39. Disudutkan Viona

10.1K 274 2
                                    


Rania berbaring miring sembari memikirkan kembali apa yang sudah terjadi. Perkataan Arga dan segalanya. Dia yang ternyata hanya sebatas alat balas dendam dan mainan Arga.

Ah, ya. Sekarang dia sudah kembali ke rumah tepatnya rumah mertuanya. Berbaring di ranjangnya bersama Arga, dan dia bisa ke sana karena dipaksa juga tak punya pilihan. Tidak ada uang, memangnya Rania mau kemana lagi. Tidak mungkin ke rumah orang tuanya, karena dia pasti merasa malu, bertengkar dengan Salsa kakaknya dan Arga mungkin juga ke sana dan memaksanya ikut bersamanya dengan segala macam caranya.

Rania sesak mengingat kata-kata suaminya, sampai kemudian dia jatuh tertidur. Beberapa saat kemudian Arga masuk ke kamar dan menghampirinya di ranjang.

"Harusnya aku menghukummu karena sudah melawanku, dan bertindak sesuka hati, tapi karena bayiku ada di dalam rahimmu. Kamu selamat Rania!" ujar Arga mendekat dan dengan lancang memberikan pelukan dari belakang.

Berbaring menyamping sambil mengusap perut Rania yang semakin bertumbuh. Hatinya menghangat ketika menyadarinya. Entah mengapa segala amarah Arga terasa mereda, mengetahui ukuran pinggang Rania yang tak sama lagi.

Pria itu tersenyum senang sebelum kemudian secara perlahan jatuh dalam tidurnya.

• • •

"Cih, setelah keluyuran, hari ini malah bangun telat. Istri tidak berguna, Mas Arga kasihan sekali karena mendapatkan ampas seperti kamu!" ceplos Viona seperti biasanya tak tahan untuk tak berkata sinis juga menghina Rania.

Namun seperti biasa Rania coba untuk tak memperdulikannya. Mengambil sarapannya sendiri dan berusaha untuk tak memperdulikan keadaan sekitarnya.

"Lihat Mom, bagaimana Rania bahkan tak melayani suaminya sendiri. Mas Arga masih saja mengambil makanannya sendiri!" seru Viona yang tak mau melepaskan Rania begitu saja.

Andini mendengus kasar kemudian memperingatkan menantunya. "Rania, ayo ambilkan makan untuk suamimu. Jangan cuma untuk kamu saja. Bagaimana sih, sudah jadi istri kamu masih saja seperti anak gadis!"

"Yaiyalah, Mom. Rania kan bukan Kak Salsa yang terdidik dan baik hati!" lanjut Viona. Dia masih belum puas apalagi mendengar cara ibunya menegur tak memarahi Rania.

Sementara itu, Arga dan Nugraha tak berbicara apapun mereka tenang dan tak mau ikut campur. Namun itu adalah kesalahan untuk Arga, karena dengan diamnya dia membuat Rania semakin merasa kalau dirinya memang sebatas alat balas dendam dan mainannya.

"Apalagi yang kamu tunggu Rania, aku sudah memberitahumu dengan baik. Ayo ambilkan makanan untuk anakku!" kali ini Andini menaikkan nada suaranya, karena terpancing ucapan Viona, padahal jelas-jelas Rania tak diam saja dan bahkan menuruti ucapannya.

"Sudah diajarin Mommy, tapi masih ngeyel, tapi mau bagaimana lagi. Perbandingan antara berlian dan batu comberan memang kontraks sekali. Kak Salsa jauh lebih baik, tapi anehnya adiknya justru sangat buruk!" cela Viona membuat Rania menoleh dan menatapnya tajam karena merasa tak tahan.

"Kenapa tidak bilang saja pada kakakmu untuk menceraikan aku, lalu menikahi kakak kesayanganmu itu Salsa!" balas Rania sengit.

"Rania!" bentak Andini anehnya tidak terima. Begitu juga Arga, diapun sebetulnya tak terima, tapi diam saja karena sudah didahului oleh Andini ibunya.

"Kenapa Tan, bukankah Tante juga menginginkan menantu sesempurna kak Salsa. Aku bagi kalian cuma kotoran yang harus dibuang. Buang saja sekalian, lalu jadikan Salsa jadi menantu di rumah ini," jawab Rania dengan perasaan yang terpukul.

Arga tiba-tiba merasa mual dan ingin muntah, dia ingin melerai pertengkaran, akan tetapi rasa perutnya yang bergejolak malah membuatnya berlari ke arah kamar mandi.

"Jangan bicara seperti itu, Ran. Sudah tidak usah dengarkan kata Viona dan ibu mertuamu, makan sarapanmu Nak," sela Nugraha berusaha melerai.

"Apaan sih, Daddy. Lihat aja tuh, Mas Arga sakit saja bukannya disusulin malah diam saja di sini!" ujar Viona masih saja memperkeruh suasana.

Sementara Andini tiba-tiba saja terdiam syok mendengar ucapan menantunya. Dia berpikir keras dan sedikit menyadari ucapannya ternyata sudah terlalu keras.

"Diam kamu Viona dan jaga nada bicaramu. Walaupun seumuran, Rania ini kakak iparmu!" tegur Nugraha memelototi putrinya.

"Tapi Dad--"

"Sesempurna apa kamu sampai berani berkata seperti itu. Daddy perhatikan kamu juga masih sering bangun telat dan bahkan suka keasinan kalau urusan memasak. IPK-mu bahkan standar padahal kakakmu dosen. Memalukan!!" bentak Nugraha membuat Viona terdiam.

"Rania makanlah, Nak. Tak usah pikirkan ucapan Viona Nak," kata Nugraha.

Rania menganggukkan kepala, hatinya sedikit menghangatkan mendengar pembelaan ayah mertuanya itu, tapi kemudian justru pamit untuk melihat kondisi Arga.

"Kamu lihat, Rania setelah kamu hina dia bahkan tak membalasmu dan masih saja memperdulikan Masmu!" lanjut Nugraha menegur Viona.

"Dengar Viona, ayah bukan mau ikut campur atau tidak perduli denganmu. Namun, kamu juga dewasa bisa berpikir baik. Walaupun Mas Argamu itu masih kakakmu, tapi urusan rumah tangganya tidak boleh kamu campuri. Daddy saja yang merupakan orang tuanya tak mau melakukan itu.

Hari ini mungkin kamu tak mengerti ucapan Daddy ini, Nak, tapi suatu saat mengertilah Nak. Kelak kamu juga ada di posisi yang sama dengan Rania. Menikah dan menjadi istri dari seseorang, dan mempunyai keluarga lain. Bayangkan bagaimana kalau kamu punya ipar jahat dan julid seperti kamu, bagaimana perasaanmu?" nasehat Nugraha memberikan gambaran pada putrinya.

Viona terdiam, tapi bukannya mencerna ucapan ayahnya, dalam hati dia malah terus menggerutu dan tak terima. Dia masih saja menyalahkan Rania dan sekarang semakin membencinya karena merasa membuat Daddynya berada di pihaknya.

• • •

Sementara itu di kamar mandi, Rania yang menyusul Arga ke kamar mandi. Langsung menyeka bibir suaminya dengan tisu yang dia bawa, dan memberinya air hangat.

"Aku baik-baik saja," kata Arga sembari mengembalikan gelasnya yang sudah kosong karena sudah meneguk habis air hangatnya.

"Siapa yang perduli itu. Aku tak peduli kamu sakit atau apapun, Pak Arga, dan datang kemari bukan karena mencemaskan dirimu, tapi aku bosan saja mendengar ocehan adikmu yang mirip kenalpot bocor itu!" jawab Rania kesal.

Arga mengeram kesal dan tak terima, menarik Rania dan dengan sisa tenaganya mendorong Rania ke tembok lalu mengungkungnya.

"Berani sekali kamu!" geram Arga.

"Kenapa aku harus takut, kamu ingin membunuhku Pak Arga?" tanya Rania bersikeras.

"Mas, Rania. Kenapa merubah panggilanmu, hah?!!" bentak Arga marah.

"Karena aku tidak menganggapmu suamiku lagi, dan karena kamu sekarang cuma dosen ku, bukankah itu panggilan yang pas?" balas Rania dengan berani.

"Sial. Kamu mulai melawan!" Arga langsung mencengkram pipi Rania lalu memberinya perhitungan.

Rania mengusap bibirnya seolah ingin menyingkirkan jejak Arga, tapi mungkin itu percuma saja.

"Dengar Rania. Terlepas dari aku yang sudah menjebakmu, kita sekarang adalah suami istri dan sampai kapanpun kamu istriku!" kecam Arga menekan kata-katanya. "Terima atau tidak. Itu adalah kenyataannya!!"

• • •

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang