Bab 49

563 50 19
                                    

Mengenakan midi dress berwarna burgundy dengan detail tali belakang dan rok rufle menjadikan penampilan Anna terkesan manis sekaligus seksi. Ya, walaupun tangan kanannya masih harus mengenakan arm sling tapi tidak menutupi betapa memesona diri Anna sekarang. Dia mengembuskan napas melalui mulut, mematut dirinya sekali lagi sebelum jamuan makan siang dan ajakan Barbara juga Kamala--ibu Jake--untuk keliling rumah. Seketika seulas senyum mengembang di bibir Anna yang dipulas lipstik merah dengan hint cokelat manakala terbersit sambutan ibu Jake begitu ramah padanya. 

Selagi menunggu Jake, Anna berjalan mendekati jendela kamar seraya meraih ponsel di atas kasur untuk menelepon Shanon setelah menghitung perbedaan waktu yang terbentang antara Tuscany dan Sydney. Berharap temannya itu tidak sedang sibuk kerja karena banyak pertanyaan yang ingin diajukan Anna. Termasuk kedekatan Shanon dengan Ezio yang benar-benar tak disangka-sangka. Seolah-olah apa yang terjadi pada dirinya dan teman terbaiknya itu bagai mimpi indah yang tidak ingin diakhiri. 

Anna dicintai Jake. 

Shanon ditaksir Ezio.

Tangan kanan Anna membuka jendela kamar dan seketika udara di musim gugur menyapu lembut kulit menciptakan ketenangan batin. Gemerisik dedaunan di sekeliling bangunan utama rumah Jake bagai melodi indah di telinga. Belum lagi pendar lembut matahari tidak seberapa menyengat dibanding musim panas. Jika seperti ini, memang paling menyenangkan adalah jalan-jalan mengelilingi desa atau duduk berdua sembari minum secangkir teh.

Tak berapa lama suara Shanon terdengar membuat Anna memanggil nama temannya begitu semangat seperti tak bertemu sekian tahun. Buru-buru dia mengalihkan panggilan tersebut ke mode video call dan berikutnya wajah menggemaskan Shanon sedang mengenakan sheet mask terpampang di layar. 

"Kukira kau akan ke No Light No Lycra lagi," ujar Anna dibalas gelengan kepala. "Biasanya akhir pekan selalu ramai kan?"

"Hariku melelahkan dan kasur adalah teman terbaik saat ini. Lihat!" tunjuk Shanon ke kantong matanya. "Dua hari shift malam dan semua bed penuh! Maka dari itu aku tidak bisa ikut, Annie."

"Ah, jadi bagaimana ceritanya kalian bisa kenal?" tanya Anna menyipitkan mata ingin mengorek informasi lebih dalam dari Shanon. "Kau tidak pernah cerita kepadaku."

Yang ditanya memutar bola mata sembari mengerucutkan mulut kemudian menghela napas seakan-akan membawa sebuah batu besar di punggung. "Kau tidak akan percaya karena sejujurnya aku juga tidak percaya."

"Maksudnya?" Anna mengerutkan kening tak mengerti. Dia membalikkan badan dan bertemu tatap dengan Jake yang keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggul seksinya. Untuk beberapa saat Anna serasa terhipnotis dan tentu saja sorot cokelatnya langsung mengarah ke pangkal paha Jake yang ditutupi handuk. 

"Kenapa kau melamun?" tanya Shanon mengamati wajah Anna kemudian terbahak-bahak karena paham siapa yang ada di hadapan temannya. "Hei, Jake! Aku yakin kau di sana sampai membuat temanku nyaris meneteskan air liur!"

Mendengar penuturan Shanon, Jake terkekeh sembari mendekati kekasihnya lalu memberi kecupan lembut yang menyadarkan alam bawah sadar Anna. Aroma sabun menguar menggoda seluruh indra Anna yang ingin sekali menjelajahi setiap jengkal tubuh Jake. 

Sontak saja gadis itu terperangah dengan wajah memerah, buru-buru membalikkan badan agar Jake tidak melihat betapa bodoh dirinya sekarang. Anna berdeham, mencoba menetralkan debaran jantungnya akibat perlakuan Jake secara tiba-tiba. Lalu mengalihkan pandangan ke layar ponsel dan berbisik, "Jangan mengatakan sesuatu yang konyol, Shanon!"

"Apa? Aku hanya mengatakan kebenaran, Annie! Bagaimana? Ucapanku di bar waktu itu benar kan?" Shanon menaik-turunkan alis menyiratkan sesuatu yang nakal dan melupakan obrolan mereka tentang Ezio. "Dia akan membuatmu lemas atas bawah!"

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang