63. Penyesalan Viona

9.8K 245 4
                                    

Viona akhirnya pulang sendiri ke rumah, karena tak punya pilihan atau bahkan sekarang sudah tak memiliki apapun. Martabat, uang dan bahkan harga dirinya. Setelah kehilangan kegadisannya memang apalagi yang dia punya.

"Vio?!" sapa Nugraha memanggilnya.

Viona reflek menoleh dan langsung merasa sesak menatap wajah ayahnya. Selama ini dia selalu menghina Rania murahan, tapi sekarang dialah yang sesungguhnya di posisi itu. Viona merasa rusak sekaligus bersalah karena sudah mengecewakan ayahnya.

"Kamu dari mana saja, Nak. Daddy, Masmu dan beberapa orang suruhan sudah mencarimu dua hari ini. Kamu kemana saja Sayang?" tanya Nugraha dengan nada suara yang lembut.

Bahkan setelah membentak dan melawan ayahnya tempo waktu, ayahnya itu tetap saja bersikap baik kepadanya. Tidak marah walaupun Viona tahu dia sudah sangat geram dengan kelakuannya. Kedua bola mata Viona pun reflek berkaca-kaca, seolah sakit sendiri dengan perhatian itu, sebab dirinya merasa tak pantas.

"Wajahmu pucat Nak. Kamu jarang makan dan istirahat dua hari ini?" tanya Nugraha lagi.

Membuat Viona semakin menyesal saja pada kelakuannya. Harusnya walau apapun yang terjadi tak seharusnya dua hari lalu begitu kasar pada ayahnya.

"Vi-viona cuma letih Dad. Vio ke kamar dahulu untuk istirahat," jawab Viona dengan nada suara yang serak dan selain mengangguk Nugraha tak melakukan apapun.

Tak bisa menahan diri, sesampainya di kamar Viona langsung menangis sejadi-jadinya. Menyesal tapi mungkin semuanya tak akan sama lagi.

•••

Rania merasa haus dan pergi ke dapur untuk minum, tapi kemudian dia malah menemukan pemandangan yang unik. Dimana untuk pertama kalinya dia melihat Nugraha sedang memasak.

"Daddy sedang apa?" tanya Rania menghampiri.

Nugraha menoleh dan menemukan sang menantu di sana. "Apalagi Ran, Daddy sedang memasak," jawabnya serius.

Rania mengerutkan dahi dan menatapnya heran, "tapi memangnya Daddy bisa?"

"Kamu meremehkan Daddy, Ran. Ckckck, asal kamu tahu saja, dulu saat masih muda Daddy adalah koki yang hebat. Sekarang katakan saja, apa yang kamu inginkan, Daddy bisa buatkan?!" tantang Nugraha meyakinkan.

Rania mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian berseru, "rendang!!"

Nugraha langsung terdiam dan mengusap tengkuknya entah kenapa. "Jangan itu juga dong, Ran. Masakan yang satu itu terlalu sulit dan Daddy sudah melupakannya," jelas Nugraha mengelak.

"Halahh, udahlah Mas. Kamu mengaku aja, kamu itu cuma koki gadungan waktu muda!" seru Andini yang tiba-tiba muncul di sana dan Nugraha pun cuma bisa menyengir pasrah.

"Iya, tapi setidaknya bisa masak nasi goreng," jawab Nugraha masih membela diri.

"Hm, sesenang Mas ajalah!?" jawab Andini pasrah. "Hm, tapi ngapain masak segala sih, nggak biasanya?"

Untuk sesaat Nugraha terdiam, menatap Rania kemudian Andini bergantian. Kemudian menarik nafasnya kasar. "Viona pulang," ujar Nugraha dengan susah payah.

"Apa? Dimana anak tidak tahu diri itu sekarang. Biar kuberi perhitungan!" geram Andini dalam seketika.

Nugraha langsung menangkap tangannya, mencegat Andini untuk mencari Viona. "Viona. Kita semua tahu kalau dia sangat jahat dan juga keterlaluan. Terutama padamu, Nak Rania. Daddy tahu dia begitu tak tahu diri dan harusnya dihukum, tapi apa tidak sebaiknya kita beri dia kesempatan untuk berubah?!"

"Tidak bisa. Dia hampir membunuh Rania dan calon cucu kita Mas!!" bantah Andini tak terima. "Dia memang anakku, tapi jika perangainya begitu, aku tak bisa diam saja!!"

Rania menunduk, merenung menatap kedua mertuanya. Tidak munafik, dia yang merupakan korban dari Viona jauh lebih marah ketimbang siapapun, tapi saat ini entah dorongan dari mana, hati nuraninya membuat dirinya untuk mengesampingkan egonya.

Menghampiri ibu mertuanya dan kemudian ikut menggenggam tangannya. "Aku tidak tahu apa yang Viona pikirkan sampai sangat membenciku, apakah itu masih alasan yang sama, aku yang membuat kak Salsa tak jadi sebagai kakak iparnya atau apapun itu, tapi aku yakin dia adalah gadis yang baik Mom. Terbukti dari bagaimana caranya menyayangi kakakku, Kak Salsa.

Dia mungkin sedang dalam emosi yang buruk saat itu dan tak sengaja, dan dia bahkan baru kembali setelah dua hari kabur. Apa tak sebaiknya kita pendam kemarahan kita dulu, sampai situasinya tenang?!" saran Rania berbesar hati.

Tanpa mereka tahu, diujung pintu dapur ada Viona yang sudah mendengar segalanya. Gadis atau mungkin lebih cocok dipanggil wanita sekarang itu, beberapa saat lalu merasa haus dan sekarang dia ke dapur dan sudah mendengar segalanya.

Berbalik dan kembali ke kamarnya. Lalu mengurung diri kembali di sana. Melihat Rania masih saja membelanya, wanita itu tertohok dan menyadari kesalahannya. Dia tahu sekarang, kalau yang baik itu adalah Rania dan bukannya Salsa. Namun segalanya sudah terlambat, dia sudah terlalu banyak menyakiti siapapun.

Berdiam di kamar dan terus-menerus merenungi kesalahannya. Sampai kemudian dia mendengar ketukan di pintu kamarnya.

"Rania!" ujar Viona kaget setelah membuka pintunya.

Wanita itu langsung gugup apalagi dia kedapatan menangis dengan kelopak matanya yang menghitam. "Ak-aku ...."

"Aku hanya mengantarkan makanan untukmu dan tidak bermaksud mengganggu," ujar Rania cepat sambil memotong kalimat Viona.

"Hm, aku tidak bermaksud--"

"Makan dulu. Supaya kau punya tenaga untuk menghinaku!" cibir Rania ketus dan sangat menohok.

Viona menundukkan kepalanya. Rasa bersalah sungguh menghantamnya sekarang. Terlebih pada perempuan yang paling dibencinya, tapi nyatanya beberapa waktu lalu tak segan membelanya dihadapan orang tuanya. Entah terbuat dari apa hati kakak iparnya itu.

"Habiskan makananmu itu, dan jangan kabur lagi. Walaupun aku hampir mati, tapi jangan takut, aku juha tidak akan menuntutmu. Demi Mommy, daddy, suamiku atau anak dalam kandunganku. Aku yakin walaupun dia kecewa, dia tidak akan mau melihat aunty-nya dipenjara," lanjut Rania memberitahu.

"Dan satu lagi. Ini adalah masakan Daddy. Jika kamu tidak bisa menghargai aku sebagai kakak iparmu, tolong hargai Daddy sebagai orang tuamu. Kau tak seharusnya sekasar itu dua hari lalu atau kekanak-kanakan sampai kabur entah kemana!" lanjut Rania sebelum kemudian pergi dari sana.

•••

Sore tiba dan Arga pulang cepat. Menarik sampul ikatan dasinya untuk melepas. Rania yang kebetulan di sana ikut membantunya.

"Ini benar-benar mencekik, tapi lebih mencekik lagi perasaan rinduku kepadamu!" seru Arga sambil memberikan jejaknya manisnya pada Rania.

"Tapi nggak gini juga, Mas. Baru pulang udah main selonong aja. Mandi dulu kek, Mas. Seenggaknya jangan kasih aku bau keringat, tapi sabun!" ujar Rania protes.

"Mau mandi bareng aku?!" tawar Arga kemudian.

"Boleh," jawab Rania malu-malu.

Sebenarnya dia beneran malu, takut menolak karena ucapan Melati sahabatnya dan Rania rasa itu memang terbukti. Jangan sampai suami kurang jatah, atau dia akan galak dan kembali kejam lagi. Rania amati Arga memang jauh lebih baik padanya sejak mereka suami istri seutuhnya.

"Tapi nggak usah deh," ujar Arga tiba-tiba berubah pikiran membuat Rania bingung dan tak mengerti.

"Tapi kenapa, Mas? Biasanya kamu paling suka loh?!" tuntut Rania.

"Iya dan sekarang juga sama, tapi rambut kamu saja belum kering masa aku tega ngajak mandi lagi. Nanti istri aku yang tersayang ini sakit bagaimana?" jelas Arga membuat Rania mengerti sekarang. "Kamu tahu, lebih dari apapun kesehatan kamu itu jauh lebih penting sayang!" lanjut Arga serius membuat perasaan Rania menghangat.

"Yasudah, sana mandi. Aku akan ke bawah membuat teh istimewa untuk Mas!!" seru Rania inisiatif dan Arga setuju saja.

Sungguh beruntung dia memiliki Rania sebagai istrinya. Walaupun awalnya cuma untuk balas dendam, tapi sekarang Arga sudah tak peduli itu. Cintanya yang utuh pada Rania, hanya ingin melampiaskan seluruh perhatiannya pada para perempuan yang menjadi istrinya itu.

•••

TBC

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang