36. Merasa Tak Berarti

8.4K 249 4
                                    


Rania terpukul dengan apa yang sudah terjadi padanya. Hari yang buruk, tatapan sinis dan juga ucapan Regan yang merendahkannya. Nafasnya jadi tak beraturan dan juga kepalanya terasa berdenyut nyeri.

Sore itu ketika mata kuliahnya selesai, Rania buru-buru pulang dan langsung masuk ke kamarnya. Akan tetapi Viona yang ternyata diam-diam mengikutinya, tak membiarkan Rania begitu saja. Gadis itu seolah tak puas jika tak menciptakan masalah untuk kakak iparnya.

"Cih. Sudah menikah, tapi masih saja nggak tahu jam pulang. Habis ini juga pasti mau rebahan tanpa memperhatikan suami. Dasar istri tak berguna, betapa kasihannya Mas Arga mempunyai istri seperti kamu!" ujar Viona mencaci.

Rania menghela nafas, ucapan Viona semakin membuatnya pusing saja. " Viona tolong, untuk hari ini aku tidak mau bertengkar," jelas Rania meminta pengertian.

Namun Viona sama sekali tak perduli itu. Bergerak dan kemudian dengan cepat mendorong Rania. Akan tetapi beruntunglah Rania tidak kenapa-napa, dia bisa menyeimbangkan dirinya dengan sigap.

"Apa yang kamu lakukan?!" tanya Rania menaikkan nada suaranya.

"Mendorongmu. Memangnya kenapa, masalah buat kamu?!" balas Viona dengan santai.

Membuat Rania mendidih, kemudian karena tak tahan dia mengumpulkan tenaga sebanyak mungkin dan kemudian mendorong Viona dengan keras.

Brakk!

"Rania!!" teriak Andini langsung berlari menghampiri mereka.

Sementara Viona sudah terjerembab di lantai dan Rania memegang kepalanya yang terasa pusing.

"Apa-apaan kamu, berani sekali menyerang dan melukai anakku?!" geram Andini terlihat tak terima.

Mendengar pembelaan itu, Viona sengaja memperparah keadaan dengan coba merintih dan mengaduh kesakitan. Andini segera membantu putrinya dan ketika Viona berhasil berdiri dia kembali mengomeli Rania.

"Kau dan Salsa memang bertolak belakang. Kalian tak sama dari segi apapun. Ibarat elemen Salsa itu seperti air yang menyejukkan, sementara kamu adalah api yang tahunya menyaki dan tak punya hati!! Apa salahnya Viona sampai kamu setega itu, hah?!" amuk Andini murka.

"Tapi Tan, ini tak seperti yang Tante lihat," ujar Rania mencoba untuk membela diri.

"Lalu seperti apa, hah?!" balas Andini galak.

"Aku hanya menyapamu, Kak Rania. Hiks-hiks, tapi kenapa kamu malah seperti ini!" kata Viona saat melihat Rania akan membela diri.

Dia sengaja menyela, supaya kakak iparnya itu tak punya kesempatan untuk membela diri. Rania terpojok dan disalahkan.

"Apakah kau tidak bisa belajar dari Salsa, hah? Bahkan setelah kamu menghianatinya, dia sama sekali tak membencimu. Dia masih menyayangi kamu Rania. Cih, tapi perempuan seperti kamu memang kasar dan seharusnya tak menikah dengan anak saya!" geram Andini tanpa sadar sudah melewati batas.

Perempuan paruh baya itu tanpa sadar sudah menyakiti perasaan menantunya, dan dia terus melakukannya tanpa henti.

"Tidak bisa melayani suamimu dengan baik, keluyuran dan bahkan selalu bertingkah seenaknya. Hari ini kamu bahkan menyakiti Viona!!" bentak Andini masih terbawa perasaan.

Sebagai seorang ibu yang melihat anaknya dicelakai tentu saja membuatnya marah, bahkan tak perduli lagi siapa yang salah yang sebenarnya. Perempuan tua itu menghakimi tanpa berpikir dua kali.

"Ada apa ini, Mom. Kenapa marah-marah begini?" tanya Arga yang baru saja datang.

Rania pun menundukkan kepalanya. Rasanya pertahanannya sudah hampir runtuh akan tetapi air matanya begitu jahat hingga tak mau jatuh. Sementara Viona bahkan pipinya sudah sangat sembab. Tanpa dijelaskan Arga yang memperhatikan pun dibuat salah paham, terlebih lagi setelah Ibunya bicara.

"Istri kamu, Ga. Dia mendorong Viona sampai luka begini. Ajarin dia supaya tak kasar begitu dan juga cara bersikap sopan dengan baik!" tegas Andini sambil memegang kepalanya dan menarik Viona dari sana untuk diobati.

Sementara itu Arga juga melakukan hal yang sama. Menarik Rania ke lantai atas di mana kamar mereka berada.

• • •

Blam!

"Jelaskan masalah apa lagi yang sudah kamu lakukan?" tanya Arga setelah membanting dan mengunci pintu dengan keras.

Rania segera mundur dan ketakutan menatap suaminya yang marah. Akan tetapi egonya juga terluka dan Rania juga tak mau disalahkan begitu saja. Hanya saja, cara melindungi dirinya sendiri dan perempuan lain pada umumnya sepertinya sangat berbeda.

"Aku mendorongnya!" jawab Rania mengakui dan sengaja menekan kata-katanya agar tak terlihat lemah, sayangnya hal itu malah terdengar seperti bantahan oleh Arga. "Aku sengaja melakukannya dan kamu tahu Mas Arga, aku melakukan hal itu dengan sengaja karena aku membenci adikmu. Aku membenci Viona!!"

Plak!

Tapak tangan Arga segera melayang dengan spontan memukul pipi Rania dengan keras, dan bahkan memerah.

"Katakan sekali lagi?!" bentak Arga.

Rania yang masih terkejut dan wajahnya yang bahkan masih miring karena dipukul, tidak langsung menjawab. Lagi-lagi air mata cukup kejam kepadanya tipikal orang yang sulit untuk memperlihatkan kesedihan dihadapan orang lain. Hanya sampai membuat kedua matanya berkaca-kaca, tapi sesakit apapun perasaannya air mata itu tak mau turun dan anehnya mampu bertahan di kelopak matanya.

Dengan perlahan dan tangan yang memegang pipinya yang baru saja ditampar oleh suaminya, Rania menoleh dan menatap suaminya.

"Aku benci adikmu, sampai kapanpun aku benci padanya!" ujar Rania sama sekali tak gentar dan masih berani.

Bram!

Bukan pipi kali ini Arga menyerang kaca rias yang ada di kamar itu. Setelah meraih sesuatu yang keras, dia segera melemparnya dan membuat kacanya pecah untuk melampiaskan emosinya. Sungguh dia menyesal sudah menampar istrinya, akan tetapi kalimat Rania yang terdengar menantangnya membuat amarahnya bertahan. Andai saja tak segera teringat tentang bagaimana kondisi Rania yang berbadan dua, mungkin saja pria itu sudah menampar istrinya.

"Jangan main-main dengan ku, Rania! Aku bisa menyakiti mu jika kamu keras kepala begini. Viona adikku, dia adik iparmu sendiri dan jangan berani membencinya!!" tegas Arga penuh peringatan.

"Aku tidak bisa," jawab Rania bersikeras.

Sebetulnya bukan benci yang ada untuk Viona, hanya kesal dan juga geram, karena kerap kali perempuan satu itu suka sekali menyulut emosinya. Akan tetapi setelah Arga marah dan bahkan berani menamparnya, rasanya sakit yang bukan hanya di pipi itu, tapi sangat kentara di dalam hati sampai menciptakan nyeri yang luar biasa membuat Rania bersikeras untuk melawan.

"Beraninya!" geram Arga yang hilang kendali dan kini malah mencengkram kedua belah rahang pipi Rania.

Dia melakukannya dengan keras dan penuh perasaan yang diselimuti emosi. "Kamu memang perlu diberi perhitungan dan juga sesuatu yang membuatmu takut!"

"Lepas!" kata Rania memberontak sambil memukul-mukul lengan suaminya.

Akan tetapi itu sama sekali tak berhasil membuat Arga melepaskan cengkraman tangannya. Pria itu bahkan semakin kasar dan juga erat mencengkram rahangnya. Tak ada pengampunan atau bahkan belas kasihan. Membuat Rania merasa seolah tak ada artinya dalam seketika.

"Dengar aku tidak akan melepaskanmu sebelum kamu berjanji untuk meminta maaf dan tidak akan keras kepala lagi!" peringat Arga.

"Kalau begitu kamu bisa melakukan apapun yang kamu lakukan sampai aku mati!!" balas Rania masih saja tak mau kalah. "Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan, tapi jangan pikir aku akan menyerah!" seru Rania dengan wajah yang sudah sangat memerah.

Untuk sekian kalinya akhirnya air matanya pun benar-benar runtuh, sayangnya itu sama sekali tak membuat Arga merasa iba.

"Dasar istri keras kepala. Lihat saja Rania, aku akan membuatmu kapok!!" amuk Arga dengan ego yang besar.

• • •

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang