Bab 36

631 71 9
                                    

Di tengah keramaian di mana orang-orang saling melempar tawa maupun jeritan penuh amarah tak lantas menurunkan rasa sepi yang menggeluti diri Anna selama berminggu-minggu. Meski berusaha mengimbangi dinamika kehidupan baru di Brisbane, tetap saja ada sesuatu yang kosong. Seolah-olah hiruk pikuk mereka tak cukup untuk menjadi teman setia. 

Mungkin benar apa yang dikatakan orang ketika belahan jiwa telah hilang, maka sisanya merasa selalu ada yang kurang. Sisi lainnya akan berusaha mencari walau waktu telah bergulir sepanjang hari. Jikalau ada pun, bukan menjadi sandaran kembali melainkan pelampiasan hati. Pada akhirnya dia kembali menyakiti.

Selepas shift malam yang cukup menguras tenaga akibat harus menerima beberapa pasien yang baru dioperasi pasca mengalami kecelakaan lalu lintas. Anna pergi keluar untuk membeli segelas kopi untuk menghalau rasa kantuk yang menyerang. Sembari memasang earphone sekadar mendengarkan musik, Anna membuka Spotify dan memainkan playlist 'AJ'.

Sudut bibir Anna menyunggingkan seulas senyum tipis bahwa selama berminggu-minggu ini pula dia hanya berteman memori  bersamanya. Lagu demi lagu. Bait demi bait mencerminkan rasa rindu, dilema, juga kecewa yang beredar di dalam benak. Tapi, sebesar apa pun usahanya untuk melupakan nyatanya kenangan itu tidak bisa hilang justru makin melekat bak bayangan enggan lenyap dari pandangan.

Sebelah tangan Anna memasukkan koin ke dalam coffee machine dalam diam ketika suara lembut Jaden wade menyanyikan Broken. Lantas, dia berpaling ke arah jendela lorong rumah sakit di mana awan kelabu menaungi kota. Setelah gelas terisi penuh oleh cairan biji kopi yang menenangkan jiwa lelahnya, Anna berjalan sembari jemari lentiknya memeluk gelas hangat itu. Bagai mendekap tubuhnya dalam kenyamanan. Sorot mata muram Anna mengedar ke arah jalanan, mengamati lalu lalang orang-orang maupun kendaraan yang keluar masuk area rumah sakit. Disesap sebentar kafein tersebut untuk menjaga kewarasannya tetap ada. 

Sudah berapa bulan ya?

Anna tidak bisa bilang hidupnya tak lagi berwarna seperti dulu meski tiap malam ada bulir-bulir air mata masih menetes. Dia juga tidak bisa bilang kalau tidak merindukan masa-masa bersama seseorang, meski pada akhirnya dia sendirilah yang harus kehilangan. Namun, dalam waktu-waktu tertentu ketika sudut-sudut kota ini menunjukkan secuil kenangan-kenangan yang menyinggung masa lalunya, ada sesuatu dalam diri Anna yang ingin mencuat dan berusaha menusuk-nusuk sanubarinya lagi. Membuat luka baru yang tidak akan bisa sembuh.

I'm falling apart, I'm barely breathing

With broken heart that's still beating

In the pain, is there healing?

In your name, I find meaning

So, I'm holding on to you

Seperti kemarin, saat dia memandikan salah satu pasien yang akan dipindahkan ke bangsal penyakit dalam. Wanita paruh baya yang usianya sekitar 50-an meminta Anna menyalakan sebuah lagu karena lirik-lirik tersebut bisa membuatnya seperti berada di sisi mendiang suaminya. Anna menyetujui begitu saja sampai si pasien menyebut sebuah lagu yang sekali lagi menyeretnya ke dalam lubang memori bersama Jake. 

Masih terekam jelas di dalam benaknya bagaimana mereka berdua menghabiskan waktu-waktu bersama. Berselancar sampai kulit terbakar matahari, duduk berdua menikmati semilir angin, berkeliling kebun anggur, sampai bermain gitar di bawah terangnya rembulan di atas yacht. Hingga pada akhirnya Jake menarik Anna ke dalam lubang kenikmatan, merasakan surga dunia yang tidak pernah dijamah, menyatukan dua perasaan menjadi erangan-erangan erotis yang tidak bisa dihilangkan dari ingatan. 

Do that to me one more time

Once is never enough with a man like you

Do that to me one more time

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang