Bab 50

527 49 3
                                    

Satu hal yang ditakutkan Anna akhirnya datang juga. Duduk berhadapan dengan pria paruh baya bertubuh tinggi besar yang memiliki kulit eksotis tanpa menghilangkan ketampanannya. Mirip seperti Jake versi tua. Hanya saja cara pandang lelaki itu tidak menunjukkan kesan ramah justru mengawasinya dari atas turun ke bawah seolah-olah Anna tengah menyembunyikan sesuatu.

Sejujurnya Anna tidak mengerti mengapa tiba-tiba diajak bicara berdua oleh Fabio. Apakah dia akan mengintrogasi Anna terkait retaknya hubungan Jake dan Aria? Anna makin resah sampai tak sanggup menelan ludahnya sendiri. Yang dia lakukan hanyalah menunduk dalam diam, menunggu satu kata meluncur dari mulut Fabio.

"Anna..."

Panggilan itu, entah kenapa terasa tidak menyenangkan bagi Anna. Terkesan memerintah tapi mau tak mau Anna menyahut, menganggukkan kepala pelan dan mendongak ke arah Fabio.

"Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan untuk menyambutmu," ujar Fabio menumpukan kaki kirinya ke kaki kanan. "Segalanya terlalu cepat berlalu."

Kening Anna mengerut tak paham arah pembicaraan Fabio. "Aku minta maaf, Mr. Luciano."

"Apa yang membuatmu bisa menaklukkan Jake?" tanya Fabio membuat Anna menganga sebentar.

Yang ditanya menggeleng kepala. "Aku juga tidak tahu. Segalanya juga cepat berlalu, Tuan. Namun, aku memahami satu hal bahwa di dunia ini apa yang dimiliki tak lantas abadi. Seringkali orang terjebak dalam ilusi Cinta, menganggap mereka adalah belahan jiwa. Nyatanya, Tuhan menggariskan takdir lain. Manusia berkesimpulan itu malapetaka atay jalan lain menuju bahagia. Itu yang mungkin terjadi di antara kami, aku minta maaf."

Fabio terdiam sesaat meresapi kalimat Anna dan membenarkan dalam hati. "Tapi, kau tidak seperti gadis-gadis yang pernah dekat dengan putra-putraku."

"Memang." Anna mengatupkan bibirnya rapat. "Aku hanyalah anak tanpa tahu siapa ayah kandungku. Merawat ibuku seorang diri sampai akhir napasnya. Tapi, aku tidak akan menganggap itu bencana. Tuhan membiarkan ibu melahirkanku karena maksud lain. Untuk menjaganya, Mr. Luciano. Menjaga ibu di saat keluarganya tak mau mengulurkan tangan."

Anna menarik napas panjang lalu berkata lagi,

"Aku tidak pernah menyamakan diriku dengan gadis-gadis yang pernah mencintai Jake, termasuk Aria. Hanya saja, kenapa status lebih penting dibandingkan ketulusan? Aku paham, Jake ingin membuat Anda bahagia dengan caranya tapi hal tersebut justru membunuh impiannya sendiri, Tuan. Menemukan Cinta sejati."

Fabio tergelak. "Kau merasa Cinta sejatinya?"

Anna menggeleng pelan. "Aku tidak bisa bilang seperti itu. Tapi, jikalau diberi kesempatan aku ingin menggunakannya secara benar. Jake sudah terlalu lama berpura-pura baik-baik saja demi membahagiakan semua orang, Tuan."

"Apa kau melalukan ini demi uang?"

Mata Anna membola lalu menggeleng cepat. "Sepertinya aku cukup bisa menghasilkan uangku sendiri tanpa harus meminta pada pria. Ibu mengajarkanku agar kami bisa berdiri di atas kaki sendiri sekalipun berdarah-darah."

Suasana kembali senyap, dalam kebisuan Fabio kagum atas penuturan Anna juga sorot mata penuh kejujuran itu. Tidak ada ambisi tuk menguasai harta layaknya gadis-gadis lain termasuk Aria. Selama ini, Fabio terlalu tutup mata kalau ternyata di luar sana ada seorang gadis tulus yang mau menjatuhkan hatinya kepada sang putra bukan semata-mata kekayaan yang mengelilingi anaknya.

"Anna..." Fabio membenarkan posisi duduknya. "Aku sungguh kagum padamu." Bibirnya tersenyum tipis dan tak lagi menunjukkan sikap permusuhan. "Well, tadinya aku berpikir bahwa Jake memutuskan Aria semata-mata..."

"Aku anak haram?"

Fabio melenggut. "Maafkan aku."

"Tidak apa-apa. Itulah kenyataannya, Mr. Luciano. Aku tidak menyesal dilahirkan oleh ibuku," tandas Anna.

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang