Bab 51

1.4K 49 12
                                    

Seperti masuk ke dalam dunia yang pernah diimpikannya semasa kecil, Anna mematut dirinya dalam balutan gaun klasik nan elegan. Gaun satin berwarna putih terasa halus dan lembut menutupi tubuh walau kontras dengan kulit eksotisnya. Aksen renda bermotif bunga applique dengan korset menonjolkan lekuk ramping tubuh Anna. Apalagi tidak ada tali bahu menjadikan bahunya terekspos sempurna.

Tak perlu riasan mencolok, hanya menekankan pulasan eyeshadow bernuansa cokelat keemasan bagai musim gugur yang akan segera berakhir. Sementara di bagian bibir, perias memberi lipstik berwarna deep pink sehingga tidak terkesan pucat. Rambut bergelombang Anna yang telah memanjang disanggul longgar dan rendah untuk memberikan kesan santai tapi glamor. Tak lupa detail mutiara berkilau menghiasi bagian belakang, sementara di bagian depan sulur-sulur rambut dibiarkan begitu saja sebagai pemanis.

"Cantik sekali," puji sang penata rias. "Aku suka kulitmu ini, Nona. Tak perlu tanning seperti wanita Eropa pada umumnya."

"Grazie," tandas Anna tersipu malu.

"Pengantin pria sudah bersiap!" seru Shanon yang datang dari arah belakang lalu terkejut bukan main melihat penampilan Anna tampak berbeda dari biasanya. "Ya Tuhan, kau cantik sekali, Mate!"

Anna membalikkan badan dan sedikit menggoyangkan bagian bawah gaunnya yang melebar. "Thanks. Kau juga tampak manis, Shanon." Dia menunjuk penampilan Shanon sebagai bridesmaid-nya di balik midi dress ungu mauve tanpa lengan berbahan satin serta berpotongan rendah di bagian dada. Rambut pirang gadis itu dikepang dan disampirkan ke bahu kanan. Pulasan lipstik nude orange mempercantik bentuk bibir Shanon yang tebal dan sensual.

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" Shanon mengibaskan tangan lalu mendekati teman terbaiknya lalu melingkarkan tangan ke lengan Anna. Semerbak wangi bunga dan vanila terendus di hidung mancung Shanon membuatnya berbisik rendah, "aku yakin Jake akan mati lemas melihat penampilanmu."

"Hei." Anna menyikut iga Shanon tak memedulikan temannya itu mengaduh kesakitan. "Aku menanti kapan kau akan menjadi pengantin berikutnya. Jangan rahasiakan apa pun dariku lagi, Shanon!" titah Anna mengerucutkan mulut masih tak terima jikalau Shanon diam-diam menjalani pendekatan bersama Ezio.

"Tidak semudah itu. Adik Jake lebih bajingan daripada kakaknya," bisik Shanon melirik ke arah penata rias yang diharapkan tidak mendengar cibirannya kepada salah satu anggota Luciano tersebut. Sayang, sepelan apa pun suara Shanon, perkataannya terlalu jelas untuk diabaikan di ruang Sala Bianca yang berada di samping perapian mewah dari marmer Carrara.

"Sorry, tapi kenyataannya demikian. Aku masih mencari informasi wanita mana lagi yang menjalin asmara dengan Ezio. Kalian tahu rayuan pria Italia? Mereka benar-benar memikat tapi beracun," sambung Shanon seraya terkekeh.

"Sudah siap, Ms. Asmita?" tanya si penata ria memasangkan flammeum berbahan tile di bagian belakang kepala Anna sebelum menutup wajah gadis itu.

Yang ditanya hanya melenggut tanpa bisa membalas pertanyaan karena dilanda rasa gugup secara tiba-tiba. Dia menekan dada kala debaran jantungnya makin bertalu-talu bagai genderang yang ditabuh keras. Andai waktu bisa dihentikan sebentar saja, Anna ingin melompat-lompat untuk menghilangkan kegelisahan yang menyesakkan ini. Entah mengapa, menemui Jake di altar benar-benar menjadi hal menakutkan sekarang.

Tapi, nggak mungkin aku kabur kan?

Bahkan jemarinya saja ikut gemetaran dan terasa dingin meski di sini tidak ada pendingin ruangan. Anna meremas-remas tangannya lalu menggosok telapak supaya kehangatan bisa menurunkan gelenyar cemas yang makin menjalar ke ubun-ubun.

"Bersiaplah untuk ciuman pembuka, Annie!" tandas Shanon makin bersemangat membawa temannya menuju altar. Mengabaikan ekspresi tegang Anna yang tercetak jelas di wajah.

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang