🌼 46. SEPERTINYA AKU CINTA KAMU

3.4K 298 23
                                    

Gadis berpiyama pink itu menatap langit langit kosong, pikirannya berkecamuk liar merangkai kemungkinan kemungkinan buruk yang akan terjadi di dalam hubungannya dengan Badar.

Ceklek

Sisi terkesiap dan langsung terduduk tegap melihat kearah pintu kala mendengar suara pintu kamar terbuka.

"Umiii, Gamal malam ini ingin menemani Umi tidur. Gamal bobo sini yaa, Miii."

Sisi menghela nafas panjang. Entah harus kecewa atau senang. Sisi kira suara pintu terbuka itu adalah ulah Badar yang pulang, namun ternyata itu adalah si comel Gamal bersama guling kecil dipelukkannya.

" Iya sayang gapapa, sini bobo bareng Umi," balas Sisi, menipu Gamal dengan senyuman di bibirnya.

Anak itu berjalan pelan, kemudian menaiki bed dan langsung berbaring di samping Sisi seraya memeluknya erat.

"Kenapa Gamal ingin tidur bareng Umi?" tanya Sisi, seraya mengusap kepala Gamal penuh sayang.

Gamal mendengar seksama pertanyaan dari Sisi dengan tatapan lurus ke arah langit langit kamar.

"Kalena Gamal tidak mau Umi sendilian. Gamal tidak mau Umi takut, kan Abi masih pelgi, Umi pasti sedih kalena Abi pelgi. Kan Gamal sayang Umi, jadi Gamal mau sama Umi telus, tidak mau tinggalin Umi," jawab Gamal panjang lebar dengan akhiran tawa kecilnya.

Dalam keadaan hati Sisi yang sedang tidak baik baik saja dan juga pikiran yang amat berisik dengan banyak sekali kemungkinan buruk yang Sisi rangkai sendiri, mendengar pengakuan Gamal, Sisi tidak bisa lagi untuk menahan semuanya. Tangis Sisi pecah, Sisi tidak tahu harus mengadu kepada siapa, dan harus bicara seperti apa tentang hatinya. Hanya dengan kalimat sederhana dari mulut mungil Gamal, Sisi merasa anak itu adalah yang paling mengerti dirinya, dan Sisi tidak tahan lagi untuk menangis.

Gamal, bocah kecil itu terkejut kala mendengar Isak tangis ibu sambungnya yang amat ia sayangi itu. Bocah itu bangkit dari rebahannya, ia duduk dengan ekspresi bingung.

"Kenapa Umi nangis?" tanya Gamal dengan mimik wajah hampir menangis juga.

Sisi yang ditanya pun tidak bisa berkata apa apa, gadis itu hanya bisa menangis di hadapan bocah itu.

"Umiii...kenapa diam? Kenapa nangis banyak?" tanya Gamal yang kini luapan air matanya tak bisa lagi iabendungkarena melihat Uminya menangis.

Sisi semakin terisak, kelebatan kelebatan momen romantis, seru, dan juga kelebatan kelebatan momen dimana Sisi terus menyakiti perasaan Badar di awal pernikahan, dan baru baru ini juga terpampang jelas difikiran  Sisi bak kaset yang tengah diputar. Sisi amat merindukan Badar, Sisi mau lelaki itu ada disini sekarang juga.

"Umii..." tangis Gamal yang langsung memeluk erat tubuh Sisi yang terguncang karena menangis terlalu kencang.

Sisi dan Gamal menangis bersamaan di malam sunyi kali ini. Gamal yang menangis karena terluka melihat Uminya menangis, sedangkan Sisi menangis karena merasa terharu atas perlakuan Gamal dan campur aduk atas hati dan pikirannya.

Sampai waktu menunjukkan pukul satu malam, Sisi belum usai dari tangisnya, sedangkan Gamal sudah melanglang buana ke alam mimpi karena kecapean nangis, anak itu sudah sangat lelap seraya memeluk guling kecil kesayangannya.

Sisi masih terjaga dari tidurnya, mempertimbangkan banyak hal untuk ia lakukan. Gadis berpiyama pink itu beranjak dari rebahannya dengan pelan agar Gamal tidak terbangun, lalu ia mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.

"telfon gak ya?" tanyanya pada dirinya sendiri seraya meremat ponselnya erat.

Mata gadis itu sudah Segede bola, dan hidungnya mampet karena kelamaan menangis.

"Bodo amat, aku telfon aja, marah biarin marah aja kalo dia memang mau marah, itu hak dia kan," ucap Sisi bermonolog.

Akhirnya gadis itu memutuskan untuk menghubungi orang yang ia maksud. Panggilan pertama belum ada tanda tanda orang menerima panggilannya, kemudian tidak mau menyerah, Sisi kembali memanggil nomor tersebut, ia menatap layar ponselnya seraya menggigit ujung kukunya.

DIANGKAT!

Sisi cepat cepat menempelkan ponselnya ke telinga. Gadis itu tak berani bicara terlebih dahulu sebelum orang yang ia telfon angkat bicara.

"Assalamualaikum, halo?" ucap seseorang diseberang telfon.

Hati Sisi melega bak semula ruang sesak yang kini kosong karena semua isinya telah dikeluarkan sepenuhnya.

"Mas..." balas Sisi dengan suara lirih tercekat.

"Hm?"

Jantung Sisi berdebar kencang, takut bercampur malu menjadi satu. Kalau saja Sisi ada diposisi Badar, Sisi pasti tidak akan mengangkat telfon karena kecemburuannya, karena lukanya, dan egonya yang paling ingin dimengerti. Namun, Badar tetaplah Badar, manusia paling pemaaf bagi Sisi, manusia paling memiliki jutaan maklum di hatinya.

"Mas aku..." Ucapan Sisi tak berlanjut, ia menimbang apakah pantas meminta maaf melalui telfon begini? Tapi jika harus menunggu Badar pulang maka pasti akan sangat lama, karena Sisi sudah mendengar bahwa Badar pergi berziaroh ke 9 wali bersama Ardan.

"Aku mau..." Lagi lagi Sisi tak sanggup mengutarakan maksudnya. Sisi merasa berdosa dan menjadi manusia paling jahat jika Badar terlalu baik seperti ini.

"Mau minta maaf?" tanya Badar di seberang telfon.

Sisi menggigit bibirnya. Dari nada suara Badar, itu berbeda dari biasanya, terdengar jelas kekecewaan mendalam disana.

"Iya, aku minta maaf, meski rasanya tidak pantas karena..."

"Karena memalui telfon?"

"Iyaa," lirih Sisi. Demi Tuhan jantung Sisi benar benar hampir copot.

" Sudah aku maafkan, beberapa jam yang lalu, sebelum kamu telfon, kebetulan aku sudah memaafkan kamu," balas Badar dari seberang telfon.

Sisi memejamkan matanya erat. Lega bercampur malu karena lagi lagi mengetahui dirinya amat berbanding terbalik dengan suaminya yang entah hatinya terbuat dari apa. Acap kali Sisi merasa jatuh cinta berulang kali kepada Badar, namun bodohnya ia tidak pernah mengutarakan cintanya dengan benar kepada suaminya.

"Aku malu karena ternyata kamu bisa memaafkan aku dengan mudah, sedangkan aku hanya bisa membuat kamu terluka dengan mudah, Mas," ucap Sisi yang kini hampir menangis kembali.

Terdengar helaan nafas panjang di seberang telfon," aku tau kamu abis nangis, Si. Aku minta tolong sama kamu, jangan nangis lagi, aku takut laknatullah akan menghampiriku jika malam ini kamu menangis karena aku pergi."

Sisi mengusap air matanya cepat kala buliran itu kembali berjatuhan," mana bisa aku berhenti nangis, Mas. Orang kamunya baik banget begituuuu," Isak tangis Sisi.

" waktu dengan suara kamu serak tadi Si, aku langsung takut, Si. Karena yang aku tau menyakiti perempuan terutama seorang istri dosanya sangat besar. Maaf, sudah membuat kamu menangis."

Sisi terdiam," kamu berhak marah Mas, kenapa malah kamu yang minta maaf? Aku pantas dihukum karena bukan istri yang baik. Aku yakin Allah nggak akan marah ke kamu  perkara aku nangis. Aku nangis bukan karena kamu sakiti, yang ada aku yang nyakitin kamu. Aku nangis karena merasa bodoh dan merasa amat bersalah ke kamu," jelas Sisi panjang lebar yang lagi lagi bendungan air matanya hampir jebol kembali.

Badar terdiam. Tidak ada jawaban apapun dari seberang sana. Padahal sambungan telfonnya masih tersambung.

"Mas...kalau urusannya sudah selesai, cepat pulang ya. Sepertinya aku cinta sama kamu."
.
.
.
Jangan lupa komen dan vote yaw🤍✨
Perasaan sepi deh akhir akhir ini, huhu sedih.

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang