🌼 10. KITA BERDUA MENYAKITKAN

8.4K 368 2
                                    

"Nggak mau Abi, Gamal mau sama UMI!"

"Hah?"

Sisi, Badar, maupun Dion, semuanya terkejut seraya menatap ke arah Gamal bersamaan.

Apa kata anak itu tadi? Umi?

Sisi menelan ludah, gugup. Ia menatap ke arah Dion yang sepertinya sudah ogah ogahan dengan situasi ini, sedangkan Badar sendiri bingung mau melepaskan Gamal dari Sisi dengan cara apa lagi. Badar tau, kini Sisi sedang menghabiskan waktu dengan kekasihnya. Karena pernikahan mereka berdua tinggal menghitung Minggu, pasti Sisi ingin menghabiskan waktu bersama dengan orang yang benar benar ia cintai, meskipun Badar tidak membenarkan tindakan itu juga. Namun apa boleh buat? Sisi belum bisa ia kendalikan sekarang, Sisi belum menjadi kewajibannya sekarang.

"Gamal, ikut Abi ya, Nak. Yuk, katanya mau makan Zupa Soup yang banyak?" rayu Badar. Ia benar benar bingung lagi mau merayu Gamal seperti apa lagi.

Alih alih kemakan rayuan Abinya, Gamal malah menangis kencang dan ngereog, membuat Sisi panik begitu juga Badar, sedangkan Dion sudah sangat malas dan ingin pulang melihat drama keluarga Cemara di depannya ini.

"Yaudah Gus, biarin Gamal sama Saya, tidak apa apa. Gus Badar lanjutin aktifitas saja. Nanti Gamal pulang bareng saya saja," ujar Sisi pada akhirnya. Sisi tidak tega melihat Gamal yang meraung raung tak mau pisah dengannya.

Sedangkan Dion kini melayangkan tatapan tidak percayanya dengan apa yang Sisi putuskan. Bisa bisanya kencan spesialnya malam ini malah dibersamai dengan bocil ingusan nggak jelas yang suka ngereog ini.

"Tidak Si, nanti merepotkan. Ayok Gamal, jangan nakal, ikut Abi." Badar berusaha mengambil paksa Gamal dari pangkuan Sisi. Gamal jelas berontak dan semakin kencang memeluk Sisi.

"Gus, jangan ditarik kasihan. Udah! Saya nggak apa kok. Udah biar Gamal sama Saya. Gus silahkan bisa lanjut aktifitas lain." Sisi melepas tangan Badar yang berusaha mengambil Gamal, sedangkan Badar yang merasakan sentuhan tangan Sisi pun langsung melepas tangannya dan mundur beberapa langkah. Mengucap istighfar berkali kali.

"Yasudah, saya titip Gamal. Nanti jangan kemalaman pulangnya. Permisi. Assalamualaikum." Badar meninggalkan Sisi, Gamal, dan Dion.

"Waalaikumsalam," balas Sisi berbarengan dengan Gamal yang masih sesenggukan.

"Cup cup, sudah anak ganteng nangisnya jangan banyak banyak ya, nanti air matanya habis mau? Ndak bisa nangis lagi dong nanti, ya." Sisi mengelus elus dada dan punggung Gamal bergantian agar sesenggukan Gamal reda.

"Abi kalau malah kaya monstel, Gamal takut Umi," ucap Gamal mengadu. Hati Sisi bergejolak kala Gamal lagi lagi memanggilnya Umi. Apalagi saat anak itu mengadu akan sesuatu yang ia takutkan dari Badar. Sisi memeluk anak itu erat seraya mengelus elus punggungnya.

" Sssttt, sudah ya. Nanti Abinya biar Tante Sisi yang bilangin."

Dion yang melihat interaksi antar Sisi dan Gamal merasa cemburu dan merasa menghangat juga. Andai suatu saat nanti pemandangan kali ini adalah miliknya, anak yang Sisi pangku dan elus elus itu anaknya dan Sisi, pasti hidup Dion akan terasa sangat sempurna.

"Andai anak yang kamu pangku itu anak kita berdua, Si," ucap Dion tiba tiba. Yang membuat Sisi berhenti dari aktifitas mengelus elus punggung Gamal.

Ah, benar! Sisi kan sedang bersama Dion. Bisa bisanya ia lupa, dan mengabaikan kehadiran Dion?

"Ya ampun, Dion. Maaf ya atas kejadian tadi. Maklum, Gamal kan masih kecil, suka ngereog juga dia tuh, jadi...belum tau situasi kita saat ini," ucap Sisi, merasa bersalah dengan Dion.

Dion yang diajak bicara hanya tersenyum masam dan tidak nafsu makan sama sekali sekarang.

"Si, kamu sayang ya sama anak itu?" tanya Dion tiba tiba.

Sisi yang mendengar pertanyaan itu pun malah berbalik menanyakan pada hatinya sendiri, Pakah ia benar benar sayang kepada Gamal. Jika dibilang sayang, Sisi belum terlalu lama mengenal anak ini, dan jika dibilang tak sayang, perasaan Sisi untuk tidak membuat anak ini terluka sangat besar. Melihatnya menangis seperti tadi saja sudah cukup membuat Sisi tersayat.

"Aku_aku tidak tau Dion," jawab Sisi seraya menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Dion.

"Kalo sama aku, kamu sayang nggak?" tanya Dion lagi.

Sisi mendongak, dan lumayan terkejut dengan apa yang Dion tanyakan," itu nggak perlu ditanya dong Dion, aku jelas sayang sama kamu."

"Tapi kamu mau nikah sama Bapaknya anak itu," balas Dion menohok.

Sisi menunduk. Ia tidak mau nikah sama Gus Badar, Sisi maunya Dion, tapi Sisi tidak tega jika harus meninggalkan Gamal dan Sisi juga tak sampai hati untuk mempermalukan Nenek di depan keluarga Kyai Sya'ban. Sisi bingung dan Sisi marah dengan semua keadaan ini.

"Aku_aku terpaksa Dion."

"Lalu hubungan kita gimana, Si?"

Hampir saja air mata Sisi tumpah saat Dion menanyakan hal itu. Sisi juga tidak tahu, Sisi bingung, Sisi ingin menghilang saja dari bumi.

"Dion, aku bisa membatalkan pernikahan ini, asal kamu mau menikahi aku lebih cepat dari Gus Badar. Nenek sudah kasih kita kesempatan Dion, kalau dalam waktu dekat ini kamu sanggup nikahin aku, maka Nenek mau membatalkan perjodohan ini. Tapi kalau kamu tidak bisa...jodoh nggak ada yang tau, Dion. Kalau kamu memang jodoh aku, mau aku nikahnya sama siapapun itu, ya aku akan balik ke kamu. Kalau memang aku bukan jodoh kamu, mau sekeras apapun kita berusaha mempertahankan hubungan kita, ya ada saja pemisahnya," jelas Sisi. Tangannya kembali mengelus elus punggung Gamal yang ternyata sudah tertidur di pangkuannya.

"Jadi, maksud kamu kita nggak jodoh gitu?"

"Bukan begitu maksud aku Dion!"

"Lalu apa? Kamu sengebet itu pengen nikah sama anak kyaimu itu?"

"Dion kenapa sih kamu nggak ngerti? Aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, banget! Tapi kalo Allah nggak merestui kita, sekuat apapun kita bersatu, kita tidak akan bersatu! Kalau Allah merestui kita, mau aku sudah nikahpun nanti, kalau kamu adalah jodoh aku, aku akan balik ke kamu dengan sendirinya atas izin Allah. Paham nggak sih? Kamu tuh selalu nyalahin aku, selalu mojokin aku, kamu tau nggak sih posisi aku sekarang itu serba salah?! Aku capek Dion!" Tangis Sisi pecah. Ia lelah harus disalah salahkan Dion, dan lelah dengan perasaannya, keadaanya, semuanya.

Dion diam, berusaha mencerna apa yang Sisi utarakan. Memang ia merasa egois dengan apa yang ia katakan akhir akhir ini kepada Sisi. Namun siapa sih yang tidak kalap jika kekasihnya akan menikah dengan lelaki lain beberapa Minggu lagi. Lelaki mana yang tidak hancur melihat kekasihnya dijodohkan dengan lelaki lain, lelaki mana yang tidak hancur melihat kekasihnya menggendong anak dari lelaki lain, lelaki mana yang tidak hancur disaat ia kalah dalam masalah ekonomi dan harus melepaskan kekasihnya dengan orang lain?

"Kenapa kita semenyakitkan ini sih, Si?"
.
.
Hiks hiks, emang kadang cinta itu semenyakitkan itu Dion 😭 tapi kalau cinta yang diridhoi Allah insya Allah bakal indah banget kok Dion, percaya deh sama author🤭

Maaf ya kemaren² nggak update, hehe. Jangan lupa vote dan komen bestieeee. Oiya, happy 600 readers ya guys, kalian luar biasa🥳

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang