🌼 25. SAYA MENCINTAIMU SISI

9.6K 437 12
                                    

Sisi terbangun dari tidur lelapnya, rasanya ia sebal sekali kepada organ organ di dalam tubuhnya saat ini, bisa bisanya disaat masih nyenyak nyenyaknya tiba tiba kebelet pipis. Cepat cepat, Sisi melesat ke kamar mandi dan glubrakan seraya heboh sendiri karena dinginnya air di desa Cokrowati yang sangat luar biasa, rasanya sampai hampir membeku. Padahal, Pakdhe bilang biasanya tidak sedingin ini, mungkin karena cuaca yang tidak bisa kita prediksi, tetiba saja hawa di desa Cokrowati sangat dingin seperti malam ini.

Setelah dari kamar mandi, sebenarnya Sisi hendak kembali tidur, namun ketika ia hendak menuju ke kamar, Sisi melihat dua sosok lelaki yang tengah bercengkerama serius, di atas dipan bambu depan rumah. Sisi mendekat ke arah pintu utama dengan langkah pelan.

"Pakdhe dan Gus Badar?" lirih Sisi.

Ketika Sisi hendak melangkah mendekati mereka, langkahnya terhenti kala gadis mungil itu mendengar Isak tangis dari....Pakdhe?

Pakdhe menangis?

Sisi mematung kala mendengar apa yang tengah Pakdhe bicarakan. Pakdhe tengah membicarakan penyesalannya dulu telah menolak Sisi yang sebatang kara.

Dengan pelan, Sisi kembali masuk ke dalam rumah dengan deraian air mata yang tak bisa ia bendung. Dada Sisi sakit dan sesak tiba tiba. Lama ia mencoba ikhlas dengan kejadian waktu itu, kematian keluarganya, dan penolakan dari kerabatnya dalam satu waktu.

Sisi berdiri bersandar di dinding ruang tamu, memeluk dan mengelus elus lengannya sendiri (Butterfly Hug method) untuk membuat tangisnya reda. Tidak boleh begini, Sisi sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk memaafkan kerabat yang telah menolak dan membuangnya dengan jahat dulu, meskipun saat ini rasanya hati Sisi bak luka basah yang tersiram air panas. Perih.

Sisi mengusap air matanya kasar, menarik nafas dalam untuk menambah ketenangan. Budhe, Pakdhe, dan anak anak mereka, tidak boleh tau bahwa Sisi menangis.

Sisi pergi ke kamar, mengambil selimut untuk ia berikan kepada Pakdhe. Sisi memutuskan untuk keluar dan menemui Pakdhe, Sisi ingin menyuruh Pakdhe masuk ke dalam dan tidur karena malam semakin larut dan dingin.

Ketika Sisi sudah sampai di halaman rumah, Sisi melihat Badar yang tengah merangkul Pakdhe yang masih terisak. Sisi pun memberanikan diri untuk menemui mereka.

Sisi menyampirkan selimut ke pundak Pakdhe yang tentu saja membuat Pakdhe maupun Badar terkejut bukan main karena kedatangan Sisi. Sisi dapat melihat jelas jejak jejak air mata di pipi tua Pakdhe.

"Pakdhe masuk ya, sudah malam, dingin. Nggak baik untuk tubuh Pakdhe yang semakin sepuh," ucap Sisi seraya membantu Pakdhe Damar untuk berdiri. Pakdhe tidak mengatakan sepatah katapun ketika Sisi membantunya berdiri.

"Pakdhe mau ke dalam sendiri, tidak usah di bantu, terimakasih, nduk."

Pakdhe berjalan pelan meninggalkan Sisi dan Badar berdua di halaman rumah. Sisi menatap punggung Pakdhe yang semakin menua, masuk ke dalam rumah sampai hilang setelah melewati ruang tengah.

Sisi menatap Badar yang masih terkejut karena kedatangan Sisi yang tiba tiba. Lelaki itu pasti bertanya tanya apakah Sisi mendengar perbincangannya bersama Pakdhe atau tidak.

"Jangan natap aku begitu, Gus. Mata kamu lucu tauk kayak puppy eyes," kata Sisi seraya terkekeh kecil.

Badar yang mendengar itu langsung mengalihkan pandangannya lurus ke depan menatap pohon.

"Bau rokok, Gus Badar merokok?"

"Sedikit."

"Huuuu, dasar. Mau sedikit mau banyak, sama aja merokok," ucap Sisi sebal.

Hening. Tatapan mereka kembali menerawang kedepan.

"Gus Badar pasti bertanya tanya, apakah aku mendengar pembicaraan Gus sama Pakdhe atau tidak. Jawabannya, Iya, aku sempat mendengar tadi," ujar Sisi, pandangannya masih lurus kedepan yang juga menatap Pohon seperti apa yang Badar lakukan.

Badar yang mendengar itu, menatap Sisi khawatir.

"I'm okay, Gus. Aku sudah memaafkan orang orang dimasa laluku dengan ikhlas, meskipun rasanya masih sangat menyesakkan," ujar Sisi, yang kini membalas tatapan khawatir milik Badar.

" Bagaimana bisa kamu memaafkan mereka dengan mudah, Si?" tanya Badar. Entah mengapa, Badar merasakan marah dan sakit hati yang luar biasa setelah mendengar semua tentang masa lalu Sisi.

Sisi tersenyum," Gus lupa, ya?"

"Lupa apa?"

"Dulu, Gus Badar pernah bilang ke aku dan teman teman, bahwa Rasulullah SAW itu adalah insan yang pemaaf, beliau bahkan mau memaafkan seseorang yang hampir mau membunuhnya, dan beliau juga memaafkan orang yang telah membunuh pamannya. Rasulullah malah mendoakan orang tersebut dan mengajak orang tersebut menuju kebaikan. Kata Gus Badar, kalau kita mengaku sebagai umat nabi Muhammad SAW, kita harus meneladani dan meniru sifat beliau, bukan?"

Badar terdiam. Merasa tidak percaya bahwa hati Sisi selapang itu. Badar yang baru mendengar kisah masa lalu Sisi saja, rasanya ingin mengamuk, marah, dan kecewa luar biasa dengan kerabat Sisi. Namun Sisi yang korban sesungguhnya, dia malah mengingat nasehat Badar tentang kisah Rosul yang pemaaf waktu dulu, dan gadis itu benar benar menerapkan hal itu disituasinya.

Badar mengulurkan tangannya, ia mengelus kepala Sisi yang berbalut hijab," Pinter banget sih istri saya," ucap Badar, seraya terus mengelus kepala Sisi.

Sisi yang di elus kepalanya tidak menolak. Gadis itu tersenyum seraya menatap Badar sekilas. Tidak mungkin dalam keadaan Badar yang masih tersenyum saat ini_dan Sisi harus menatap lama lelaki itu. Bisa bisa tidak baik untuk jantung Sisi, makanya Sisi hanya menatapnya sekilas. Kali ini pun, pasti pipi Sisi sudah memerah seperti tomat.

"Gus Badar kenapa nggak tidur?" tanya Sisi saat Badar telah usai mengelus kepalanya.

"Nggak tau, ngga ada alasan," jawab Badar singkat.

"Ih aneh, masa' nggak tidur ngga ada alasan. Harus ada dong, karena banyak nyamuk kek, dingin kek, nggak enak tidur di sofa kek, begitu lah harusnya," protes Sisi.

"Memangnya semua hal harus dilandasi dengan alasan ya Si?"

"Harus dooong."

"Kalau mencintai kamu, harus ada alasannya nggak?"

Mampus kamu Si!

"Memangnya Gus Badar cinta sama aku?" tanya Sisi seraya memalingkan wajahnya.

"Iya."

Hah! Serius nih?!!!

"Sejak kapan?"

"Nggak tau dan tanpa sadar, terjadi begitu saja."

Sisi terdiam, jantungnya berpacu sangat cepat. Gadis itu memainkan jemarinya gugup. Bintang bintang kecil yang bertabur diatas dengan bersanding bersama sang rembulan menjadi saksi bisu perasaan dua insan ini.

"Jangan Cinta sama aku Gus," celetuk Sisi seraya menunduk.

"Kenapa?"

"Aku bukan gadis baik. Dan, aku nggak layak untuk dicintai seseorang yang seperti kamu, Gus," lanjut Sisi masih menundukkan kepalanya. Entahlah, rasanya hati Sisi campur aduk. Bahagia karena Badar mengutarakan perasaannya, sedih karena merasa tidak pantas untuk Badar, dan masih merasa bersalah karena meninggalkan Dion begitu saja.

"Semua orang layak untuk  dicinta Si."

"Aku mau Gus Badar membuktikan bahwa setiap orang layak untuk dicintai," tuntut Sisi.

Badar terdiam. Memutar otak untuk menjawab pertanyaan dari gadis cerdas seperti Sisi, istrinya.

"Mau dengar kisah Sayyidina Ali bin Abi Tholib dengan Sayyidah Fatimah Az-Zahra ?" tanya Badar.

Sisi mengangguk.
.
.
.

Aku tepati janjiku untuk double Up nih bosss🥳
Jangan lupa vote dan komen yang banyak. Seberapa greget kalean dengan cerita ini?

Untuk next part bakal menyinggung kisah Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az-Zahra. Nantikan terus yaaaa🥰

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang