53. Ngidamnya Arga

10.9K 236 0
                                    


Arga mengusap puncak kepala istrinya, menatapnya dengan senyuman, dan penuh kebahagiaan. "Kamu menggemaskan kalau pakai ginian!" seru Arga sambil beralih mengusap perut Rania.

Istrinya itu segera mendengus, dan menepis halus tangan suaminya. Wajahnya tampak kesal dan seakan menahan diri dari sesuatu. "Sudahlah, aku bisa telat kalau di sini terus!"

"Baiklah. Belajar yang baik Sayang!"

"Bisa diatur kalau Mas memberi nilai A untuk aku di mata kuliahnya Mas!"

Arga tak menjawab, tapi terus menatap kepergian Rania sampai hilang dari pandangannya. "Perempuan itu, kenapa selalu bisa menjawabku. Giliran soal perkuliahan dia malah nomor terbelakang!" gemas Arga.

Pria itu pun berjalan, dengan arah yang berlawanan dari Rania, ke ruang dosen.

• • •

"Perut kamu udah semakin keliatan Ran, apa kamu tak masalah dengan hal itu?" tanya Melati menyadari perubahan Rania dan mencemaskan sahabatnya itu.

"Aku juga takut sih, tapi mau gimana ... kalau pake korset nanti bayinya kenapa-napa dan Pak Arga bisa marah lagi sama aku," jelas Rania memberitahu.

"Sebenarnya itu tak masalah sih, Ran. Asal semua orang sudah tahu kalian menikah dan bukannya kamu yang saat ini digosipkan menjadi simpanannya Pak Arga," jelas Melati memberitahu.

"Mommy ibu mertua aku sudah menyiapkan pesta pernikahan kami. Hm--" Rania berbalik dan merogoh tasnya dan mengambil sesuatu dari sana. "Ini dia, kamu harus datang ya!" serunya antusias dan terlihat bahagia.

Melati tersenyum ikut senang dan cukup salut dengan Rania. 'Sebenarnya aku ingin merutuki kamu Ran, mengatai kamu bodoh karena kamu keliatannya segampang itu menerima Pak Arga kembali. Entah terbuat dari apa hatimu, tapi saat melihatmu seperti ini, rasa kesal itu tergantikan dengan kebahagiaanmu. Aku harap kamu selalu seperti ini, Sahabatku!' batin Rania penuh ketulusan.

Beberapa saat kemudian Arga datang dan tiba di kelas. Pagi itu dialah dosen yang memang mengisi perkuliahan. Rania kembali terlihat sibuk dengan tasnya, merogoh sesuatu dan kembali mengenakan dan membuat beberapa pasang mata menatap aneh padanya, termasuk Melati.

Ah, iya. Inilah yang membuat Arga saat bersama ke kampus begitu bahagia melihatnya.

"Bando telinga kucing? Kenapa memakai itu, Ran?" tanya Melati yang langsung heran dan penasaran.

Rania tak langsung menjawab, tapi malah mendekat dan berbisik di telinga Melati. Tak mau orang lain dan yang kepo lainnya tahu alasannya.

"Ngidam," bisik Rania pelan.

Melati menganggukkan kepalanya paham. Kelas pun di mulai dan untuk beberapa saat masih tenang. Sayangnya itu tak bertahan lama ketika Selvi yang rese angkat bicara dan tertawa meledek Rania.

"Aduh, haha ... kamu lucu sekali Rania. Kita sudah mahasiswa, tapi malah bergaya persis anak TK. Mana perut buncit mu mendukung sekali. Haha!" ujar Selvi dengan berani.

Rania diam dan tak bicara untuk membela diri, tapi malah melirik Arga tajam. Seperti tengah menuntut suaminya itu.

Arga yang segera menyadari tatapan Rania yang tak mengenakan itu, segera memelototi Selvi untuk mengingatkan, tapi sepertinya mahasiswanya yang satu itu cukup bebal.

"Lihatlah teman-teman, aku tidak salah bukan? Rania mirip anak TK!" ceplosnya berhasil merusuh di kelas.

Membuat beberapa mahasiswa lain menimpali dan ikut meledek Rania. "Aduh, tapi cocok sih. Mukanya Rania emang bocah!"

"Haha, tapi aku malah gemes dan pingin cubit pipinya!" seru Gama bercanda.

"Kalau dia masih kecil pasti lebih lucu dari ini. Jadi pingin nikahin Rania, soalnya pengen punya anak semenggemaskan dia!" ceplos mahasiswa lain dan kali ini membuat Arga mengeram.

"Aduh, kalau aku jadi cowok ogah juga sih. Soalnya Rania buncitan sekarang. Entah makan apaan dia, tapi sepertinya dia memang begini aslinya!" seru orang lain lainnya memancing, tapi kali ini sengaja menekankan masalah perut Rania untuk mengingat gosip yang pernah heboh.

"Mau gimana lagi. Perut buncit emang efek samping jadi simpanan!!" seru mahasiswa lainnya dan yang itu lebih berani.

Brak!!

"KELUAR!!!" bentak Arga tiba-tiba, setelah memukul meja dengan keras.

Mahasiswa yang di kelas itu langsung terdiam dan suasana mendadak diam dan mencekam, tapi tak berhenti di sana, Arga segera memanggil satu-persatu mahasiswa yang mengeluarkan suara untuk meledek Rania dan benar-benar mengeluarkannya dari kelas.

• • •

"Wah, Pak Arga beneran udah berubah sama kamu Ran. Udah nggak jahat dan perhatian lagi!" ujar Melati cukup salut.

Rania tersenyum mengangguk dan Rania pun setuju dengan hal itu, sebab beberapa hari terakhir memang demikian adanya. Semenjak mereka saling jujur urusan perasaan dan Arga berjanji untuk mengutamakannya, pria itu benar-benar sungguh-sungguh.

"Tapi sebenarnya dia yang ngidam, Mel. Pak Arga sendiri yang mau melihat aku pakai gituan. Bando Meong ini dan dia udah janji kalau ada yang ngejek aku, dia yang akan berhadapan dengan mereka," jawab Rania memberitahu.

"Ternyata walaupun selama ini sudah pernah kejam sama kamu dia bisa baik juga ya, Ran. Syukurlah!" ungkap Melati.

"Hm, begitulah. Meski sebetulnya aku masih takut, karena dia juga keliatan masih ngebelain adiknya itu dan juga masih ada beberapa wanita dari masa lalunya yang memgincar dirinya," jelas Rania.

Melati mengangguk paham dan mengusap bahu sahabatnya yang dia rangkul. "Aku tahu itu, tapi bagaimana jika kamu melakukan sesuatu untuk membuatnya bukan hanya menjadikan kamu nomor satunya, tapi juga yang paling utama!"

Rania mengerutkan dahi, tapi kemudian karena penasaran diapun mengangguk dan menuntut penjelasan. "Bagaimana caranya?"

"Gampang, tapi kamu harus sedikit berkorban!" jelas Melati serius sambil mengedipkan mata.

"Apa?"

Tidak menjawab Melati pun mendekat dan berbisik pada sahabatnya itu, tapi anehnya tiba-tiba saja pipi Rania memerah karenanya.

"Kamu gila, gimana aku mau melakukan itu. Nggak ah, aku nggak mau!" jawab Rania langsung geleng-geleng kepala.

"Aduh, Ran. Kalian udah pernah dan itu buktinya!" seru Melati sambil mengusap perut buncit Rania.

"Tapi nggak aku dulu, Mel. Jangan gila deh, masa iya aku menggoda dosen ku sendiri?!" seru Rania menolak.

"Aduh selain dosen dia itukan suamimu sendiri. Lagian apa salahnya?" tanya Melati tak mengerti.

"Salah bangat. Selamat ini kalo bukan karena dipaksa aku tidak pernah mau melakukan itu, tapi ini kamu malah menyarankan aku untuk melakukan hal bertolak belakang. Aku yang memaksa Pak Arga? Ckck, mau ditaruh di mana muka aku?!"

"Aduh, dasar pemalu. Yaudah, gini aja, aku ajak kamu ketemu sepupu aku yang sudah menikah dan bicara sama dia!" seru Melati dan Rania pun setuju.

Akan tetapi mereka tak langsung ke sana, sebab walaupun sudah baikan dengan Arga, rupanya Rania masih melanjutkan pekerjaannya di kafe saudaranya Melati. Dia bahkan sudah seminggu terakhir kerja di sana.

Hanya setengah hari dan itupun tidak full seminggu. Rania kerja dan sesuai dengan kesepakatan, dia datang ketika tak punya jadwal. Empat hari dalam seminggu.

Setelah jam kerjanya selesai, barulah dia dan Melati pergi untuk menemui seseorang yang sudah Melati katakan.

"Kamu jangan khawatir Ran, minum aja ini biar kamu lebih berani. Untuk menjaga suami kita dari pelakor memang harus nekat bukan?!" seru sepupunya Melati.

"Iya, Mbak. Tapi ini beneran tidak masalah bukan untuk kandungan aku?" tanya Rania kembali.

"Tidak masalah asal kamu menjaga porsinya saja. Baik obat ini dan kebersamaan kamu sama suami kamu. Jangan terlalu memaksakan diri itu saja," jelas sepupunya Melati.

Rania pun mengangguk paham dan dengan terpaksa melakukan saran Melati. Teringat beberapa kali Salsa kakaknya sudah mulai terang-terangan mendekati Arga dan bahkan beberapa hari terakhir sengaja berkunjung ke sana untuk menggoda Arga.

• • •

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang