41. Hubungan yang Merenggang

9.7K 232 0
                                    


Arga tiba di rumah dengan perasaan yang luar biasa. Dia tanpa babibu langsung ke kamarnya, akan tetapi hal tak terduga segera terjadi.

Brakk!

Arga memukul pintu kamarnya dengan kasar. Dia marah meskipun sejujurnya dia juga lega melihat Rania ada di rumah secara yang bersamaan. Akak tetapi, telepon yang tak di angkat dan juga usahanya mencari Rania beberapa saat sebelum pulang terasa sia-sia, itulah juga alasan mengapa mengapa dia tak terima.

"Breng-sek!" umpat Arga marah, sambil kemudian dengan cepat menghampiri Rania.

Menariknya kasar kemudian mendorongnya ke tempat tidur. Dalam sekejap dia sudah mengunci Rania dan membuat istrinya itu takut sekaligus heran di saat yang bersamaan.

"Ad--ada apa sih, Pak. Kenapa kasar begini, kamu marah?" tanya Rania sembari memeguk ludahnya kasar.

Dia sebetulnya sangat takut dengan Arga yang seperti itu, dan hal itu bahkan sudah membuat lupa untuk melawan. Kali ini Rania memang benar-benar takut, akibat terkejut dengan pukulan keras di pintu beberapa saat lalu. Ditambah lagi dorongan keras yang membuatnya semakin tak berdaya.

"Kenapa tidak angkat telepon dariku Rania, dan kenapa kamu masih berani memanggilku 'Pak?' kenapa Rania?!" bentak Arga marah sambil kemudian memukul-mukul area tempat tidur kosong disebelahnya

Rania memejamkan mata dan memiringkan kepalanya agar tak terlalu berhadapan langsung dengan Arga.

Akan tetapi hal itu malah salah di mata Arga dan membuatnya semakin marah. "Kamu memang istri kurang ajar. Tidak bisa apa-apa selain berbuat ulah dan seenaknya!!"

Arga kesetanan kemudian mencengkram rahang Rania dengan keras. "Kalau begini apa bedamu deng Salsa kakakmu yang jala-ng itu. Sama-sama murah-an dan tidak tahu diri!!" bentak Arga terus-menerus.

Jangan tanya, bagaimana perasaan Rania saat ini. Karena sudah pasti dia sangat terluka dengan itu. Apalagi Arga kembali semena-mena dan memaksanya.

• • •

Dua jam kemudian, suaminya itu bangkit dan memaksanya melakukan hal yang sama. "Bangun! Ayo, sekarang waktunya makan!" ujar Arga dengan keras.

"Aku tidak lapar," jawab Rania dengan suara pelan dan juga lirih.

"Aku tidak perduli. Aku bilang makan, itu artinya kamu harus makan, Rania!" paksa Arga tidak mau tahu.

"Aku juga bisa bilang tidak mau dan aku punya hak untuk ragaku, termasuk perutku. Aku tidak lapar dan Bapak jangan memaksaku!!" seru Rania tak mau kalah.

Sekarang keberanian itu sudah kembali, walaupun berbanding terbalik dengan tenaganya yang sudah terkuras habis.

"Mas! Panggil aku dengan ucapan itu. Aku bukan dosenmu saat kita di rumah, dan kamu harus makan!!" seru Arga dengan tegas.

Rania terdiam untuk sesaat, memikirkan jawaban yang tepat untuk membuat suaminya kalah.

"Jadi aku jala-ngmu jika di rumah ini?!" sarkas Rania membuat Arga marah, lalu mencengkram pipinya Rania. "Kamu istriku, camkan hal itu baik-baik Rania, dan jangan membantah ayo kita pergi makan!!"

"Tidak mau!" jawab Rania berani.

Arga memutar bola matanya jengah. "Kamu ini dasar keras kepala!" geramnya kesal. Mendekat kemudian mengetuk kening istrinya dengan jari.

"Auchhh ... sakit!" keluh Rania dengan segera.

"Di sini aku yang berkuasa, aku berhak tentang segalanya atas dirimu, dan kalau aku bilang makan maka itu artinya kita maka!" tegas Arga tak terbantahkan.

• • •

Pada akhirnya saat ke dapur lalu menemukan makanan yang tak layak, Arga memutuskan untuk mengajak istrinya makan diluar. Sebenarnya dua jam sebelumnya orang tua dan adiknya sudah melakukan itu dan saat turun keluar kamar, Nugraha pun sudah menyarankan hal itu.

Rania tak menyentuh makanannya, lantaran menunjukkan pemberontakannya. Dia bersikeras dan menunjukkan kalau Arga tak bisa memaksanya.

"Makan makanan mu Rania dan berhenti membuatku marah!" geram Arga memperingatkan.

"Sudah ku katakan padamu, aku tidak lapar dan aku tidak mau!" jawab Rania masih bersikeras.

Melihat ke sekitar dan menyadari tempat mereka ramai pengunjung, Arga sadar untuk menahan diri dan tidak menciptakan masalah yang menarik perhatian orang-orang di sana.

Berpikir keras untuk menaklukkan Rania dan mencoba beberapa cara.

"Begini saja, jika kamu mau makan maka aku akan mengijinkanmu bebas belanja sepuasnya?!" tawar Arga yang langsung mendapatkan penolakan lewat gelengan kepala.

"Tidak mau. Kamu pikir aku matre?!" balas Rania ketus.

"Baiklah. Bagaimana dengan nilai mu di mata kuliahku. Aku jamin lulus walaupun kamu sebelumnya sudah banyak absen dan tugas yang tidak dikerjakan?!" tawar Arga tak serius.

Kali ini dia cuma coba-coba dan kalaupun Rania setuju, dia akan menipunya. Persetan dengan ingkar janji, seorang Arga tidak akan pernah mau kehilangan loyalitasnya sebagai dosen.

"Benarkah?" tanya Rania yang ternyata sesuai harapan Arga sekarang. "Bapak mau melakukan itu, cuma demi melihatku makan?"

"Aku tidak mau mengatakannya dua kali, tapi jika kamu setuju lakukanlah sebelum aku berubah pikiran," jelas Arga.

Rania yang tadinya terlihat marah dan juga kesal, tiba-tiba berubah dan menurut melakukan keinginan Arga dengan segera. Dia makan dengan cepat dan menghabiskan makan malamnya tanpa kendala.

"Bapak sudah janji ya, jangan lupa dengan hal itu!" tuntut Rania kembali ketika dia sudah selesai makan.

"Iya aku tidak akan lupa, tapi maaf Rania saat kamu makan dipertengahan, sepertinya aku sudah berubah pikiran," kata Arga kemudian dengan enteng dan tanpa dosanya.

Sontak saja membuat Rania kesal dan mengepalkan telapak tangannya. "Dasar dosen tukang tipu!" ujarnya mengumpat kesal.

"Siapa yang menipu, aku mengatakan sebenarnya, lagian sejal awal aku tak pernah bilang tak akan berubah pikiran jika kamu sudah menghabiskan makananmu!" seru Arga.

"Iya, aku tahu itu, tapi nggak gitu juga Pak Arga!!"

Arga terdiam kemudian menatap Rania tajam. "Mas, Rania. Panggil aku Mas!!"

• • •

"Maafin Viona, Kak Sal. Sampe sekarang masih belum bisa menjadi adik kakak yang baik," ujar Viona sambil menatap layar telepon miliknya.

Saat ini dia sedang melakukan panggilan video dengan Salsa. "Tidak Vi. Kamu tidak melakukan kesalahan apapun, dan tidak ada yang harus dimaafkan sayang!"

"Tapi Viona sampai sekarang belum bisa membuat Kakak bisa kembali ke sisinya Mas Arga. Padahal Viona sudah berjanji," jelasnya begitu lembut dan ramah pada Salsa.

"Tidak apa Viona. Mungkin kakak dan Masmu bukan jodoh," jawab Salsa bijak.

"Tapi Kak kalian kan--"

"Sssttt, sudahlah Viona. Jangan terlalu dipikirkan," kata Salsa yang sepertinya tak masalah dengan semuanya itu.

Akan tetapi begitu panggilan video keduanya berakhir, Salsa langsung berubah. Wajahnya menunjukkan kemarahan dam dia langsung meraih sesuatu untuk dibanting keras.

Blam!!

"Sial. Dasar tak berguna. Mulutnya manis sekali, tapi sampai sekarang dia masih tak becus. Viona si tolo-l. Gadis be-go!!" umpat Salsa geram.

Dia juga tak terima karena sampai sekarang, tak ada rencananya apapun yang berhasil untuk bisa kembali pada Arga. Sial, jika tahunya akan susah memisahkan keduanya, Salsa pasti saat hari pernikahan keduanya sudah mencegah mereka bersatu.

Akan tetapi tidak, saat itu dia tenang saja karena tahu keduanya tak saling mencintai. Dia pikir faktor itu saja sudah cukup untuk menghancurkan rumah tangga mereka, sehingga dirinya santai dan tak melakukan apapun, dan sekarang Salsa sangat menyesalinya.

• • •

To Be Continued

Terjebak Cinta Pria Dingin (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang