Bab 12

1.5K 116 9
                                    

"Halo!" sapa Barbara begitu ramah ketika akhirnya bertemu tatap dengan seorang gadis manis yang mengenakan crop top putih yang kontras dari kulit eksotisnya. "Om Swastiastu, Anna."

Anna menjabat tangan Barbara yang terasa lembut seraya menarik bibir yang terasa kaku karena dilanda rasa gugup. "Ha-halo, Nonna," sapa Anna balik sambil terbata-bata. 

Barbara tertawa menangkap gelagat Anna yang benar-benar kaku namun justru terlihat lucu. Sementara Anna dibuat terpesona oleh penampilan elegan dan classy Barbara yang mengingatkannya pada aktris Amerika tahun 50-an, Grace Kelly. Midi skirt A-line kuning cerah membuat ilusi agar pinggul Barbara tidak terlihat besar apalagi ada sabuk senada yang tidak menimbulkan kesan formal. Wanita itu mengenakan kemeja linen longgar yang bagian sikunya digulung rapi. Tak lupa syal hitam berbahan sutra bermotif vertikal putih menambah keanggunan dan tatanan bergaya retro rambut cokelat keriting belah samping benar-benar memukau perhatian.

"Anda sangat cantik," puji Anna tulus. Siapa pun yang melihat Barbara akan mengira kalau usia senja tidak menghentikan seseorang untuk tetap berpenampilan stylish. Mendadak Anna merasa salah kostum walau di depan cermin tadi, dia sudah percaya diri karena ini semua pilihan Shanon. 

Lipstikku nggak menor kan?

"Sei bellissima, Anna. Maksudku kau sangat cantik juga," balas Barbara berusaha berbahasa Indonesia walau aksen Italianya tidak bisa hilang. Tangan kanannya menepuk-nepuk pipi tembam Anna. "Manis sekali."

"Nonna ..." panggil Jake menyela kekaguman neneknya agar memulai tur yang sempat tertunda beberapa waktu lalu. 

Dia curi-curi pandang, membenarkan perkataan Barbara kalau Anna benar-benar manis seperti madu siap diisap sampai habis. Kulit Anna memang sedikit gelap daripada terakhir kali bertemu akibat terlalu asyik berselancar di Kuta. Namun, hal tersebut menaikkan daya pikat di mata pria-pria Italia seperti Jake. Terutama pulasan lipstik merah di bibir sensualnya. Ada dorongan hasrat yang mengonfrontasi dirinya supaya menarik tubuh ramping Anna dan meninggalkan jejak lembut di bibir gadis itu. Merasakan kembali pagutan liar penuh damba yang sempat hadir di mimpi-mimpi Jake.

Jake menarik sedikit kerah bajunya untuk melonggarkan atmosfer yang agak panas ini sembari mengalihkan pandangan agar tak tenggelam lebih lama. Dia merasa berdekatan dengan Anna merupakan sesuatu yang berbahaya melebihi ketika seseorang menunggangi kuda marah. Gejolak adrenalin merangkak naik dalam darah, memaksa Jake mengabadikan rupa gadis itu dalam ingatan. Pandangannya berserobok bersama iris cokelat Anna tampak malu-malu.

"Ini cari kami berkomunikasi, Jake, saling melempar pujian," cibir Barbara menggandeng lengan cucunya. Dia tidak menyadari ada tarikan gelora yang sedang mengikat diri Jake dan Anna. Barbara berjalan dan menunjuk pintu masuk pabrik anggur Lagom. "Ayo, Anna."

Anna menyengguk dan berusaha menghindari tatapan Jake yang menyiratkan sesuatu yang menggetarkan seluruh sel-sel di tubuh. Untungnya suara-suara mesin pabrik meredam degup jantung Anna yang kencang akibat kilatan iris abu-abu Jake padanya. Walau tidak ada kata-kata yang meluncur dari bibir pria itu, Anna merasa kalau Jake sedang menggencarkan rayuan-rayuannya kembali. 

Tetap waras, Anna! Tetap waras!

"Woah," gumam Anna begitu takjub saat berjalan di samping Barbara. Mulutnya menganga lebar baru pertama kali masuk ke pabrik pembuatan wine yang sudah menjadi primadona semua orang. Atapnya menjulang tinggi menyesuaikan tangki-tangki besar yang mungkin jadi tempat penyimpanan anggur. Di ujung sana ada sebuah pintu berdinding kaca terhubung langsung dengan ruang lain untuk proses pengemasan. Sontak saja, otaknya langsung menghitung biaya produksi yang bisa dihasilkan Lagom berdasarkan penjelasan tour guide beberapa waktu lalu. Dia mesam-mesem sendiri kalau bisnis seperti ini sangat menjanjikan di masa depan, apalagi peminat anggur juga makin meningkat.

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang