59. Pembalasan Yang Tersampaikan

9.2K 258 3
                                    


Pesta pernikahan Arga dan Rania pun digelar, setelah sekian lama ditunda. Kini keduanya asik menikmati suasana menjadi pengantin walaupun akadnya sudah lama terjadi. Tak hentinya sinar kebahagiaan menyelimuti keduanya, bahkan ketika pesta itu sudah dan Rania cukup lelah, dia masih menunjukkan senyumnya.

"Masukkan kemari kakinya, Sayang. Kamu pasti pegal dan kakimu mungkin bengkak karena harus berdiri lama di acara tadi," jelas Arga sambil menaruh kaki istrinya ke dalam baskom rendaman air yang sebelumnya sudah dicampur dengan beberapa campuran obat yang tentu saja membuat kaki Rania terasa lebih baik.

"Terus Mas bagaimana, apa tidak pegal juga?" tanya Rania yang pasrah, tapi juga tak bisa diam karena diapun memikirkan suaminya.

"Pegal juga, apalagi kaki aku, terasa kram sekali. Karena itu, selagi kamu merendam kaki, pijitin aku," jelas Arga cerdik sambil mengambil tempat yang sesuai, supaya Rania bisa melakukan maunya.

"Kirain ihklas, eh ... taunya minta balas budi!" ceplos Rania spontan.

"Apa salahnya Sayang, lagian kamu juga diuntungkan dengan hal ini. Tanganmu yang kram atau kaku bisa berolahraga dengan cara memijatku," jawab Arga.

"Mana ada olahraga macam itu, dan yang ada mah mau bikin capek. Bahkan justru itulah juga yang membuat pegal," balas Rania sambil menghela nafas, tapi kemudian diapun melakukan perintah suaminya.

• • •

Pagi yang cerah setelah acara pesta pernikahan mereka, Rania pikir hal itu akan mengusir omongan negatif tentangnya. Akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya.

"Tidak pergi bulan madu, Ran?" tanya Gama terasa sedang mencibirnya.

Anehnya laki-laki yang biasanya selalu baik dan tak segan membelanya itu, kini terasa berbeda. Lebih sinis dan juga seperti muak pada Rania.

"Ngapain bulan madu, orang dia itukan sebelumnya simpanan pak Arga. Bunt-ing dahulu, baru nikah kemudian. Ckckck, aku tak menyangka perempuan yang tampak polos sepertimu ternyata jala-ng!" seru Selvi yang tiba-tiba menyela.

"Hadeh, bahkan aku hampir tertipu dengan perut buncitmu. Kupikir begah, sekedar lemak, rupanya anak!" tambah Selvi.

Gama tampak mengeram dan menahan amarah mendengar kalimat Selvi. Bukan tak suka cara penyampaiannya, tapi terlihat Gama lebih tak suka arti kalimatnya. Dia harap itu tak benar, tapi sayangnya itulah faktanya.

"Jawab Rania, kenapa cuma diam saja sejak tadi. Oh, aku tahu, beginilah dirimu yang sesungguhnya. Busuk dan bahkan ah, aku hampir lupa, bukannya Pak Arga kakak iparmu, bagaimana kalian bisa menikah?!" tanya Gama serius dan tampak merendahkan Rania.

"Wah-wah, benarkah begitu. Aku tak menyangka kamu punya segudang fakta menarik. Dari kakak ipar menjadi suami, bagaimana caranya? Jangan bilang kamu mau jadi selingkuhan, hamil duluan, asal akhirnya menikah kemudian?!" lanjut Selvi membuat Rania tertekan.

"Cukup!!" ujar Rania setengah berteriak. "Aku tidak mau menjelaskan apapun, terlepas dari rasa penasaran kalian, tanyakan langsung pada pak Arga!!"

• • •

Sebenarnya bukan hanya yang merendahkan dirinya, tapi ada juga yang tiba-tiba menyanjung Rania. Orang yang tadinya tak pernah menyapanya kini mereka berubah ramah dan terlihat baik dihadapan Rania. Tidak tahu bagaimana ketika dibelakangnya.

Namun apapun itu, Rania tak tahan dan kepalanya terasa berdenyut nyeri. Apalagi saat ini Melati tak ada dan tak bisa menemaninya, dikarenakan gadis itu ada urusan keluarga yang harus diselesaikan olehnya.

Tak punya tempat lain untuk mengadu, maka Rania pun nekat menemui Arga ke ruangannya. Tepat setelah kelasnya selesai dia langsung menuju ke sana tempat yang diharapkannya.

Brak!

Tiba-tiba saja tubuhnya ditarik dan dihempaskan ke tembok. Rania kaget dan marah ketika menemukan pelakunya adalah Regan.

"Lepaskan aku, breng-sek!" amuk Rania langsung.

"Aku menyukaimu Rania, tinggalkan si Baji--ngan itu dan ayolah bersamaku!" seru Regan mengungkapkan dengan percaya dirinya.

Rania terdiam, teringat bagaimana perangai orang dihadapannya. Semakin dikeraskan, laki-laki itu semakin keras kepala saja. Rania pun berpikir keras, mencari jalan lepas dengan mudah dari Regan.

"Aku tidak bisa melakukan itu," jelas Rania memberitahu.

"Kenapa, apakah si Baji--ngan itu mengancammu?" tanya Regan dan Raniapun mengangguk saja tanpa perduli.

"Kamu tahu itu, tapi lain daripadanya, keluargaku punya hutang yang lumayan besar nominalnya. Apakah kau bisa membayarnya pada pak Arga?" tanya Rania yang kemudian mendorong halus Regan supaya menjaga jarak.

Laki-laki itu karena Rania lunak, pun melonggarkan siaganya. Dia melepaskan cengkramannya, meski kemudian mendesah kasar.

"Regan aku tak mau dipenjara atau melihat ibuku yang sudah tua mendekam di sana!" bohong Rania begitu serius. "Kalau mau aku berpisah dengan pak Arga tuntut dia, jangan aku!" lanjut Rania menaikkan nada suaranya.

• • •

Mengusap perutnya yang terasa kram karena terlalu banyak pikiran. Rania mendesah kasar dan memutuskan untuk pulang, lalu beristirahat di kamarnya.

Akan tetapi Viona yang melihatnya, mengikuti Rania dan berniat melakukan sesuatu. 'Aku nggak boleh melewatkan yang satu ini. Mumpung si jala--ng yang satu ini sedang di rumah sendirian. Mommy-Daddy pergi dan Mas Arga nggak ada di sini!' serunya membatin.

Sementara itu, Rania tiba-tiba pusing dan kakinya terasa kram dan panas. Rania ke dapur dan mengambil minum, kemudian ke arah kolom renang. Dia pikir merendam kakinya sebentar akan merilekskannya.

Beberapa saat, Rania menikmatinya. Tak lupa dia segera menghubungi Arga dan memberitahunya.

"Aku sudah di jalan, kenapa pulang tidak bilang sih?" tanya Arga yang terdengar khawatir.

"Aku pikir Mas sibuk, jadi aku pulang sendiri aja. Lagian aku bisa kok dan sekarang udah di rumah," jelas Rania.

"Terus kalau aku sibuk memangnya kenapa? Kamu lebih penting dari segalanya Rania. Apalagi katamu perutmu sakit, bagaimana kalau terjadi sesuatu kepadamu!" omel Arga galak, tapi masih terdengar perhatiannya.

Rania menundukkan kepala meskipun tak dilihat oleh Arga. "Maaf ...," cicit Rania merasa bersalah.

"Hm, yasudah. Tunggu di sana. Sebentar lagi aku sampai!" seru Arga dan kemudian mereka pun memutuskan panggilan.

Rania kembali berdiam, menatap kolam yang tenang. Saat merasa puas diapun bangkit dan berdiri. Akan tetapi, ketika berbalik tiba-tiba saja Viona ada dihadapannya.

"Viona!" seru Rania memanggilnya sambil kemudian mengerutkan dahinya.

"Kenapa Rania? Kamu terlihat khawatir aku di sini?" tanya Viona sambil tersenyum miring.

"Apa yang perlu aku khawatirkan. Kamu biasanya ada di rumah," jawab Rania santai dan bergerak menyingkir dari hadapan Viona.

Namun adik iparnya itu tak terima dan kembali menghadangnya dengan berdiri dihadapannya. "Kamu benar, tapi belum pernah kita berdua begini Rania, apakah kau tak takut?"

"Takut kenapa?"

"Takut aku mencelakaimu!"

Byur!!

Viona tanpa sungkan mendorong Rania kebelakangan, dengan tanpa hatinya membuat Rania terjatuh ke kolam.

"Hari yang panas bukan, jadi berenanglah di sana!" seru Vania sambil berlalu di sana.

Rania sebetulnya bisa berenang, akan tetapi kakinya kram dan tiba-tiba tak bisa bergerak. Perempuan itu terus berteriak memanggil Viona, tapi Viona malah mengabaikannya.

• • •

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang