Bab 22

1K 70 16
                                    

Apakah waktu tengah mempermainkan Anna dikala masih ingin mencicipi bagaimana rasanya dicintai seorang pria? Apakah semesta memang tak pernah suka melihat Anna tenggelam dalam kesenangan yang diciptakannya sendiri? Apakah dia harus berkubang dalam kesedihan yang ke sekian kali ketika mendapati nyawa ibunya lagi-lagi di tepi jurang?

Berpacu dengan waktu, Anna meminta Jake segera membawanya kembali ke pelabuhan Benoa setelah mendapat berita dari Saras bahwa Silawarti mengalami kejang berulang-ulang. Salah satu faktor risiko pasien yang menjalani operasi stroke hemorrhagic--perdarahan di pembuluh darah otak. Bila dihitung, bukan hari ini saja ibunya mengalami kondisi yang sama melainkan setelah beberapa hari keluar dari ruang operasi, Silawarti sempat kejang-kejang tapi tak lama. 

Dia masih ingat penjelasan dokter Putu--seorang spesialis saraf--yang menangani Silawarti sejak pertama kali masuk rumah sakit hingga hari ini. Dokter tersebut mengatakan jika kemungkinan besar terjadi kejang berulang tanpa bisa diprediksi kapan. Ini diakibatkan area perdarahan yang pecah adalah serebri media, di mana pembuluh terbesar otak ada di sana. Sehingga bila daerah ini mengalami kerusakan maka bagian lainnya terdampak. 

"Ibu ..." gumam Anna meremas tangannya yang gemetaran dan terasa dingin seperti es walau udara di sekelilingnya begitu menyengat. Jantungnya berdentum hingga menimbulkan rasa ngilu tak tertahankan. Dia tidak bisa membayangkan betapa menderita Silawarti mengalami fase menyakitkan yang terjadi di otaknya. 

Jake memegang tangan Anna selagi mengemudikan kapal yacht dan berkata, "Bersabarlah, Anna. Ibumu akan baik-baik saja."

Anna hanya melenggut tanpa mengucapkan sepatah kata. Bibirnya terlalu kaku untuk menanggapi kalimat Jake yang berusaha menenangkan debaran hati. Tapi, tak dipungkiri kepanikan terpancar jelas di wajah Anna juga genangan kristal bening enggan berhenti mengucur deras. Kepala Anna pening bukan main nyaris ambruk ke lantai jikalau tidak mengetatkan genggaman tangan Jake padanya. Seraya bermunajat dalam hati, dia meminta secara tulus sebagai anak tunggal Silawarti agar Tuhan berbelas kasih melindungi sang ibu dan memberi keajaiban kepadanya. 

Tuhan, aku mohon pada-Mu, tolong jaga Ibu. Tolong beri kesembuhan kepadanya.

"Tuhan menyertainya, Anna," tukas Jake mencium tangan Anna meredam kekhawatiran yang melanda gadis itu. Dia tidak tahu apakah kalimat seperti ini bakal bisa menenangkan Anna bila menyangkut keadaan ibunya tengah bertaruh nyawa bersama malaikat maut. Hanya saja dia tidak ingin gadis itu makin cemas karena satu ketakutan membuat seseorang tidak bisa berpikir jernih. Sementara sekuat tenaga Jake melajukan kapalnya secepat mungkin apalagi dari Benoa ke Buleleng jarak tempuh cukup jauh meski menggunakan sepeda motor sekali pun. 

Begitu sampai di pelabuhan, Anna langsung menyambar tasnya dan turun mengabaikan teriakan Jake yang disambut beberapa pria untuk menitipkan yacht miliknya. Dia merogoh ponsel dan menelepon Saras untuk mengetahui kondisi terkini Silawarti, tapi sampai beberapa menit panggilan itu hanya mengambang di udara. Anna mendecak kesal dan kembali menghubungi Saras sampai-sampai tangannya semakin gemetaran seperti sesuatu mengguncang-guncang dari dalam dan air matanya kian bercucuran.

"Jawab Sar, ayo ..." gerutu Anna putus asa seraya menyugar rambut. Anna menengadahkan kepala dan memukul dadanya sendiri mencoba mengeluarkan bongkahan batu yang mengganjal di sana atas spekulasi-spekulasi buruk yang bisa saja terjadi.

"Anna!" Jake berlari tapi diabaikan Anna. 

Panggilan yang Anda tuju sedang berada di luar service area ...

Shit! rutuk Anna. 

"Anna!" Jake menarik lengan Anna menghadap dirinya mendapati gadis itu sudah berlinang air mata. "Tenanglah oke. Kalau kamu kayak gini--"

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang