Bab 47

536 48 17
                                    

Apa yang ditabur manusia, maka itulah yang akan dituai di masa depan. 

Pepatah yang mencerminkan keadaan Aria yang dirundung karma tak berkesudahan. Melalui layar televisi, Anna bisa melihat guratan kesedihan, amarah, sekaligus penyesalan terpancar dari sorot mata mantan Jake yang lelah. Tidak ada lagi tatapan penuh ambisius dilayangkan gadis itu seperti yang terakhir kali diingat Anna. Tidak ada ekspresi keangkuhan seakan-akan ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa hanya Arialah yang berhak atas hati Jake.

Bibir Aria terlihat pucat tersebut terus membisu ketika kamera menyorot dan memberondong puluhan pertanyaan kalau citra baik keluarga Rogmana hancur tanpa sisa. Setelah benar-benar terbukti melakukan sabotase bersama Gustav, Aria harus menghadapi tuntutan pidana. Di sisi lain, kasus lain yang dilakukannya bersama Chloe juga Jared turut memperburuk situasi, walau prosesnya bakal sulit mengingat Aria tidak berada di lokasi kejadian dan hukum di kedua negara pun berbeda. 

Anna mematikan saluran televisi tak sanggup membayangkan berapa lama mantan Jake tersebut mendekam di balik jeruji besi. Meskipun jauh di lubuk hati yang terdalam, Anna mendukung apa pun keputusan mereka menjatuhi hukuman kepada Aria. Dia meraih ponsel dan membaca sekali lagi artikel berita yang menuliskan perjodohan berlandaskan bisnis di antara keluarga konglomerat seperti Jake dan Aria. Sejujurnya, orang-orang di Italia yang mengenal sepak terjang Luciano dan Rogmana sangat menyayangkan kejadian ini meski pada akhirnya beropini kalau hati manusia itu penuh misteri. Sebaik apa pun manusia saling mengenal, tidak ada yang bisa menebak isi hati juga pikiran apalagi kalau sudah dibutakan rasa iri dan dengki. 

Kadang ketika Anna tengah sendirian, dia selalu bertanya-tanya pada diri sendiri juga semesta apakah takdir yang membawanya ke titik ini adalah sebuah kebenaran mutlak. Apakah kehadirannya di antara Jake dan Aria sebuah jalan untuk menunjukkan kepada orang-orang kaya di luar sana kalau perjodohan berlandas kekuatan bisnis tak selamanya berakhir bahagia. Apakah ini balasan dari Sang Penguasa Alam atas segala rasa sakit yang diderita Anna semenjak dilahirkan Silawarti tanpa seorang ayah. 

Apakah ini akhir yang Kau janjikan kepadaku, Tuhan?

Belum lagi tawaran Jake beberapa waktu lalu yang sama sekali di luar prediksi Anna. Entah itu bualan semata atau memang sebuah keseriusan, Anna tak mampu berpikir jernih. Setiap kali mengingat permintaan Jake saja, debaran dalam jantungnya langsung melonjak naik seolah-olah Anna baru menerima suntikan adrenalin dosis besar. Ya ... walau tidak dapat dipungkiri kalau ratusan kupu-kupu dalam perutnya beterbangan hingga menyentuh diafragma memunculkan rona merah di pipi maupun tarikan penuh kebahagiaan di bibir.

"Mau jadi istriku?" tanya Jake tiba-tiba. 

Anna terpaku bukan main seakan-akan seluruh aktivitas di sekelilingnya mendadak berhenti dan menciptakan ruang tersendiri baginya juga Jake. Kalimat yang dilontarkan pria itu kembali menggema begitu keras di telinga, menimbulkan efek dahsyat dalam diri Anna. Tak ada kata yang bisa diucapkan selain iris cokelat Anna yang tidak bisa berpaling dari wajah serius Jake. 

Untuk beberapa saat Anna lupa bagaimana caranya mengumpulkan puing-puing kesadaran yang hilang. Dia juga lupa bagaimana rongga dadanya memasok banyak oksigen untuk menjernihkan kepala yang dihipnotis oleh kalimat ajaib tersebut jikalau bukan karena sentuhan Jake di tangan. 

"Aku nggak mau kehilanganmu lagi, Anna," sambung Jake berharap permintaannya bakal dikabulkan sang pujaan hati. "Aku mencintaimu."

"A-aku ... a-aku tahu." Anna tergagap seolah-olah lidahnya susah merangkai kalimat yang pas. 

"Mrs. Luciano?" Jake menaikkan sebelah alis lalu mengecup punggung tangan Anna.

"Itu bukan namaku," elak Anna geleng-geleng kepala. 

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang