47. Tak Bisa Menenangkan Diri

9.8K 283 2
                                    


Arga mengepalkan tangannya, mengeram menatap beberapa kain yang di jadikan tali dan masih terikat di balkon. Dia marah, tapi di saat yang sama pria itu juga tampak gelisah memikirkan bagaimana kondisi istrinya yang baru kabur itu.

Menghubungi beberapa kali, tapi tak ada jawaban dari Rania. Hal itu membuatnya semakin cemas saja dan mungkin tak bisa tenang sebelum menemukan istrinya yang bahkan sedang mengandung itu.

Tak bisa diam saja, pria itu segera mengandalkan asistennya dengan cara melacak GPS HP istrinya itu, dan dirinya sendiri langsung bergerak untuk mencarinya.

Malam tiba dengan cepat dan Arga masih  belum menemukan istrinya, tak bisa beristirahat dia bahkan merasa harus melihat kondisi adiknya di rumah sakit.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Arga sambil mengusap puncak kepala Viona dan tersenyum walaupun dalam lelahnya.

"Viona baik-baik saja, Mas, tapi bagaimana dengan Kak Rania? Kemana dia, apa sekejam itukah dirinya sampai untuk menjenguk aku korbannya dia tak sudi?!" tanya Viona memancing amarah Arga.

Dia sengaja mengatakan itu untuk membuat kakak dan kakak iparnya bertengkar dan nantinya akan berpisah. Dia ternyata tak perduli dengan ucapan ayahnya Nugraha dan walaupun beliau tak mungkin berbohong, Viona tak mau percaya terhadap fakta yang sebenarnya. Dia masih berkeras hati dan menyalahkan Rania atas segalanya.

"Aku minta maaf sudah membuatmu hampir celaka dan kalau saja aku lebih waspada dan hati-hati, aku pasti bisa menjaga kakak iparmu untuk tidak mencelakaimu," jelas Arga tulus, tapi hal itu justru membuat Viona tak terima.

'Cih, apa begini saja? Setelah sakit dan mengorbankan kakiku sampai terkilir begini, Mas Arga cuma bereaksi begini. Sial. Bahkan dia minta maaf untuk jala-ng itu dan sepertinya kemarahannya tidak akan lama terhadap Rania!' geram Viona sambil mengangguk kecewa.

"Aku tahu kamu pasti sangat kecewa, tapi Viona, aku harap setelah ini lebih baik kamu tidak usah bicara lagi dengan Rania. Jangan mendekatinya," peringat Arga takut Rania mungkin akan mencelakai adiknya lagi.

"Kenapa begitu, Mas?" tanya Viona dengan nada yang tak terima. "Kenapa Mas tidak menceraikan Rania saja, apa untungnya mendapatkan istri seperti dia?!" lanjut Viona menuntut dengan nada suara yang terang-terangan.

Untuk sesaat Arga terdiam, tapi kemudian dia tak menjawab dan malah bereaksi kembali mengusap puncak kepala adiknya. "Istirahatlah supaya kamu cepat pulih dan bisa pulang secepatnya!" seru Arga sambil tersenyum.

"Tapi Mas kamu belum menjawab pertany--"

"Maaf Viona sepertinya aku tidak bisa berlama-lama di sini. Masih ada yang harus aku lakukan. Baiklah aku akan pergi sekarang dan jika kamu mengingatkan sesuatu untuk kubawakan nanti, kamu jangan ragu!" seru Arga yang langsung keluar setelahnya dan tak mau mendengar jawaban apapun dari adiknya.

*****

"Kamu kenapa Ga?" tanya Nugraha ketika berpapasan dengan putranya itu di luar kamar Viona.

Dia dan istrinya Andini baru saja selesai makan di kantin rumah sakit. Langsung terlihat bingung ketika menemukan putranya dengan kondisi yang berantakan dan juga wajah yang menyiratkan kekacauan.

"Rania kabur, Dad," jawabnya membuat orang tuanya kaget dan langsung menatapnya dengan tak percaya.

"Apa?!" kompak Nugraha dan Andini secara bersamaan.

"Aku memarahinya karena sudah kejam melukai Viona, dan aku mengurungnya di kamar karena aku harus pergi sebentar untuk melakukan sesuatu, tapi Rania malah tak ada di kamar dan hanya meninggalkan sejumlah kain yang terikat dan dijadikan tali untuk menuruni balkon. Aku tak mengerti lagi, bagaimana bisa dia senekat itu dan bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan kandungan setelah melakukan itu," jelas Arga membuat Andini terkejut, tapi tidak dengan Nugraha karena dia sudah mengetahuinya lebih awal karena Arga sudah memberitahunya.

"Apa maksud kamu, Ga?!" tuntut Andini meminta penjelasan.

"Sebenarnya Rania sedang mengandung anakku Mom, mungkin itulah yang membuatnya bersikap buruk belakangan ini. Aku yakin hormon ibu hamil yang sudah membuatnya kejam begitu," jelas Arga.

Andini Sontak mendesah kasar sekaligus langsung merasa menyesal. Setelah tahu fakta sebenarnya dan kehamilan menantunya, Andini merasa buruk sekali sekarang. Bisa-bisanya dia memperlakukan Rania buruk, padahal dia adalah korban keegoisan putranya sendiri dan untuk masalah Viona. Wanita tua itu pun mulai meragu kalau Ranialah pelakunya.

"Terus sekarang di mana dia, kenapa kamu mengurungnya dan membuatnya sampai kabur begitu. Cari dia Arga dan temukan menantuku itu, jangan sampai terjadi sesuatu kepadanya!" seru Andini sedikit berteriak.

Arga mengangguk saja dan segera pamit pergi, sementara itu tubuhnya langsung terasa lemas. Beruntunglah Nugraha secara sigap membawanya duduk di kursi tunggu yang ada didepan ruang rawat Viona.

"Mas bagaimana ini, bagaimana dengan Rania kenapa anak itu nekat sekali. Bagaimana kalau sampai calon cucu kita kenapa-napa?!"

"Ssstt ... sudah. Jangan terlalu dipikirkan Rania pasti akan baik-baik saja," jelas Nugraha mencoba menenangkan istrinya.

*****

Sementara itu, di apartemen milik Melati, Rania sudah terlihat baikan dan bahkan berganti pakaian. Menggunakan miliknya Melati sahabatnya. Saat ini dia sedang dibalkon dan menatap langit untuk menatap bintang yang tak terlihat, meski anehnya dia terus mencoba walaupun tahu itu mustahil.

Lama melakukan itu, Rania pun bosan dan masuk ke kamar. Teleponnya berbunyi dan ternyata kali ini dari Melati.

"Kita punya tugas kuliah, dan aku sudah mengerjakan untuk mu. Kirimlah dan jangan memikirkan apapun selain beristirahat!" seru Melati perhatian.

"Terimakasih Mel, aku tidak tahu akan bagaimana nasibku jika tanpa adanya kamu," jawab Rania tulus.

"Jangan sungkan begitu dan beristirahatlah. Begadang tidak akan cocok untuk ibu hamil!" seru Melati.

Rania pun mengangguk meski tak bisa dilihat oleh Melati, dan mereka pun mengakhiri panggilan telepon dengan segera.

Rania membuka pesan dari Melati lalu memeriksanya. Rupanya tidak hanya satu tugas dan ada beberapa. Rania dengan sigap setelah mengirimkannya ke email dosen yang bersangkutan.

Dia sampai lupa kalau salah satunya adalah tugas dari Arga. Dosen sekaligus suaminya. Tanpa sadar karena terlalu terpikirkan Arga, dia juga reflek mengirimkan tugasnya ke emailnya Arga. Dia tak sadar melakukannya, seperti blang dan kosong yang spontan secara bersamaan.

Barulah tersadar ketika mendapatkan balasan dari Arga yang menyuruhnya mengangkat telepon dan memaksanya pulang.

Rania yang tersadar akhirnya melempar HP-nya ke sofa. Moodnya kembali buruk dan dia kembali pusing sekarang ini.

"Ada apa lagi dengannya, apakah belum puas setelah menamparku dengan kasar. Kamu kejam Pak Arga, bahkan setelah itu kamu tahunya cuma menyalahkan aku!" geram Rania berbicara sendiri.

Air matanya yang seharusnya sulit jatuh itu, kini begitu mudahnya membasahi pipi. Rania terlihat rapuh apalagi saat mengingat pesan Arga yang tak lain berisi ancaman selain menyuruhnya untuk pulang.

*****

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang