🌼 14. BERDEBAT

10.1K 392 0
                                    

Sisi melenggang keluar dari kamar mandi dengan keadaan canggung, ia memeluk gaun pengantinnya, sesekali ia pelintir pelintir ujung jahitan gaun pengantin itu untuk menghilangkan rasa gugup yang melandanya.

Pandangan Sisi menyapu seisi kamar dan menemukan Badar tengah anteng di depan koper koper dan ber tas tas besar milik Sisi. Sisi melempar gaun pengantinnya sembarangan di atas kasur, kemudian berlari kecil ke arah Badar.

"Gus, biar aku aja yang beresin," ucap Sisi seraya menyerobot pakaian yang Badar pegang.

Badar terkejut sampai mundur, kemudian terpaku kala menatap Sisi dengan rambut basahnya setelah mandi, air dari rambut Sisi benar benar bercecer kemana mana membuat lantai di kamar Badar basah.

Anak ini nggak pakai handuk buat ngeringin rambut atau gimana sih.

"Rambut kamu basah," celetuk Badar yang kembali membenahi pakaian pakaian Sisi.

Sisi memegangi rambutnya sendiri," ya memang basah, terus kenapa Gus. Nggak boleh basah ya rambutnya?" tanya Sisi nyeleneh.

Badar mengulum senyum," Boleh, tapi keringkan dulu. Kamu nggak lihat lantainya jadi basah kemana mana gitu? Nanti kalau kamu kepleset bagaimana?"

Sisi mengerjapkan matanya berkali kali, berusaha mencerna ucapan Badar dengan benar.

"Kok cuma aku yang kepleset? Memangnya Gus Badar nggak bisa kepleset?" tanya Sisi ngawur membuat Badar menyemburkan tawanya.

"Itu perumpamaan, Siii. Kalau lantainya basah nanti kamu bisa saja kepleset," jawab Badar.

Sisi memiringkan kepalanya," kenapa perumpamaannya harus pake aku? Kenapa perumpamaannya ngga Gus Badar aja yang kepleset?" ujar Sisi mendebat hal yang tidak perlu.

"Kan kamu Bocil, jadi gampang kepleset," balas Badar menyembunyikan tawanya yang tadi sempat menguar kemana mana.

Sisi mendelik kemudian menggeplak punggung Badar yang tepat ada di sampingnya," Iiih! Aku sudah gede ya, Gus. Bisa bisanya dikatain bocil! Udah ah, minggir aku mau beresin pakaian aku sendiriii!" omel Sisi yang memaksa untuk menggeser tubuh tegap milik Badar. Sisi tidak menyangka jika orang yang selama ini Dimata Sisi adalah sosok yang berkarisma dan sopan tuturnya bisa ngeledekin Sisi seperti tadi.

"Itu dikeringin dulu, dibilangin juga. Jadi anak pinter dong, nurut," balas Badar yang enggan untuk minggir saat Sisi berusaha untuk menggeser posisinya.

Sisi berdiri kemudian menggejukkan kakinya sebal," iya iya ih! Yaudah mana hairdryer nya, aku pinjam! Punyaku rusak udah ku buang dirumah Nenek!" ujar Sisi dengan nada marah marah.

"Loh kok malah marah marah," ucap Badar seraya menatap wajah Sisi yang alisnya kini sudah hampir sama seperti karakter angry bird.

"Habisnya Gus Badar nyebelin!" balas Sisi masih dengan nada marah marahnya yang malah menurut Badar sangat menggemaskan.

Badar berdiri, berjalan melewati Sisi menuju meja dimana ia menyimpan hairdryer miliknya, kemudian menyerahkannya kepada Sisi.

"Mau dibantuin nggak?" tanyanya.

"Gausah! Bisa sendiri!" balas Sisi masih dengan wajah bete-nya, menerima hairdryer itu dengan kasar. Melihat wajah Sisi yang bete dan nada bicara Sisi yang belum juga reda dari amarahnya, Badar malah mengambil kembali hairdryer miliknya dari tangan Sisi, membuat Sisi mendelik tak habis fikir dengan sikap Badar yang ternyata se-menyebalkan ini.

"Kok diambil lagi?!"

"Senyum dulu, jangan marah marah, nggak baik," balas Badar.

Sisi memejamkan matanya seraya menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya pelan. Berusaha sabar dan mengendalikan diri.

"Baik suamikuuuu, ini sudah nggak marah kok. Pinjam hairdryer nya yaaa, jangan pelit pelit, kalau pelit nanti tengkuknya cekung loh," ujar Sisi dengan nada yang dimanis maniskan. Tidak mau lagi perang mulut dengan Badar yang ternyata tingkat menyebalkannya tidak bisa diprediksi oleh BMKG.

Badar tertawa kecil, kemudian memberikan hairdryer itu kepada Sisi yang langsung berjalan menuju meja rias dengan mulut ngedumel tidak jelas. Badar puas bisa menjaili Sisi dan berujung pada Sisi yang memanggilnya "suami".

***
Waktu isya pun telah tiba puluhan menit yang lalu, para santri juga sudah turun dari masjid dan memulai aktifitas mereka masing masing. Ada yang mengaji bersama ustadz dan ustadzah mereka, ada juga yang belajar pelajaran sekolah bagi santri yang mengenyam bangku sekolah.

Malam ini, karena gabut, Sisi berinisiatif untuk menyusul Gamal yang sejak siang tadi di rumah Ummah. Tidak enak juga jika harus menitipkan Gamal lama lama di rumah Ummah, toh Sisi sudah selesai beres beres kamar dibantu Badar siang sampai Maghrib tadi.

Sedangkan Badar, seingat Sisi tadi Badar ijin untuk mengajar anak anak Wustho dan akan kembali ke rumah jam 10 an lebih karena harus lanjut untuk mengajar kelas Aliyah. Kalau Sisi, dulu hanya berhenti di tingkat awaliyah atau dasar yang biasanya kelas akan dimulai pada bada Maghrib, makanya ilmu agama Sisi masih sangat dangkal.

Keadaan rumah Ummah cukup sepi dengan pintu terbuka, sepertinya Kyai Sya'ban juga sedang mengajar atau membaca buku di ruang kerjanya, Sisi pun hanya bisa menduga duga.

"Assalamualaikum," salam Sisi. Meskipun pintu rumah Ummah terbuka lebar, namun rasanya Sisi tidak enak jika harus masuk begitu saja.

"Wa'alaikumsalam, eh Sisiii. Ummah kira siapa, sini masuk. Lain kali masuk saja nggak papa, rumah Ummah rumah kamu juga," balas Ummah yang keluar dari kamarnya. Sisi hanya menjawab dengan senyuman canggung kala Ummah merangkul pundak Sisi dan membimbing Sisi untuk masuk ke dalam.

"Sisi mau ambil Gamal, Ummah," ucap Sisi menyampaikan maksud tujuannya.

"Oooh iyaaa, itu Gamal. Masih main Lego, dari tadi ngrengek mau sama kamu tapi ummah cegah karena ummah tau kalian pasti masih capek karena acara akad dan resepsi tadi siang, dan kalian pasti masih repot beres beres kamar juga," ucap Ummah seraya menunjuk keberadaan Gamal yang masih sangat anteng memainkan legonya.

"Biasanya dia kalo tidur larut banget, Si. Sampai jam sebelas malam terkadang. Nah, mumpung ini masih jam setengah sembilan, kamu coba ajak dia tidur, siapa tau kalau sama kamu dia mau tidur awal. ya. Kamu samperin Gamal, Ummah mau bikinin kopi untuk Abah dulu, ya."

Sisi mengangguk, merasa sudah mengerti dengan pesan pesan yang Ummah sampaikan. Sisi pun menghampiri Gamal dengan kaki berjinjit, berniat untuk mengejutkan anak itu.

"Dor!" ucap Sisi seraya memegang pundak kecil yang masih anteng itu.

Gamal terkejut seraya menengok cepat ke arah Sisi," aduh Gamal kaget! Hahaha" balas Gamal diiringi tawa renyahnya.

"Hihihi, maaf ya, Tante kagetin Gamal, soalnya Gamal mainnya serius banget si. Tante Sisi datang aja sampai nggak disambut," ujar Sisi, tangannya sibuk mengusap rambut anak berbaju dinosaurus itu.

Gamal yang mendengar penjelasan Sisi malah terlihat murung seketika. Padahal waktu Sisi kejutkan barusan anak itu masih ketawa ketiwi renyah. Namun setelah mendengar penjelasan Sisi, anak itu malah murung dan berusaha memaksakan senyumnya.

"Loh, kok cemberut? Aduuuh, Tante minta maaf banget deh ya, kalau Gamal terkejut sekali," ucap Sisi, yang mengira bahwa Gamal cemberut karena dikejutkan olehnya barusan.

Gamal menggelengkan kepalanya," bukan itu. Gamal suka kok dikejutkan sepelti tadi. Tapi kenapa Umi panggil dili Umi sendili Tante Sisi? Kan sudah jadi Uminya Gamal. Umi nggak seneng ya jadi Umi nya Gamal?"

Tenggorokan Sisi tercekat, ia benar benar tidak sadar kalau ia salah ucap barusan. Sisi pun gelagapan dan bingung harus membalas anak kecil itu dengan alasan apa.
.
.
.

Jangan lupa vote dan komen yaaaa...follow akun authornya juga boleeee💖

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang