Bab 34

631 80 22
                                    

Apa? Kenyataan macam apa ini?

Bagaimana mungkin?

Telinga Jake seketika berdenging nyaring mengetahui bahwa gadis yang dicari ternyata tak berada di rumah itu lagi. Sejak kapan? Jake bertanya-tanya dalam hati. Sejak kapan Anna berani meninggalkan dirinya dan Bali dengan segala teka-teki yang kini berkecamuk dalam kepala. Kenapa gadis itu menghilangkan jejak di saat Jake akhirnya memberanikan diri datang setelah berminggu-minggu tak ada kontak maupun pesan? Kenapa? Apakah ini balasan Anna padanya? Tanpa sadar, Jake mengepalkan kedua tangan mendengar satu persatu penjelasan dari seorang perempuan paruh baya sebagai penghuni baru rumah Anna. 

Gelombang emosi datang bergulung-gulung dalam dada Jake seolah-olah menariknya ke tengah lautan ganas dan menenggelamkannya sampai ke dasar tanpa memberi kesempatan. Jake nyaris sesak napas. Ada sesuatu yang terasa hilang dalam dirinya dan perasaan itu makin lama makin membesar membentuk gumpalan-gumpalam putus asa. Benaknya dipenuhi bayang-bayang Anna. Suaranya, tawanya, cara pandangnya, hingga malam saat Jake menuduh Anna, mencekik leher gadis itu.

Aku menyakitinya, batin Jake dilanda rasa bersalah.

Tidak hanya alasan tak jelas mengapa Anna mendadak pergi dari kampungnya ini. Namun, satu kenyataan yang menghantam kepala Jake sampai menimbulkan nyeri hebat. Dia berusaha bangun dan membuka mata sekuat tenaga bila ini masih rangkaian mimpi buruknya. Tapi, seluruh percakapan di depannya terlalu nyata untuk jadi bunga tidur, terlalu sakit untuk menjadi sebuah perpisahan tanpa pelukan hangat, dan hatinya merasa hancur bukan main. 

Ibunya meninggal tepat di malam Barbara kritis.

Bagai manusia paling jahat di dunia, Jake telah melakukan sesuatu paling berdosa. Dia tidak hadir di samping Anna ketika berita duka itu tersiar. Dia tidak memberikan bahunya sekadar menampung tangis dan jeritan Anna saat melepas kepergian ibunya menuju surga. Dan dia justru menyalahkan gadis itu terhadap sesuatu yang sampai sekarang belum terbukti kebenarannya. 

"Aku tidak mau pulang sampai kau mau membawa Anna ke mari."

"Aku tahu siapa Anna bagimu, Jake. Tapi, tidak semestinya kau menghakimi tanpa memberinya kesempatan."

"Kau akan tahu maksudku, Jake."

Kalimat-kalimat yang dilontarkan Barbara menggaung bagai dua sound system yang dikeraskan tepat di gendang telinga Jake. Hatinya pedih bukan main seolah-olah seseorang sedang menaburi garam di atas luka menganga di sana. Sial! rutuknya dilahap penyesalan. Apakah ada hal lain yang dilewatkan Jake sampai Barbara berbicara seperti itu?

"Anda tahu ke mana dia pergi?" tanya Jake penuh harap. Dia berpikir kalau harus mendapatkan informasi lebih detail untuk mencari di mana keberadaan Anna. Dia tidak mau dibayang-bayangi rasa bersalah jikalau Anna belum memaafkannya.

Perempuan itu menggeleng pelan. "Saya ndak tahu, Bli. Soalnya dia ndak bilang apa-apa waktu mau pergi. Mungkin Bli bisa telepon ke nomor handphone-nya saja."

Bibir Jake terbungkam beberapa saat. Bukan karena dia tidak bisa menelepon Anna, melainkan ponsel gadis itu sudah tidak aktif lagi. Sebelum ke sini pun, Jake sudah mencoba mengirim pesan teks dan menghubunginya, namun tidak ada jawaban. Dia mengira kalau Anna memblokir nomornya atau mengganti nomor telepon lain untuk memutus kontak dengannya.

Sekarang banyak pertanyaan dan spekulasi muncul dalam kepala Jake seraya menggali-gali secuil ingatan saat dirinya masih bersama Anna. Apakah gadis itu kembali ke Australia? Namun, di mana? Negara itu bukan negara kecil. Dia adalah benua utuh dan bakal butuh waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan sampai bisa melacak posisi Anna. Tapi, Jake ingat kalau Anna bilang tempat kerjanya selalu berpindah-pindah sesuai kontrak yang ditawarkan.

A Billion Desires (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang