46. Terlalu Terluka Dengan Hati Yang Tak Terkendali

12K 321 0
                                    


Di rumah sakit, setelah Viona di periksa dan sadarkan diri juga sudah boleh dilihat. Gadis itu meski sedang kesakitan, tapi sama sekali tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Dia langsung merengek dan bertingkah untuk memperburuk sisi Rania dihadapan orang tuanya.

"Hiks-hikss ... Viona takut Rania, Mom. Dia jahat, tega dan sampai hati mendorong Viona. Hiks-hikss, Viona takut Mom," ujarnya membuat hati Andini memanas.

"Anak itu memang kelewatan, harusnya tadi aku tak hanya mengomelinya, tapi juga menamparnya. Biar tahu rasa dan cepat sadar!" geram Andini marah.

"Sudahlah .... Jangan begitu pada Rania. Kita sendiri sudah mendengar bagaimana pengakuannya. Lagipula Daddy perhatikan selama ini Viona yang suka cari gara-gara sama menantu kita, Mom. Anak kita juga yang salah," ujar Nugraha membela dan mencoba bersikap adil tanpa memihak siapapun. Sekalipun itu menantu ataupun putrinya sendiri.

"Tapi Mas, Rania itu memang kasar!" tehas Andini mendebat tak terima.

"Siapa juga yang tahan, setiap hari dikatain dan direndahkan. Kamu juga Viona, kalaupun seandainya Rania jahat dan kamu tahu itu, salahmu juga. Sudah tahu begitu masih saja kamu pancing amarahnya!" nasehat Nugraha bijak.

"Mas, anak kita ini loh yang jadi korban!" seru Andini tak terima.

"Iya, Daddy. Malahan sebelum ini gara-gara dia juga kan bibi sama Laura pergi dari rumah, hiks-hikss ... Rania sudah memfitnah mereka!" timpal Viona. Rupanya gadis itu masih belum moveon masalah pembantu mereka yang sudah diusir pergi dari rumah.

Hal itupun membuat Nugraha memijat kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. "Sudahlah. Lupakan masalah ini dan kamu Viona berhenti mengungkit masalah Laura. Kamu juga Andini berhenti bersikap egois dan cuma bisa memandang kesalahan orang lain juga. Terlepas dari apa yang sudah terjadi, Rania menantu kita dan kamu jugakan yang memaksa dia menikah dengan Arga?!" sarkas Nugraha melanjutkan dengan kalimat yang tak mau dibantah.

Namun tentu saja walaupun begitu, Viona tetap saja berani membantah. "Apa sih yang sudah lakukan sampai Daddy sangat membelanya. Dia mendapatkan Mas Arga dengan cara curang Dad, dan bahkan membuat Laura pembantu kita yang sangat telaten itu dengan ibunya diusir dari rumah! Wanita keji seperti Rania tak pantas bersanding dengan Mas Arga dan sampah sepertinya sudah seharusnya dibuang!!"

"Viona!" bentak Nugraha langsung dengan wajah yang sedang menahan marah. Sungguh kalau saja dihadapannya bukan putri kandungnya, dia sudah menamparnya karena berani berbicara sembarangan, tapi tidak. Nugraha tak melakukannya, karena ingat kalau Viona ini adalah anak kandungnya.

"Asal kamu tahu saja apa yang sudah Laura lakukan pada kakakmu Arga adalah dia mencoba melecehkannya. Dia berbuat kurang ajar dan apa kamu pikir pembantu seperti dia pantas dipertahankan?!" beritahu Nugraha membongkar kejadian lalu, walaupun menurutnya anaknya kurang dewasa untuk mengerti itu, akan tetapi kalau sudah begini dia juga tak bisa diam saja.

"Dan masalah dia mendapatkan Arga dengan cara yang curang, bukan Rania yang curang, tapi Arga!" seru Nugraha, kali ini bukan hanya Viona yang menatapnya heran, tapi juga Andini.

"Apa maksudmu Mas?!" tanya Andini.

"Anak kita Arga sudah lama menyukai Rania, jauh sebelum dia kita tunangkan dengan Salsa, tapi Arga bertahan karena menghormati kamu Andini dan bahkan mencoba merima Salsa. Sayang sekali usahanya itu justru disia-siakan. Salsa malah selingkuh dan aku sendiri yang menjadi buktinya. Aku menyaksikan bagaimana perempuan itu di bali dengan seorang laki-laki!" tegas Nugraha mengungkapkan, tapi bukan hanya sampai di sana saja.

"Aku sebenarnya ingin diam saja dan membiarkan Arga menjalani hidupnya sendiri tanpa ikut campur, tapi kalian ini terus saja menyalahkan Rania atas hal itu, padahal Argalah sesungguhnya salah!" lanjutnya membuat Andini terlihat pusing karena belum sepenuhnya memahami ucapannya.

Beda dengan putrinya Viona, gadis itu malah kekeh dan menggelengkan kepala. "Nggak! Daddy pasti bohong. Itu semua nggak benar dan bukan Mas Arga yang menjebak Rania, tapi Ranialah yang menjebak Mas Arga!"

• • •

Rania menghapus air matanya, setelah sekian lama baru kali ini dia menangis lepas lagi selain di hari pernikahan. Sedih tak dipercayai, terlebih lagi Arga begitu kasar kepada dirinya.

Terbersit rasanya dia ingin kabur dan diapun melakukannya. Setelah mobil Arga terdengar menjauh dari pekarangan. Rania yang tak bisa keluar dari pintu kamar nekat menuruni balkon kamar dengan alat seadanya.

Beberapa kali dia hampir terjatuh, tapi beruntunglah semua itu tak terjadi. Rania berhasil keluar rumah dan rupanya sebelum melakukan aksi nekatnya Rania sudah menghubungi Melati dan temannya sudah menunggunya di sana.

Dengan cepat mereka pergi dan menuju sebuah gedung apartemen. Melati langsung membawanya ke sana selain untuk menenangkan Rania yang terlihat buruk, temannya itu paham sahabatnya butuh tempat untuk beristirahat dan juga merilekskan diri.

Tak langsung menuntut untuk bercerita, Melati membiarkan Rania tidur dan beristirahat sejenak. Sementara dirinya memasak dan menyiapkan sesuatu untuk dimakan oleh sahabatnya itu.

Beberapa jam kemudian Rania terbangun dan Melati masih di sana. Ternyata Rania sudah menceritakan segalanya ditelepon secara singkat dan itulah mengapa Melati tak terlalu terkejut dengan keadaannya.

"Kamu bisa tinggal di sini untuk sementara waktu, tapi Ran. Aku tidak menjamin Pak Arga tak akan menemukanmu walaupun aku tutup mulut," jelas Melati memberitahu.

"Dia tidak akan mencariku, karena dia lebih mementingkan adiknya ketimbang aku!" jawab Rania dengan perasaan tak bisa dia tutupi.

Melati mengusap bahu Rania untuk menenangkannya. Dia melihat jejak jari begitu kontraks berwarna merah yang mulai membiru di pipi sahabatnya. Sudah dia obati memang saat Rania tidur beberapa saat lalu, tapi sampai sekarang dia masih ikut sakit melihatnya.

"Baiklah Ran, kamu di sini saja. Tinggalah di apartemen ku ini sampai kapanpun kamu mau, dan masalah pekerjaan di kafe kakaku. Kamu boleh masuk setelah kamu merasa membaik," jelas Melati dengan penuh pengertian.

Rania mengangguk paham, meski tak berpikir kalau dia akan selamanya tinggal di sana. Akan tetapi dia sudah cukup bersyukur, bisa tinggal sementara waktu dan menjauh dari Arga.

Beberapa jam berlalu, dan Melati sudah pamit pulang. Dia pun bisa sendiri dan menangis sepuasnya di sana. Sakit, sudah pasti. Hati mana yang tak terluka ketika tak dipercayai, apalagi karena hal itu suaminya sendiri bahkan tega menamparnya walaupun tahu keadaannya sedang hamil.

Melirik ke sebuah HP baru barang satu-satunya yang dia bawa. Benda itu menyala dan terus memunculkan nama Arga sebagai penelepon.

"Kenapa menghubungi aku Pak Arga, harusnya kamu urus saja adik kesayanganmu!" serunya tanpa menjawab telepon.

Rania tak menjawab meskipun tak menerima panggilan telepon itu. Dia hanya terus memandang dan menatapnya dengan perasaan kecewa, seolah-olah sedang menatap Arga langsung.

"Kamu jahat, kamu benar-benar kejam dan sangat egois di saat yang bersamaan!" seru Rania semakin terisak.

Namun bukan itu puncak kesakitannya, melainkan ditengah segala rasa yang berkecamuk itu ada hatinya yang sudah dia sadari sudah menjadi milik Arga. Dia mencintai suaminya, meski setelah apa yang sudah terjadi. Setelah dilukai dan berulang kali dibuat kecewa, anehnya bukannya benci Rania justru mencintai.

"Hiks-hikss!! Mas Arga!" teriaknya akhirnya histeris.

• • •

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang