🌼 6. NENEK CEPU

8.9K 369 2
                                    

Sisi menelentangkang tubuhnya menghadap langit langit kamarnya, kemudian membalikkan tubuhnya menjadi tengkurap, di rasa belum nyaman ia mengubah posisinya menjadi miring menyamping, ternyata miring juga tidak nyaman, akhirnya Sisi membuat posisi nungging, masih tak nyaman lagi akhirnya ia menjerit frustasi di tengah malam yang sepi.

"Iiiih! Nggak bisa tiduuuur. Apa aku harus tidur sambil salto biar bisa nyenyak? Sebel deh sama organ organ di tubuh aku!" omel Sisi yang kini sudah terduduk dengan rambut berantakan.

Sisi tidak bisa tidur sejak tadi. Pikirannya terus terusan terganggu usai acara lamaran dari Badar tadi siang. Sisi merasa bodoh karena menerima lamaran Badar begitu saja. Sisi juga merasa sebal terhadap dirinya sendiri, perasaan iba sesaat kepada Gamal membuat Sisi kalap dan menerima Badar begitu saja. Sisi kan cintanya sama Dion!

"Nanti gimana ya, seandainya udah nikah beneran? Gimana kalau aku tidak bisa mengurus Gamal, terus Gamal sakit, kemudian Gamal mati? Astaghfirullah Sisi!!!! Tolol banget nih mulut! Ya Allah ampuni mulut Sisi yang nakal ini Ya Allah, Aamiin." Sisi ngedumel random seraya membayangkan apa apa yang akan terjadi jika benar nanti dirinya akan menjadi istri dari Badar.

"Kenapa Gus Badar ngelamar aku nggak dari dulu aja pas aku masih suka sama dia? Udah pasti aku terima dengan lantang kalau dulu, mah. Bikin syukuran satu desa deh kayaknya. Giliran sekarang ajaaaa, udah jadi duda baru ngelamar! Ya akunya udah sama Dion lah! Gimana sih tuh orang! Mana tambah tua tambah cakep lagi! Kan hampir oleng nih ati! Nggak lucu kan kalo ternyata aku kena CINTA LAMA BELUM KELAR. ish!" Sisi cepat cepat menggeplak mulutnya karena lagi lagi ia kelepasan berbicara yang tidak perlu.

Sisi menghela nafas panjang setelah ngedumel dan ngomel ngomel tidak jelas. Ia menatap ponsel yang sejak tadi berada di sampingnya. Sejak siang tadi, Dion menelfon dan mengirim pesan, namun tidak Sisi angkat maupun balas. Sisi terlalu takut dan merasa bersalah. Sisi tidak mau menjadi wanita jahat di mata Dion karena menerima lamaran lelaki lain.

"Kangen Diooon," rengek Sisi seraya menatap ponselnya nanar. Rasa hati ingin menghubungi lelaki itu, namun apalah daya Sisi yang masih di rundung rasa bersalah.

"Telfon, jangan?" tanya Sisi kepada dirinya sendiri.

"Aaaah, bodo ah!" Sisi mengambil ponselnya yang tidak tersentuh sejak siang. Ia mencari kontak Dion kemudian menelfon lelaki tersebut. Baru hitungan detik, Dion langsung menjawab panggilan Sisi.

"Diooooon, kangeeeeen!" Pekik Sisi begitu mendengar suara Dion di seberang telfon sana.

" Kok baru telfon sih, Si? Dari tadi siang aku telfon nggak diangkat, chat juga nggak di balas. Kamu kenapa sih? Sakit? Atau....jangan bilang kamu sudah dilamar sama kenalan kyai mu itu?"

Sisi hampir menangis kala Dion menanyakan tentang lamaran. Sisi benar benar merasa bersalah kepada Dion. Namun disisih lain, Sisi juga tidak mau membantah Nenek dan Sisi juga masih ingat betul petuah Nenek tentang perangkap setan yang biasanya menjelma jadi sesuatu yang menyenangkan.

"Dion aku nggak tau harus ngomong ke kamu bagaimana. Posisi aku serba salah sekarang," ucap Sisi yang hampir saja meloloskan air matanya.

" Serba salah gimana maksudnya?"

" Aku cinta sama kamu Dion. Tapi rasa cinta aku ke kamu tidak sama besar dengan rasa sayang aku ke Nenek. Jadi....hiks, aku bingung mau ngomong apa," tangis Sisi.

"Si, jangan bilang...kamu Nerima lamaran itu? Kamu ninggalin aku, Si?"

Tangis Sisi semakin menjadi saat mendengar suara Dion meninggi. Jarang sekali Dion meninggikan suaranya, kecuali memang ia benar benar tengah di sulut amarah.

"Dion maaf, aku berpikiran pendek siang tadi. Aku tiba tiba ngerasa iba begitu saja dengan anak Gus Badar. Aku...aku."Sisi tak sanggup lagi melanjutkan kata katanya, lebih tepatnya ia bingung mau berucap apa.

" Tunggu tunggu. Anak? Si, aku nggak ngerti. Jelasinnya yang jelas dong."

" Yang di jodohkan sama aku itu ternyata Gus Badar. Yang waktu di restoran Jepang dia nyamperin kita. And...He has a boy."

"What!!! Si, ini nggak bener, Si! Masa kamu sama Duda sih."

" Duda bukan sebuah dosa, Dion," ucap Sisi membenarkan. Karena Dion seakan akan memberikan intonasi negatif untuk sebuah kata Duda. Bukan Sisi mau membela Badar, Sisi hanya mengoreksi yang salah saja.

"Si, jangan bilang kamu mau Nerima gitu aja gara gara dia lebih tampan dari aku, lebih tinggi dari aku, lebih Maco dari aku, lebih beruang dari aku, iya?"

Sisi mematung. Itu Dion? Sungguh? Selama empat tahun menjalin hubungan, baru dua kali ini Dion menjudge dan menyudutkan Sisi yang bukan bukan. Pertama di restoran Jepang kemaren dan yang kedua barusan.

"Dion sejak kapan kamu suka menuduh orang sembarangan? Menyudutkan orang tak bersalah? Apa ini sisi dari kamu yang aku belum tau?"

Hening.

Sisi menjauhkan ponselnya dari telinga untuk melihat apakah panggilannya masih tersambung kepada Dion, dan ternyata Dion mematikan sambungan sepihak. Disusul dengan pesan yang Dion kirimkan kepada Sisi. Yang berbunyi; "Aku pusing. Jangan di ganggu dulu. Sorry atas kata kata kasarku tadi ya, Sayang. Love you, Sisi."

Sisi menghela nafas lega, ternyata Dion hanya pusing dan lelah dengan keadaan, dan Dion masih sayang dan cinta sama Sisi. Ya, Sisi bisa memaklumi itu.

***
Paginya, Sisi dibuat terkejut ditengah tidurnya yang baru dua jam dengan benda keras yang sangat dingin hinggap di wajahnya. Sisi mengerjap dan langsung ngamuk ngamuk di atas kasur karena tidurnya yang singkat itu diganggu.

"Sholat subuh! Tuh mataharinya sudah mau muncul!" Itu suara Nenek. Nenek menempelkan es batu yang berbalut plastik ke pipi mulus Sisi.

"Aduh Neeeeeek. Nenek tau nggak sih! Sisi itu baru bisa tidur jam setengah empat!!!" amuk Sisi seraya menggejuk gejukkan kakinya di kasur.

"Heleh, masih bisa tidur aja ngamuk, lemah," ledek Nenek.

"Nenek iiiiih."

"Udah ah, ayok bangun. Tadi Nenek abis dari mesjid pesantren, sholat jama'ah subuh disana terus ketemu Bunyai Anisah, katanya nanti jam tujuh kamu di suruh ke pesantren," jelas Nenek. Selain membangunkan Sisi untuk Sholat subuh yang meskipun sudah telat, Nenek juga mengatakan maksud lain.

Sisi yang sedari tadi merem, kini membuka matanya setengah, kemudian mengerjap ngerjap agar kesadarannya terkumpul.

"Mau apa ke pesantren?" tanya Sisi bingung.

"Gatau, Nenek. Tadi sih katanya ada kerabat Kyai Sya'ban yang mau datang ke pesantren pagi menjelang siang, jadi mereka harus siapin makanan sejak pagi. Nah, berhubung Bunyai Anisah tau kalau kamu pintar masak, beliau mau kamu bantu bantu nanti disana," balas Nenek yang kini hendak beranjak dari tempatnya karena sudah melihat Sisi yang kini sudah terduduk. Yang artinya gadis itu sudah sadar sepenuhnya dari alam mimpi.

"Kok Bunyai Anisah tau kalau Sisi pintar masak?" tanya Sisi kebingungan. Selain Nenek, Dion, dan karyawan gepreknya, tidak ada lagi orang yang tau kalau Sisi pintar masak. Kenapa tiba tiba Bunyai Anisah tau?

"Nenek yang kasih tau, biar ada poin plus di kamu, hehe," jawab Nenek yang kemudian melesat ke dapur diiringi tawa renyahnya.

"Iiiih, Nenek cepuuuu!"
.
.
.
Lah mbok Yo komen toh mbaaaak, maaaas. Sing ayu ayu, sing ngganteng ngganteeeeng. Sepi banget deh perasaan lapak ini, wkwkwkwk

Yaudah gapapa deh, yang penting kalian seneng baca cerita ini. Aku maklumin kok, aku kan sayang kaleaaaan💝😑

Jangan lupa vote dan komen deh pokokna

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang