Bab 35

670 75 16
                                    

"A-apa, m-maksud, Nonna?" Aria sesenggukan tapi hatinya berdegup tak karuan. 

"Kau pikir aku tak tahu apa yang terjadi padaku?" tanya Barbara seolah-olah menjejali Aria sebuah fakta tersembunyi. Menghiraukan genangan air mata di wajah Aria alih-alih bersimpati atas pertikaiannya bersama Jake. 

Barbara memicingkan mata penuh kebencian masih tidak menyangka bahwa Aria begitu tega menukar obat. Jikalau bukan atas laporan pengurus rumah Jake ketika Barbara meneguk obat di ruang makan, kebenaran menyakitkan itu tak kan terungkap. Barbara sedari awal tidak percaya begitu saja kalau Anna lalai memberi obat yang diresepkan dokter. Selama ini Barbara memerhatikan sendiri bagaimana kinerja gadis itu sampai terakhir dirinya tak sadarkan diri. 

Tentu saja kesalahpahaman beberapa waktu lalu berhasil menyingkirkan Anna sampai tak mau lagi datang ke mari. Dan sejak saat itu pula Barbara menangkap gelagat Aria seakan-akan berbahagia di atas penderitaan orang lain. Akhirnya dia mengerti mengapa tunangan Jake berbuat demikian. Tapi, sepicik itukah Aria yang dikenal Barbara sebagai gadis terhormat hingga menghalalkan apa pun untuk mengenyahkan Anna?

"Seseorang melihatmu mengganti tablet di cawan yang disiapkan Anna untukku. Kau bilang padanya bahwa Anna menyuruhmu membantunya menyiapkan obat dan mengambil air putih," lanjut Barbara bergidik ngeri masih merasakan antibiotik dan obat jantung yang bukan termasuk daftar resep yang dituliskan dokter menimbulkan efek dahsyat.

Sensasi sesak, dada berdebar tak karuan, hingga lantai yang dipijak mendadak terasa ringan sebelum akhirnya Barbara ditemukan Jake tak berdaya atas gonggongan Oslo.

"Apa?" Jake tak kalah terkejutnya.

"Aku tidak perlu memberitahu siapa yang membocorkan aksi licikmu, Aria," ujar Barbara mengabaikan keterkejutan Jake. "Tapi, dia menemukan tablet yang seharusnya kutelan saat itu di tempat sampah. Dan aku membongkar plastik obat di tas yang kau sembunyikan di kamar."

"Tunggu!" Jake berusaha menelaah apa yang baru saja diterima Indra pendengarannya. "Jadi, maksud Nonna, alergi kemarin bukan perbuatan Anna?"

"Kau tanya saja padanya, Jake," ucap Barbara menunjuk Aria dengan dagu. "Dan aku setuju saja kalau kau menarik sahammu, Aria. Lebih baik seperti itu daripada kau menganggap sahammu sebagai hutang dan membuat Jake terjebak hubungan palsu seperti ini."

"Jawab aku, Aria!" gertak Jake tersulut emosi. "Kau mencelakai nonna dan membuatku hampir membunuh Anna! Apa kau gila!"

"Karena aku mencintaimu, Jake!" teriak Aria menjambak rambutnya sendiri. Dia berjalan mondar-mandir lalu menghampiri Barbara dengan derai air mata. Namun, tangannya ditepis kasar justru dicengkeram kuat Jake sampai terasa nyeri. "Kau tahu aku melakukan ini untuk Jake, Nonna. Dan lihat? Dia berselingkuh dariku! Aku menjaga kekasihku dari Anna, apakah itu salah?"

Barbara mengepalkan tangan sebelum melayangkan sebuah gamparan keras di pipi Aria. Gelenyar panas seketika merambati kulit pipi Aria bersamaan harga diri yang diinjak-injak karena dianggap sebagai penjahat. Jake melepaskan cengkeraman itu dan meminta Barbara pergi. 

"Aku akan menyelesaikan ini, Nonna," ujar Jake berusaha meredamkan amarah neneknya. 

"Kau mengolok Jake bajingan? Berkacalah pada dirimu, Aria! Siapa yang lebih bajingan di sini!" hardik Barbara menunjuk puncak hidung Aria. "Kau seharusnya malu pada dirimu sendiri, Aria!"

"Nonna ... kumohon--" suara Aria gemetaran. 

Jake menarik tangan Aria menjauhi Barbara dan membawa gadis itu ke dalam kamar. Sungguh kepalanya nyaris meledak mengetahui bahwa selama ini dirinya salah menuduh Anna. Perutnya menegang seiring rasa kecewa menghajar kesadaran Jake telah menyakiti Anna bertubi-tubi akibat kesalahpahaman. Dan sekarang dia telah kehilangan jejak gadis itu tanpa tahu ke mana lagi harus mencarinya.

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang