kerja. "Sejak kemarin Nonna sudah mengeluh banyak hal tentang para pencuri itu. Kurasa kalau Papa tidak tegas, mereka akan semena-mena lagi."

"Akan kupikirkan, Jake. Tapi, aku lebih suka idemu yang pertama. Sementara kami di sini membatasi jumlah kedatangan mereka. Aku kasihan kepada petani-petani kami yang kewalahan menghadapi orang-orang berkepala batu itu."

Dia menghela napas panjang sekadar mengisi rongga dadanya yang terasa sesak harus turun tangan untuk membantu permasalahan di Tuscany. Selanjutnya Jake menyandarkan punggung ke kursi seraya memejamkan mata merasakan pembuluh darah di pelipis berkedut-kedut. Di satu sisi, beruntung anak perusahaan Tuscano yang dipimpin Jake tidak pernah ada masalah. Mungkin turis-turis lokal maupun luar negeri lebih menjaga adab dan tata krama mengingat setiap sudut yang ada di Bali itu dikeramatkan. Apalagi orang asing mungkin lebih menjaga sikap bila tidak ingin dideportasi. 

Lagi pula, tur wisata kebun anggur yang diberikan Jake menyuguhkan fasilitas petik buah dan mencicipi olahan Lagom yang sudah menjadi wine. Jadi, tidak mungkin kan kalau mereka mendadak rakus sampai ingin mengenyangkan perut mereka sendiri?

Jam Patek Philippe klasik Calatrava berlapis emas dan bertali kulit buaya kecokelatan di tangan kiri Jake menunjukkan pukul 10.30. Dia ingat kalau harus bersiap-siap menemani Barbara berkeliling kebun anggur yang ada di Buleleng. Kemarin malam, neneknya berkata ingin melihat sejauh mana perusahaan Lagom berkembang sejak kebun seluas lima puluh hektar tersebut dibeli Fabio tahun 1988 lalu. Selain itu, dia juga menambahkan kalau tak sia-sia juga anaknya datang ke Indonesia untuk mengepakkan sayap bisnis turun-temurun keluarga Luciano di samping menikahi salah satu perempuan cantik di sini.

"Kau selalu datang ke sini setiap tahun, Nonna," timpal Jake saat makan malam. "Perubahannya adalah ekspor kita makin meningkat. Lagom mendapat penghargaan di Hongkong tahun lalu kan?"

Barbara mengangguk seraya mengacungkan jempolnya bangga. "Tapi, aku tidak bosan mengamati kesuksesanmu, Jake," puji Barbara. "Kau adalah nyawa Lagom."

"Tanpa petani dan karyawanku, aku bukan apa-apa, Nonna," kilah Jake tak ingin besar kepala.

Dengan mengendarai Audi R8 hitam pekat yang memesona di bawah terik mentari Sanur, Jake membawa Barbara melintasi jalanan lengang  di Bypass Ngurah Rai sebelum berakhir ke jalan Ir. Soekarno sejauh 19 kilometer. Butuh waktu sekitar tiga jam agar bisa tiba di tujuan karena lokasi kebun anggurnya berada di area pedesaan Sanggalangit. 

Barbara berkomentar bahwa Bali adalah rumah kedua yang menurutnya tidak akan pernah bosan untuk disinggahi. Cuaca cerah hampir sepanjang tahun, keramahtamahan penduduk lokal yang begitu hangat, lingkungan asri, sampai surga tersembunyi turut disuguhkan Bali. Di samping itu, Barbara menyebut jika semua makanan penuh bumbu khas Bali ini benar-benar memanjakan lidahnya tanpa henti. Manalagi banyak anjing-anjing Kintamani yang lucu-lucu dan penurut seolah-olah sudah saling mengenal lama ketika Barbara menyapa. Hingga sekarang, Barbara masih suka mengunjungi tempat-tempat suci dengan segala sejarah di baliknya dilanjut duduk berdiam diri atau melakukan yoga. Tempat mana lagi yang bisa memberikan kemewahan seperti Bali? pikirnya. 

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang