Rania turun ke bawah dan bersiap menyiapkan apa yang dia katakan, setelah mendapatkan persetujuan suaminya Arga. Dia tak melewati area ruang tengah sehingga tak bertemu, ibu dan kedua mertuanya. Akan tetapi Salsa melihatnya pergi, sehingga tak melewatkan kesempatan yang ada. Salsa naik dan mencoba masuk ke kamar Arga dan Rania.Arga yang tak bisa beristirahat tampak duduk di atas tempat tidur. Tak bisa terpejam karena tak ada Rania di sisinya. Awal dia terkejut dengan Rania yang dia pikir kembali, sebelum kemudian dari balik pintu Salsa muncul dan membuatnya mendengus kasar, serta segera memasang wajah yang tak suka.
"Lancang sekali kamu masuk ke kamarku dan Rania?!" geram Arga dengan marahnya.
"Setidaknya aku hanya masuk, tapi istrimu sudah merebut milikku!" sarkas Salsa dengan percaya diri.
Arga segera muak dan menatapnya tajam. "Jika maksudmu adalah aku, maka ketahuilah kalau sesungguhnya kita tidak pernah saling memiliki. Karena kamu itu bekasnya Andre dan maaf Salsa, aku benar-benar tak suka bekas!"
"Oh, ayolah Sayan--"
"Cukup dan KELUAR DARI KAMARKU, SEKARANG!!" bentak Arga sambil berteriak kencang. "Keluar, Jala--ng!!" amuk Arga sambil kemudian bangkit dengan amarahnya dan tanpa pikir panjang segera menyeret Salsa keluar.
Arga memang begitu, tipikal orang yang sulit untuk di usik dan gampang emosian. Inilah mengapa hubungannya dan Rania lambat berkembang selama ini. Namun walau begitu, sejak hidup bersama dengan Rania, tempramennya sudah jauh berkurang, apalagi saat dirinya dan Rania mengungkapkan rasa juga berbaikan.
"Apalagi yang kamu tunggu!"
Brak!!
Arga dengan kejam dan tenaga yang entah dari mana benar-benar melemparkan Salsa keluar. Akan tetapi saat di luar kamar, akibat teriakannya tadi orang tua dan mertuanya tiba-tiba sudah ada di sana. Menatap mereka dengan bingung.
"Ada apa ribut-ribut sih, Ga? Kenapa juga kamu mendorong Salsa begitu?" tanya Andini yang segera malu dengan kelakuan putranya.
"Aku juga tidak mengerti bagaimana perempuan ini masuk ke kamarku dan Rania dengan lancangnya. Aku pikir dengan perselingkuhannya dan Andre yang aku tutupi dari Ibu Renita akan membuatnya berubah, tapi ternyata dia semakin menunjukkan sikap aslinya!" seru Arga dan kini giliran Renita yang malu dan menatap putrinya.
"Apa maksudmu Nak Arga?" tanya Renita bingung dan menuntut penjelasan.
"Sebenarnya aku tak mau mengatakan ini, karena Ibu pasti kecewa setelahnya. Akan tetapi sekarang aku harus mengungkapkannya supaya kalian atau siapapun berhenti menyalahkan Rania!" tegas Arga dan diapun segera membongkar kebusukannya Salsa, tak hanya lewat kata, Arga bahkan sempat kembali ke kamar untuk mengambil bukti perselingkuhan Salsa.
Tak berapa saat Renita yang geram dan malu, juga di saat yang bersamaan tak mau membuat Rania cemas, segera pamit pulang. Mungkin perempuan paruh baya itu akan menyelesaikan masalahnya di rumahnya saja. Dia tak mau Rania sampai tahu dan takut membuat kondisi anaknya yang tengah hamil itu menurun.
Sementara Andini dan Nugraha yang cukup terkejut, cuma bisa pasrah dan memenangkan diri mereka dengan kembali ke kamar dan beristirahat.
Tak menyangka ucapan Arga hari ini yang jauh lebih detail dan akurat dengan buktinya membuat mereka percaya dan sekaligus sangat-sangat kecewa. Mengingat bagaimana Salsa yang hampir saja jadi menantu mereka itu, bukan hanya sudah menyelingkuhi Arga, tapi juga tak ubahnya seperti jala--ng yang menjual diri.
Sementara Salsa yang terbongkar aibnya tak menyangka Arga rupanya punya bukti perselingkuhannya, padahal pria itu tak pernah mengungkit soal buktinya sebelumnya. Itulah mengapa meski tahu Arga sudah menyadari perselingkuhannya, Salsa masih berani mendekatinya karena berpikir Arga tak punya bukti.
Akan tetapi setelah yang terjadi, Salsa menyesal karena sudah terlalu bertindak gegabah, tapi bukan berarti dia sadar dan menyesali perbuatannya. Alih-alih demikian, gadis itu justru terpikirkan dendam yang jauh lebih buruk. Dia bersumpah dalam hatinya, kalau mulai saat itu bukan hanya Rania yang mendapatkan pembalasannya, tapi juga Arga yang sudah membuat malu dirinya dihadapan ibunya.
• • •
"Aaarrrgggh! Mas Arga kenapa kemari sih, bukannya masih lemas?" keluh Rania sambil mendorong Arga mencoba menjaga jarak karena masih asik memasak, dan sepertinya tak mau di ganggu.
Rupanya pertengkaran itu tak sampai ke dapur dan istrinya benar-benar tak tahu menahu, sebab jarak dapur utama memang lumayan jauh. Apalagi cara mereka menyelesaikan pertengkaran cukup dengan bijak serta membungkam. Salsa tak berkutik dan segera diangkut pulang. Sementara orang tua Arga, berusaha diam agar masalah tak semakin buruk. Kejadian itu seperti disengaja supaya tak diketahui oleh Rania, sementara Viona pun sengaja dikunci dikamar.
Sekarang Arga juga sedang tak mood memberitahu. Dia sebagai suami, saat ini datang ke sana dengan sisa tenaganya yang ada cuma ingin bermanja.
"Akan terus lemas kalau kamu tidak membiarkan aku memelukmu," keluh Arga cemberut.
Rania tiba-tiba teringat ucapan Melati, dan mendekat lalu secara tak terduga menci--um pipi Arga. "Ak-aku ... hm, bukan seperti itu maksudnya. Aku suka Mas peluk, tapi jangan sekarang karena aku ingin menyiapkan bubur untuk Mas Arga. Makanan yang dimakan malam ini kan sudah habis keluar," jelas Rania meminta pengertian.
Arga setelah dici--um pipinya seperti tengah dijinakkan, langsung patuh dan duduk di kursi sambil menunggu serta memperhatikan Rania di sana. Tak ada protesan lagi selanjutnya atau tingkah manjanya yang ingin disalurkan.
"Ayo, sekarang makan. Hm, ak-aku suapin ya Mas?" tanya Rania sambil meneguk ludahnya kasar.
Berat mengatakan itu, tapi demi rumah tangga yang utuh. Perempuan itu menepis malu dan sepenuh hati memperhatikan suaminya.
Arga terlihat senang dengan hal itu dan segera mengangguk manja. Kemudian keduanya justru suap-suapan dengan mesra di sana.
"Padahal aku masih sangat kenyang, Mas Arga!" keluh Rania protes, tapi percuma saja. Toh buburnya pun sudah habis setengah masuk ke dalam perutnya.
"Tidak apa Sayang, justru bukankah itu hal yang bagus!" seru Arga sambil mengusap puncak kepala istrinya.
Tak sampai di sana, tiba-tiba Arga kembali lemas dan anehnya tak bisa berjalan kalau tak merangkul Rania. Itu cuma modus sebetulnya, karena mana mungkin demikian, disaat sebelumnya saja Arga yang ke dapur baik-baik saja, tapi malah sebaliknya saat akan kembali ke kamar.
• • •
"Ma-mau dipeluk?" tanya Rania malu, tapi tetap memaksakan dirinya untuk tetap memanjakan suaminya.
Arga tidak mungkin menolak. Dia segera memeluk pinggang ramping Rania. Rasanya tidak mau sembuh saja, supaya terus diperhatikan dan di manjakan.
"Aku sangat tidak sabar anakku lahir!" serunya sambil mencuri kecupan di perut istrinya.
"Aku juga, Mas!" jawab Rania setuju dan saat ini dirinya tengah memeluk suaminya dan membiarkan kepalanya bersandar di da--danya.
Mengulurkan tangan dengan ragu dan mengusap surai rambut kepala suaminya. Rupanya kegiatan itu cukup mengasikkan dan membuat Rania ketagihan. Arga bahkan mengantuk dibuatnya.
"Kalau kamu menginginkan sesuatu atau mengidam begitu. Katakan saja, Rania. Jangan ragu," jelas Arga mengingatkan.
"Tapi sepertinya bukan aku yang ngidam Mas. Sejak kemarin-kemarin kamu yang mual terus dan minta yang aneh-aneh gitu," jawab Rania menyentak kesadaran Arga.
"Oh, iya-ya?! Kok aku baru sadar sih?"
"Makanya itu, Mas. Aku mau minta apa coba, orang anak kamu sepertinya sudah mengatakan langsung kepadamu!" seru Rania.
• • •
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat)
RomantikRania Anindya tak pernah menyangka kalau saat bangun tiba-tiba saja dia dipergoki tidur dengan laki-laki di ranjangnya. Rania terkejut, sebab seingatnya dia masih belum mempunyai pasangan sama sekali. Namun, belum juga pulih dari keterkejutannya, Ra...