40. Akur yang Membuat Petaka

9.1K 250 2
                                    


Rania tiba di kampus tepat waktu berkat berangkat bersama Arga. Seperti biasa dia mengendap-endap keluar dari mobil suaminya. Arga masih heran, tapi tak terlalu memusingkannya. Dia membiarkan Rania begitu saja.

Sesampainya di kelas Rania duduk di sebelah Melati dan berbincang sebelum dosen tiba. "Kamu kemana semalam, Pak Arga nyariin kamu," ujar Melati membuka percakapan.

"Tidak kemana-mana, aku hanya pergi untuk menenangkan diri," jelas Rania jujur. Kali ini dia tak menyembunyikan apapun lagi dari Melati, takut orang yang dia rasa satu-satunya yang perduli pergi.

"Kalian bertengkar?" tanya Melati.

Rania tak menjawab, tapi dari gestur tubuhnya semua menjelaskan segalanya dan Melati paham meskipun tidak diceritakan. "Ada yang bisa aku lakukan untukmu?" tanyanya kemudian mengalihkan pembicaraan sekaligus menawarkan bantuan.

Rania teringat uangnya yang sudah habis ditipu juga dirampok dan HPnya yang sudah hilang. Diapun menganggukkan kepala dengan ragu. "Aku ingin bekerja, apakah di kafe milik kakak laki-lakimu ada lowongan?"

"Ada, tapi seleksi masuk ke sana cukup ketat. Bahkan walaupun itu cuma jadi kasir atau pramusaji," jelas Melati memberitahu dengan agak ragu.

"Kumohon Mel, ayolah ... tolonglah, aku membutuhkan itu secepatnya!" seru Rania dengan tekat bulat.

Dia sudah tak mau menerima uang dari Arga dan memutuskan untuk mencari uang sendiri. Rupanya pembelaan Arga pada Viona, ucapan kasar dan juga fakta yang baru terkuak, masih sangat mempengaruhinya. Luka yang mendalam membuatnya tak sudi bergantung walaupun itu pada suaminya sendiri.

"Apa Pak Arga tidak akan marah?" tanya Melati hati-hati.

"Dia tidak peduli aku, Mel. Kami menikah saja itu cuma terpaksa. Kalau saja kejadian itu tak sengaja terjadi kami juga takkan bersama," jelas Rania sedikit berbohong.

Anehnya walaupun sudah kecewa, dia enggan memberitahu keburukan suaminya yang begitu be-jat menjebak dan menjadikannya senjata balas dendam.

"Baiklah, tapi aku tidak bisa menjamin kamu diterima dengan posisi yang layak. Kamu tahukan bagaimana Kakakku Kenzo. Dia selektif dan paling tidak peduli siapapun yang menyangkut pekerjaan. Maaf Ran, tapi mungkin kamu jangan berharap banyak. Namun, jika kamu masih mau aku hanya bisa usahakan kamu bekerja dibagian bersih-bersih atau hanya tukang cuci piring," jelas Melati yang sama sekali tak bermaksud merendahkan Rania.

Begitulah adanya realita bekerja, walaupun di kafe, tapi rata-rata yang pekerja di tempat makan kakak laki-lakinya itu haruslah sarjana. Chef saja lulusan luar negeri dan terlatih. Bukannya berlebihan, akan tetapi sosok Kenzo sangatlah perfeksionis.

"Aku mau," jawab Rania sambil menganggukkan kepala.

"Baiklah akan aku hubungi kamu nanti," jelas Melati.

"Tidak .... Hm, tidak bisa Mel. Handphone milikku sudah hilang kemarin sore," jelas Rania memberitahu.

Melati pun berpikir keras mencari solusi untuk sahabatnya. "Bagaimana kalau pulang dari sini kita langsung ke sana?"

"Boleh juga. Nanti habis mata kuliah terakhir kita langsung pergi saja," jawab Rania.

• • •

Siang tiba, Arga terlihat murka di dalam ruangannya. Pasalnya Rania tak bisa dihubungi sama sekali dan dia belum tahu kalau HP istrinya itu telah hilang.

Kepalanya pening dan saat dia memerintah salahsatu mahasiswa untuk memanggil Rania agar menemuinya di ruang dosen miliknya. Jawaban yang tidak dia harapkan harus dia dapatkan. Rania sedang di kelas yang sedang berlangsung dan belum selesai.

Menunggu beberapa waktu kemudian memerintah mahasiswa dengan hal yang sama kembali, akan tetapi kali ini juga tak membuahkan hasil meski jawabannya berbeda.

Rania tidak ditemukan di bagian kampus atau gedung fakultas manapun. Arga yang tak sabaran pun turun tangan, pertama mencari Rania ke taman, dimana dulu dia pernah menemukan Rania di sana. Akan tetapi hasilnya mengecewakan. Arga kembali mencari, tapi sampai dia lelah diapun masih tak menemukan Rania.

Beberapa jam kemudian setelah jadwal mengajarnya selesai, Arga dengan tak sabaran mengendarai mobilnya supaya sampai ke rumah.

"Semoga saja perempuan keras kepala itu sudah di rumah!"

• • •

"Terimakasih Mel. Aku tak tahu lagi bagaimana jika aku tak mendapatkan sahabat seperti kamu. Butuh pekerjaan dan sekarang aku sudah mendapatkannya," kata Rania senang.

Dia terlihat bersyukur meskipun perkataan Melati pagi itu terbukti. Dia benar-benar cuma ditempatkan di bagian kebersihan.

"Tapi apakah itu tak masalah, maksudku kamu tak apa-apa bekerja sebagai tukang bersih-bersih di kafe?" tanya Melati tak enak hati.

"Asal pekerjaan itu halal dan tidak merugikan ku, apa salahnya. Semua sah-sah saja Mel. Jangan khawatirkan aku," jelas Rania sama sekali tak keberatan.

"Baiklah jika begitu, ayo aku antar kamu pulang?!" tawar Melati dan Rania pun menyetujuinya.

Akan tetapi sebelumnya, Melati sudah memberikan saran untuk dirinya dalam menghadapi ibu mertua galak dan adik ipar yang julid. Sehingga begitu sampai di rumah Rania segera ke dapur dan menyiapkan makan malam.

Dia takkan membiarkan ibu mertuanya mencela atau Viona merendahkannya, sebab sekarang dia akan tunjukkan seberapa berbakatnya dirinya dan diapun sangat bisa diandalkan.

"Wah-wah, baru pulang udah kerajinan bangat. Mau cari muka ya, kamu?" cibir Viona yang entah dari mana datangnya.

Akan tetapi Nugraha yang kebetulan di dapur untuk mengambilkan air minum, tentu saja tak akan membiarkan menantunya dihina sekalipun itu oleh Viona anak kandungnya sendiri.

"Rania diam saja, kamu mencelanya. Giliran rajin dan memaksa kamupun sama saja. Maumu apa sih, Viona. Kamu ini sudah melebihi ibu mertua yang galak saja. Sudahlah, berhenti memusuhi kakak iparmu sendiri, atau lebih baik, bantu dia sana dan jangan lupa sekalian buatkan daddy kopi!" seru Nugraha menasehati dan juga memerintah Viona.

Tahu putri dan menantunya tak akur. Setelah menegur Nugraha sengaja bertahan di dapur dan memperhatikan keduanya. Mau tak mau, hal itupun membuat Viona terpaksa membantu Rania.

"Kalau kalian begini Daddy jadi sangat senang melihat kalian. Akur begini dong, biar keren," ujar Nugraha serius.

Tak lama makanannya pun siap. Melihat Rania yang terlihat lelah dari Viona, diapun memerintah menantunya itu beristirahat dan Viona yang akan membereskannya.

• • •

"Seneng banget sih, keliatannya kamu Mas. Ada apa?" tanya Andini yang memperhatikan raut wajah suaminya.

"Kita akan makan malam dengan masakan kolaborasi Viona dan Rania," jelas Nugraha. "Mereka memasak bersama dan aku sendiri yang memastikannya!"

Andini menganggukkan kepalanya, dia tak menunjukkan gelagat apapun. Sampai kemudian nalurinya membuatnya terbersit untuk mencoba.

"Lah, kamu gimana sih, Mas?" protes Andini membuat Nugraha mengerutkan dahinya bingung.

"Apanya yang bagaimana sih?" tanya Nugraha heran.

"Yaampun, katanya melihat mereka memasak bersama, tapi apa Mas tidak mengawasinya. Bagaimana bisa sayur bening rasanya manis gini. Sambalnya asin, udah begitu kepedasan lagi. Nggak bisa dimakan ini!" seru Andini membuat Nugraha sedikit kaget.

Pria tua itu pun mencobanya, lalu menyesal sudah memerintah Viona membantu Rania.

"Lain kali Mas nggak usah membiarkan mereka berdua memasak bersama di dapur!" saran Andini dengan serius.

"Aku hanya senang melihat mereka akur," jelas Nugraha membela diri.

"Hm, senang sih senang, tapi bagaimana kita akan makan malam jika sudah begini?"

• • •

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang