"Ah, ternyata selama ini kamu tidak sakit perut Rania, tapi hamil anakku. Bagaimana rasanya?!" tanya Arga nada suara seolah mempermainkan Rania. "Aku yakin kamu pasti sama senangnya dengan ku. Karena artinya sebentar lagi kita akan sama-sama akan menjadi orang tua," lanjut Arga.Sementara itu Rania masih syok dan tak percaya dengan hasil pemeriksaan dari dokter. Itu sudah sangat akurat apalagi sekarang ditangan Rania ada hasil USG janinnya.
'Kenapa ini harus terjadi, aku benar-benar hamil sekarang. Padahal aku baru saja berencana meninggalkan Pak Arga, jika aku tak hamil. Apa yang harus kulakukan?!' bingung Rania membatin.
Tangannya getir bahkan terasa bergetar saat meraba perutnya sendiri. Haruskah dia bahagia karena akhirnya mempunyai kloningan dirinya sendiri bersama Arga dosen sekaligus mantan calon kakak iparnya sendiri. Perasaannya sulit dan dia bahkan terdiam tak bisa bereaksi apapun.
"Kita pulang istriku, sepertinya kamu butuh banyak istirahat mulai sekarang!" ujar Arga tegas, tapi dengan wajah datar dan terasa sangat memaksa.
Mengapit pinggang Rania yang tak seramping dulu lagi, tapi Arga tak terkejut. Dia memakluminya, karena sejak awal dia sudah mengetahui kehamilan Rania. Baru bisa mengungkapkannya sekarang karena seperti yang sudah diketahui. Ini caranya membuat Rania tak berani pergi darinya.
"Bahkan perut kamu sudah sangat terasa sedikit membuncit. Hm, bagaimana mungkin kamu begitu bodoh istriku sampai tak menyadari kehadiran anak kita. Harusnya kamu curiga apalagi perempuan hamil itu identik dengan tidak datang bulan. Ah, tapi dokter bodoh itu juga, bagaimana dia bisa salah menggugat penyakitmu ya? Bisa-bisanya dia bilang kamu sakit perut dan harus dioperasi?!" seru Arga seolah dia heran, padahal hasil pemeriksaan sebelumnya dia sendirilah yang merekayasa.
"Jangan dipikirkan, tapi ngomong-ngomong wanita hamil itu mengidam. Apakah kamu tidak menginginkan sesuatu Rania?"
Rania akhirnya menoleh dan menepis tangan Arga dari pinggangnya walaupun itu tak berhasil.
"Pak Arga kok berisik bangat sih, kepala aku sakit mendengar suara Bapak!" omel Rania kesal sendiri dengan Arga rewel padanya.
"Pak, Pak, terus ... aku suami kamu Rania dan sekarang calon ayah dari anak kamu!" omel Arga tak terima.
"Hm, iya-iya!" jawab Rania tak ikhlas untuk mengalah.
Sesampainya mereka di mobil dan Arga dalam keadaan siap untuk menyetir. Tiba-tiba saja suara telepon berdering dan itu milik Rania. Arga membiarkan istrinya itu menjawab, tapi anehnya dia malah seperti menahan tawa.
Beberapa saat kemudian saat Rania selesai, barulah pria dingin itu terlihat aneh dengan tawa lepas dan hangatnya. Walaupun sebetulnya itu sangat mengganggu karena dia meledek Rania.
"Sejak kapan HP kamu berubah menjadi HP jadul begitu, astaga Rania. Hahaha?!"
"Sejak kemarin-kemarin, memangnya kenapa sih, Pak? Nggak ada yang lucu kok. Dasar Aneh!" seru Rania kesal.
"Dimana HP-mu yang sebelumnya?" tanya Arga kali ini serius.
"Ilang," jawab Rania pelan dan singkat.
"Apa?!" tanya Arga sengaja pura-pura tidak mendengar untuk menggoda Rania.
"Hilang Pak Arga. Saat aku kabur dan duduk di halte bus hari itu, aku nggak sadar kecopetan dan asal Bapak tahu selain itu aku juga habis ketipu. Duit tabungan aku habis diambil teman SMP aku buat bayar kontrakan, tapi yang ada kontrakan tak ada, tabunganku malah di bawa dan sisanya dirampok tanpa aku sadari bersama HP-ku," jelas Rania tanpa sadar cerewet karena kesal dengan ucapan Arga yang terasa mengejeknya.
Arga mampu menyimak, walaupun perkataan Rania cukup cepat dan panjang. "Kesimpulannya kamu berarti terkena azab karena sudah menjadi istri yang durhaka pada suaminya!"
"Aku tipu dan dirampok, bukan di azab Pak Arga. Lagipula yang pantas di azab itu Bapak, karena suka semena-mena sama istri!" seru Rania tak mau kalah.
"Kenyataan kamu kan yang kena. Itu berarti kamu saja yang sudah melakukan kesalahan, sementara aku tidak," jelas Arga sengit.
Namun Rania masih belum mau menyerah. "Pak Arga jangan lupa bagaimana kamu meladeni mantan pacarmu yang bernama Angel itu saat Rencana. Laura pembantu kesayanganmu, kamu bahkan kesenangan mendapatkan rayuannya. Ah, jangan lupa bagaimana kamu selalu lebih peduli pada adik kamu Viona yang punya mulut seperti kenalpot bocor itu!" geram Rania mengungkapkan sesuatu yang dia anggap merupakan kesalahan Arga.
"Suka pergi tanpa izin, pulang terlambat, memaksa ku melakukan kecurangan dengan membuat nilaimu di mata kuliah ku aman. Jangan lupa jarang melayani suami. Jangankan untuk hakku, masalah menyiapkan pakaian saja dan memasak kamu pun jarang. Ditambah sikap kekanak-kanakan, kalau ada masalah bukannya dibicarakan baik-baik, kamu malah nekat kabur!" tukas Arga balas menyebutkan kesalahan Rania menurutnya.
Untuk sesaat setelah mengatakan hal itu, baik Arga ataupun Rania kompak terdiam. Memikirkan ucapan satu sama lain dan berusaha untuk tak egois, atau hanya melihat kesalahan orang lain saja. Mereka sama-sama memikirkan kesalahan mereka sendiri yang sudah diungkapkan satu-sama lain itu.
"Ma--maaf," ucap Rania ragu sambil meneguk ludahnya kasar, seraya dengan harapan Arga akan mengatakan hal yang sama.
Namun setelah ditunggu suaminya itu malah tetap diam, dan yang membuat kecewa, Arga malah lanjut mengemudikan mobilnya seolah tidak terjadi apa-apa. Dia seolah tak merasa bersalah dan sepertinya barusan dia tak benar-benar memikirkan kesalahannya.
• • •
Rupanya Arga tak langsung membawa Rania pulang, tapi ke sebuah toko elektronik dan membelinya telepon baru. Sebagai seorang suami dia merasa wajib melakukan itu, apalagi rasanya tak tega melihat wanitanya sendiri memakai barang jadul di era jaman yang sudah sangat modern.
"Kamu maunya yang mana Ran?" tanya Arga begitu pegawai toko mengeluarkan pilihan HP terbaru.
Rania tidak mood, dia tak tertarik dengan hal itu meskipun dia butuh dan sangat menginginkannya. Namun kejadian beberapa menit lalu dan juga kehamilannya, membuatnya tak bisa bahagia dengan tawaran menarik yang diberikan padanya.
"Rania!" tegur Arga mencoba menyadarkannya yang terlihat melamun.
"Terserah," jawab Rania lemah dan tak bersemangat.
Arga berdecak kesal dan tak suka mendengar itu. Sementara pegawai toko segera terkekeh karena merasa lucu. "Biasanya kalau perempuan bilang terserah, itu artinya Mas ini harus menebak isi hatinya," ceplos pegawai toko elektronik itu bercanda, tapi kemudian Arga justru mengangguk setuju.
"Baiklah, biar aku tebak di mana Handphone yang istriku ini inginkan!" serunya bersemangat dan juga sambil mengulurkan tangan mengusap puncak kepala Rania.
Setelah dari sana hari itu, Arga masih tak melanjutkan perjalanan untuk pulang, tapi mengajak Rania belanja beberapa hal yang tak bisa dia lakukan saat menyembunyikan kehamilan Rania. Kebutuhan bayi.
"Anak kita butuh ini, Ran, ah ya yang di sana juga!" seru Arga bersemangat walaupun agak kecewa dengan reaksi dingin Rania yang terkesan ogah-ogahan.
"Itu untuk anak empat tahun, bukan bayi baru lahir!" ujar Rania dengan malas memberitahu ketika Arga memilih barang yang di rasa mainan anak sudah cukup besar.
"Apa yang salah dengan itu, pada akhirnya setelah berlalu empat tahun, anak kita nanti akan berusia empat tahu!" seru Arga dengan enteng dan seringai polosnya.
"Yaampun, Pak Arga!" ujar Rania kesal sambil kemudian mengusap wajahnya kasar.
• • •
To Be Continued
![](https://img.wattpad.com/cover/348166542-288-k692396.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat)
RomantizmRania Anindya tak pernah menyangka kalau saat bangun tiba-tiba saja dia dipergoki tidur dengan laki-laki di ranjangnya. Rania terkejut, sebab seingatnya dia masih belum mempunyai pasangan sama sekali. Namun, belum juga pulih dari keterkejutannya, Ra...