Rania mendesah kasar duduk di halte dalam keadaan yang kebingungan dan juga stress. Baru saja dia ditipu oleh kenalannya. Teman SMP-nya dulu yang katanya menyediakan rumah kontrakan.Rania juga sebetulnya yang bodoh, cuma karena iming-iming mereka kenal dia mau saja termakan ucapan manis temannya itu. Kontrakan murah, tapi harus dibayar awal karena si temannya itu sedang butuh obat untuk berobat ibunya yang sakit.
Rania menurut saja karena dia rasa itu cukup masuk akal. Dia bahkan dengan baik hati sengaja melebihkan untuk menunjukkan simpatinya. Akan tetapi setelah uang diterima penuh untuk pembayaran beberapa bulan ke depan. Sore itu temannya hilang, dan kontaknya mendadak tak bisa dihubungi. Akun media sosial yang awalnya menjadi media komunikasi bahkan sepertinya Rania diblokir akun temannya itu, sampai dia tak bisa melakukan apapun.
Merogoh tasnya dan menemukan sisa uangnya yang memang tak sedikit, tapi tetap saja itu tak cukup jika harus digunakan untuk menyewa kontrakan atau bahkan jika itu cuma kos-kosan.
Rania kembali menyimpan uangnya, akan tetapi karena kalut dia lengah dan tak benar-benar mengunci resleting tasnya. Bahkan pecahan nominalnya itu masih terlihat mengintip dari sana.
'Bagaimana ini, aku mau tinggal di mana sekarang. Tidak mungkin ke rumah ibu atau bahkan kembali ke rumah orang tuanya Pak Arga?!' bingungnya resah gelisah.
Hilir mudik orang-orang yang turun dan naik bus di halte tersebut. Rania sendiri masih duduk bengong di sana. Sampai kemudian hari mulai gelap dan dia sudah mengambil keputusan bulat untuk meminta tolong pada Melati sahabatnya.
Namun ketika merogoh tas untuk mengambil HP, Rania tersadar akan sesuatu hal dan memastikannya dengan wajah pucat yang tiba-tiba muncul.
"Tidak!" Rania geleng-geleng kepala. Tak percaya setelah ditipu sepertinya dia sudah di rampok tanpa di sadari. "Nggak mungkin HP aku hilang dan juga duitnya!" seru Rania dengan nafas yang tak bisa tenang.
Halte sudah sepi dan sudah tak ada siapapun di sana. Bahkan uang dan HP-nya pun hilang meninggalkannya.
Rintik hujan mulai turun mengawali hujan deras setelahnya. Cipratannya mulai mengenai Rania dan membuat Rania kedinginan, tapi dia tak peduli itu. Karena sekarang fokusnya adalah pada dirinya yang sudah tak punya apa-apa. Bahkan jika sepersen uangpun. Rasa lapar bahkan mulai menggerogoti perutnya.
Perasaan Rania bercampur aduk, dia ingin menangis rasanya, tapi memang air matanya cukup sulit keluar jika ditempat umum.
Sampai tiba-tiba saja rasa hangat melingkupi tubuhnya. Rania mendongak dan syok menemukan Arga tiba-tiba saja ada dihadapannya. Mengucek matanya untuk memastikan dan memang begitulah adanya.
"Kamu di sini ternyata!" ujar Arga dingin dan menatapnya tajam dengan amarah yang sepertinya sedang ditahan.
"Apa urusanmu?!" balas Rania ketus. Dia masih sakit hati mengingat bagaimana suaminya sendiri lebih membela adiknya yang salah ketimbang dirinya yang merupakan istrinya dan Rania merasa benar.
"Tentu saja itu urusanku. Kamu masih istriku jangan lupa itu Rania!" tegas Arga.
Rania muak dan segera melepas sesuatu yang melingkupi tubuhnya sampai merasa hangat, dan ternyata itu adalah jas milik Arga. Rania marah kemudian melemparnya pada Arga.
"Kalau begitu ceraikan aku, supaya aku tidak menjadi urusanmu. Ch, lebih baik sekarang pergilah, urus adikmu yang baik hati dan tanpa dosa itu!" seru Rania marah.
Arga setelah berhasil menangkap jasnya, mengepalkan tangannya lebih keras menahan emosinya yang terpancing dan mau meledak. Namun, tak bisa diam saja dia segera lebih dekat, mencengkram dan mengangkat rahang Rania agar mereka berhadapan.
Rania segera menepis tangannya, meski itu tak berhasil. "Apa yang perlu dipertahankan dari pernikahan tanpa sengaja. Kita bahkan terpaksa melakukan itu hanya karena terbangun di ranjang yang sama dan juga mungkin sudah melakukan sesuatu yang tak sengaja."
Rania meneguk ludahnya kasar, menatap suaminya dengan serius. "Pak Arga, pernikahan ini sudah menjadi beban yang sama sekali tak bisa membuat kita bahagia. Aku tahu kamu pun tertekan sama sepertimu dan aku pun percaya kamu juga tersiksa dengan semua ini, jadi ayo kita bercerai," ujar Rania berubah tenang dan tegas diakhir kalimatnya.
Anehnya tiba-tiba saja raut Arga berubah, bahkan peletakan tangannya pada wajah Rania pun sama dan juga berubah. Dari yang awalnya mencengkram, kini menangkup dan beberapa kali memberikan elusan di sana.
Arga tak lagi memperlihatkan kemarahannya, akan tetapi Rania lebih kekakuan dan merinding melihatnya. Dia seperti devil yang tersenyum dan mengejek Rania sebagai mangsanya yang tak berdaya.
"Dengar Rania, kamu sepertinya sudah salah besar dalam menyimpulkan yang terjadi selama ini!" seru Arga dengan serius membuat Rania mengerutkan dahinya bingung, sekaligus menantikan ucapan Arga yang berikutnya.
"Pernikahan kita adalah sesuatu yang sengaja aku rancang dan begitu juga malam itu. Kamu bodoh atau terlalu naif, tapi aku adalah dalang dibalik semua ini!" tegas Arga membuat Rania mundur.
Sayang sekali Arga sigap mengunci pergelangan tangannya sehingga Rania yang terkejut tak bisa mundur. "Aku tidak terpaksa!!" lanjut Arga menekan kata-katanya.
Rania geleng-geleng kepala, dia tak percaya dan masih gamang dengan sesuatu yang diungkapkan. "Tidak mungkin ...."
"Mungkin saja!"
"Tapi kenapa?"
Arga tak langsung menjawab, dan malah menyeringai juga menaikkan satu tangannya untuk mengusap pipi Rania. "Kakakmu penghianat dan jala-ng itu perlu diberi perhitungan. Tukang selingkuh itu harus mendapatkan balasan yang sepadan."
"Jadi apa yang sudah Laura katakan malam itu, benar? tanya Rania membuat Arga lebih tersenyum miring.
"Jadi pembantu bodoh dan mempunyai mimpi besar menjadi ratu itu sudah memberitahu kamu? Hahaha, ternyata kamu sudah tahu kakakmu Salsa selingkuh dariku?"
Rania menganggukkan kepala, teringat bagaimana Laura membongkar segalanya saat akan menjebak Arga.
"Dia tidur dengan sahabatku Andre, rekan kerjaku. Mereka ke bali untuk urusan pekerjaan, tapi malah bersenang-senang di sana. Salsa pikir aku tidak tahu, tapi sekarang aku bahkan membalasnya hal yang yang tidak pernah dia bayangan!" seru Arga membuat Rania segera menundukkan kepalanya.
"Aku meniduri adiknya, kamu Rania!"
'Jadi selama ini aku hanya senjata balas dendam. Aku sudah dimanfaatkan suamiku sendiri?!' tanya Rania pada dirinya sendiri. Hatinya sakit dan Rania tidak bisa terima semua itu.
Perempuan itu tiba-tiba saja kembali mengangkat kepalanya. "Kamu sudah mendapatnya, lalu kenapa masih bertahan. Ceraikan aku sekarang!"
"Tidak bisa!" tegas Arga.
"Tapi kenapa? Bukankah kamu sudah membalaskan dendammu pada kak Salsa?!" sarkas Rania dengan menaikkan nada suaranya.
Arga terdiam untuk sesaat, kemudian menatap Rania dengan aneh. "Aku sudah selesai dengan Salsa, tapi tidak denganmu. Aku pikir kamu ini adalah alat balas dendam yang menyenangkan dan aku belum puas bermain-main denganmu!"
• • •
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat)
RomanceRania Anindya tak pernah menyangka kalau saat bangun tiba-tiba saja dia dipergoki tidur dengan laki-laki di ranjangnya. Rania terkejut, sebab seingatnya dia masih belum mempunyai pasangan sama sekali. Namun, belum juga pulih dari keterkejutannya, Ra...